𝐌𝐄𝐍𝐆𝐄𝐑𝐀𝐓𝐊𝐀𝐍 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐑𝐄𝐍𝐆𝐆𝐀𝐍𝐆

21 4 0
                                    

Sebagai bentuk perjuangan terakhir di penghujung masa bakti mereka, Alsya dan Ghazi melebarkan sayapnya untuk andil dalam olimpiade bergengsi yang dilaksanakan oleh Kemendikbud RI. Mayoritas anggota dalam klub olimpiade Alnilam, setidaknya pasti pernah mengikuti pertandingan yang diadakan setahun sekali ini.

Pertandingan dimulai dari tingkat terkecil, yakni daerah. Baru nantinya secara bertahap, peserta akan bersaing ke tingkat provinsi hingga terakhir berlabuh di skala nasional. Di sanalah nantinya mereka benar-benar diuji, dituntut berjuang dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan satu tempat di jajaran pemenang.

Alsya dan Ghazi telah berhasil di level daerah dan provinsi. Untuk memenangkan kedua laga yang tidak bisa dikatakan mudah itu, mereka sempat turun di beberapa pertandingan sebelumnya sebagai bentuk pemanasan. Alhasil, kemenangan bisa didapatkan dan beberapa hari lagi mereka akan melanjutkan perjuangan ke Ibukota Jakarta.

Sebelum beranjak ke nasional, latihan mereka tentunya diperketat. Ada jam tambahan di sore hari, bahkan sesekali ada pula pemangkasan jam belajar yang kemudian diganti untuk latihan. Untungnya, jam istirahat mereka masih disamakan dengan jadwal sekolah pada umumnya.

Ghazi baru saja balik dari kantin. Ia berjalan sendirian dan hendak kembali ke ruang latihan. Setibanya di dekat pintu masuk, Ghazi memang melihat ada seorang lelaki yang datang dari arah berlawanan. Namun, ia tak pernah mengira bahwa sosok itu akan memanggil namanya.

Ghazi berpaling, berusaha mengingat siapakah lelaki ini? Wajahnya seperti tidak asing.

"Partner Alsya, kan?" Tanya lelaki yang kemeja putihnya dibiarkan keluar begitu saja.

Ghazi mengangguk. Setelah itu cepat-cepat mencari keberadaan name tag di seragam lawan bicaranya. Sial sekali, benda itu tidak berada di tempatnya.

"Siapa, ya?" Dengan terpaksa, Ghazi harus menanyakan kejelasan identitasnya.

"Gue Narendra. Alsya ada di dalam nggak?" Tanya Naren sambil melirik ke ruang latihan mereka. Pertanyaan ini terlontar karena Alsya sama sekali tak merespon saat ditanya keberadaannya sehingga Naren harus mencarinya sendiri.

"Bjir, bisa-bisanya gue nggak ingat muka pacarnya Alsya," rutuk Ghazi di dalam hatinya. Pantas saja tidak asing, wong dia beberapa kali pernah melihat Alsya dengan cowoknya ini.

"Ada," jawab Ghazi pasti. Alsya tadinya memang mengatakan tidak ingin keluar. "Mau ketemu, ya? Tunggu bentar, gue panggilin." Ghazi tahu bahwa akhir-akhir hubungan dua sejoli itu sedang tidak baik. Tapi ia juga tak akan menghalangi kesempatan mereka untuk bertemu. Siapa tahu sudah berbaikan.

Ghazi langsung masuk ke dalam setelah Naren mengangguki ucapannya. Ia menghampiri Alsya yang sedang asyik bersama ponselnya.

"Oi," sapanya, jauh dari kata santai.

"Apa?" Alsya menjawab cuek, tak memindahkan pandangannya dari benda tipis itu.

"Ada yang nyariin lo di luar."

"Siapa? Rentenir?" Ia masih tidak terlalu peduli.

"Narendra," jawab Ghazi lebih pelan dari sebelumnya, tapi berhasil membuat jari Alsya yang sedang bergerak di atas layar ponselnya terhenti seketika. Ia langsung memandang ke arah Ghazi yang masih setia berdiri.

"Serius lo?" Alsya tak percaya bahwa Naren akan mendatanginya hingga ke sini.

"Iya. Buruan temuin. Kayaknya penting," ujar Ghazi sebagai bentuk pengertian sesama teman lelaki.

"Semisal gue telat balik, bilang aja ke tentor kalau gue lagi ngambil sesuatu di kelas," pesan Alsya, menyiapkan strategi mengingat masa istirahat tinggal 15 menit lagi.

𝐋𝐈𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐇𝐀𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang