𝐌𝐄𝐍𝐆𝐇𝐀𝐁𝐈𝐒𝐊𝐀𝐍 𝐖𝐀𝐊𝐓𝐔 𝐁𝐄𝐑𝐒𝐀𝐌𝐀 𝐍𝐀𝐑𝐄𝐍

20 4 0
                                    

Mari kita lupakan segenap suka duka yang terjadi di Padang. Karena saat ini, Alsya sudah kembali ke kota asalnya dan bersekolah seperti biasa. Pertandingan baru saja diselesaikan, maka peserta yang ikut serta akan menerima libur latihan selama dua hari. Itu merupakan sebuah kesenangan bagi Alsya—yang biasanya harus bergelut dengan soal setiap hari.

Sekarang masih sekitar jam 11, jam istirahat pertama di kawasan Alnilam. Sebelum istirahat ini, Alsya baru saja mengikuti kelas olahraga, sebab itu ia masih menggunakan pakaian training.

Sejak balik kemari, Alsya terus saja memikirkan Naren. Efek lama tidak bertemu, ditambah lagi dengan tidak adanya komunikasi mungkin menjadi sebab rindu ini membuncah. Dengan tidak mengganti pakaiannya terlebih dahulu, Alsya diam-diam menyambangi tempat latihan Naren tanpa memberitahukannya. Naren biasanya memang latihan di sore hari, tapi kata teman sekelas Alsya, hari ini mereka melakukan latihan sejak pukul 9 pagi.

Pintu menuju lapangan itu ia buka dengan perlahan. Entah bisa dikatakan sebuah kebetulan atau bukan, tapi jarak beberapa meter di depannya, Naren tengah berjalan bersama dengan Kausar. Langsung saja, Alsya mengendap-endap untuk mengikutinya.

"Baju gue yang ini kayaknya kebesaran deh." Karena jarak yang semakin dekat, Alsya sudah bisa mendengar percakapan antara dua lelaki itu.

"Emang kemarin lo pesannya ukuran apa?" Kausar menanggapi omongan Naren. Agaknya mereka tengah membicarakan jersey baru, karena saat berbicara, Naren melihat ke arah seragam tim yang dipakainya itu.

"Kayak biasa, XL. Tapi kemarin-kemarin nggak segede ini, apa standar ukuran di tempat baru ini lebih besar, ya? Punya lo ukuran apa?"

Pertanyaan Naren tak dijawab langsung oleh Kausar. Lelaki itu tengah menoleh ke belakang karena merasa ada yang mengikuti mereka. Alsya langsung panik setengah mati, ia membelalakkan mata dan cepat-cepat menaruh jari telunjuknya di depan bibir. Mengisyaratkan Kausar untuk diam, jangan memberitahukan keberadaannya pada Naren.

Kausar mengangguk tipis, kemudian kembali melihat ke depan. Alsya sementara bisa bernafas lega, ia pun kembali mengikuti jejak mereka.

"Apa tadi, Ren?" Tanya Kausar pura-pura kurang tanggap akan pertanyaannya tadi.

"Jersey lo ukuran apa?" Ulang Naren.

"L gue mah. Tapi iya sih, kayaknya sedikit lebih gede," ucapnya menyetujui pendapat Naren sebelumnya.

Naren hanya mengangguki jawaban Kausar. Hening terjadi, mereka tidak berlanjut ke topik lain. Ini gawat! Tanpa adanya pembicaraan, Naren bisa menyadari ada suara langkah lain di belakangnya. Alsya sudah tak bisa bersembunyi lagi.

Karena itu, Alsya seketika tersenyum dan melancarkan aksi jahilnya. Dengan menggunakan telunjuk, ia mencolek bahu Naren.

"Nggak usah usil lo," gerutu Naren sambil melihat Kausar.

"Apa? Gue usil?" Kausar berlagak kaget dan tak percaya.

"Iyalah siapa lagi nyolek-nyolek kalau bukan lo."

"Sumpah, bukan gue." Kausar membela diri.

Naren berdecak, melirik Kausar dengan ujung matanya. Sesuai rencana, Naren pasti berbalik ke belakang untuk memastikan ucapan Kausar benar atau tidak. Bersamaan dengan momen itu, Alsya sudah memasang senyum manisnya dan siap …

"HAI, NAREN!!" Menyapa Naren dengan penuh semangat.

"Astagfirullah!" Naren mundur dua langkah. Benar-benar kaget karena baru saja ia berbalik, wajah seseorang telah berada tepat di depan wajahnya.

Alsya terkekeh melihat keterkejutan Naren, Kausar juga.

"Lo se-enggak peka itu atau gimana? Gue aja udah sadar dari tadi kalau Alsya ada di belakang kita," komentar Kausar masih dengan sisa-sisa kekehannya.

𝐋𝐈𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐇𝐀𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang