"Kita udah sejauh ini, ya, Ji?"
"Iya."
Di taman belakang sekolah, di atas hamparan rumput hijau tempat sekarang mereka lesehan. Keduanya saling bertukar pandang, kemudian tertawa bersama atas topik yang sedang dibahas.
Waktu berjalan, semester ganjil di kelas 11 sudah mereka lewati. Ujian beserta dengan libur semesternya telah berlalu. Kini mereka dipertemukan lagi, sebagai siswa yang menjalani kehidupan semester genap. Saat ini mereka baru selesai latihan. Biasanya akan langsung pulang ke rumah masing-masing, tapi tiba-tiba menginginkan untuk bersantai bersama setelah lamanya pertemanan.
Mereka membeli dua minuman dan beberapa jajanan seperti bakso goreng dan kawan-kawannya dari kantin sekolah. Lalu, taman belakanglah yang menjadi pilihan mereka untuk terdampar sebentar.
Alsya memejamkan matanya, angin sepoi-sepoi menerpa halus kulit wajahnya. Embusan angin begitu sejuk hingga membuatnya tersenyum tipis. Suasana ini begitu menyegarkan, juga menenangkan.
"Tersisa beberapa bulan lagi untuk memperkuat Alnilam," ucap Ghazi setelah melahap satu bulat baksonya.
"Iya," jawab Alsya singkat. Sesingkat waktu mereka menuju purna tugas.
Peraturan di organisasi mereka belum berubah, semester 2 kelas 11 adalah masa akhir untuk semua anggotanya. Karena siswa kelas 12 sudah tak dibolehkan terlibat lagi dan hanya fokus untuk ujian akhir mereka. Plus, persiapan untuk menempuh pendidikan di tingkat yang lebih tinggi atau apapun yang berhubungan dengan masa depannya.
"Udah berapa pertandingan yang kita lewati sama-sama, Ji?" Tujuan dari me time-nya mereka berdua hari ini mungkin untuk bercakap-cakap tentang sejarah mereka sendiri.
"Hemm…" Ghazi tampak berpikir. "Di semester ganjil kita cuma sempat ngikutin dua pertandingan. Dua-duanya skala nasional," jawab Ghazi dengan yakin.
Benar, rekap kegiatan mereka di semester ganjil memang terhitung begitu sedikit. Mungkin karena baru dipasangkan di pertengahan semester membuat waktu mereka di saat itu juga tak banyak lagi. Kemudian, kemampuan mereka dalam berkelompok mungkin belum terbentuk sempurna, karenanya belum terlalu sering diorbitkan dalam pertandingan.
Tapi, mereka membalas semua itu di semester genap. Di waktu-waktu terakhir sebelum masa baktinya selesai.
"Kita baru dua bulan di semester genap, tapi udah ngikutin lima pertandingan, dari skala daerah, provinsi, sampai nasional," ujar Ghazi dengan bangganya.
Alsya tersenyum geli ke arahnya, kemudian meledek dengan santai, "sombooong…"
"OH HARUS!" Ghazi menjawab cepat. "Kali ini banyak job," sambungnya. Berkat itu, mereka kembali tertawa bersama.
"Medali aman?" Alsya menyinggungnya lagi.
"Wuih, jangan tanya! Kita NT sekali doang. Abis itu langsung pembukaan emas di Padang. Alhamdulillah, berlanjut sampai sekarang. Ibaratnya orang jualan, medali kita pas di Padang kayak penglaris gitu nggak, sih?"
Alsya tertawa renyah mendengar ocehan lelaki di sampingnya. "Janji nggak medali penglaris?"
"Tapi iya, kan, Sya? Pulang dari Padang mana pernah kita NT lagi. Dari 5 pertandingan kita dapat emas 3, perak 1, perunggu 1."
Begitulah rekap singkat perjalanan mereka di semester genap ini. Berkat gemblengan keras dari organisasi, usaha diri, dan tentunya pertolongan dan izin Yang Maha Kuasa, mereka selalu berhasil membawa pulang hasil yang baik untuk Alnilam.
"Antara penglaris atau kesialan kita udah diborong semua sama lo? Situ, kan, kecelakaan di Padang. Jadi ini mah anggap aja gantinya dari peristiwa tangan lo patah."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐈𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆 𝐃𝐇𝐀𝐍𝐀
Viễn tưởngIni bukan namanya, tapi tentang sesuatu yang identik dengan dirinya. Ini perihal bintang sagitarius, yang dalam kebudayaan Indonesia disebut Lintang Dhana. Seseorang pemegang busur dan anak panahnya adalah lambang legenda dari rasi bintang tersebut...