Home alone

711 33 3
                                    

Al pun mengantar Fayre pulang, lalu lintas yang lancar  membuat mereka tiba lebih cepat diapart Gavin.

"Fayre masuklah, jangan buka pintu dari sembarangan orang apalagi kak Gavin sedang tidak ada dirumah".

"Iya, tenang saja aku bukan anak kecil lagi kak".

"Baiklah kalau begitu".

"Sampai jumpa kak Al, hati-hati dijalan".

"Baik pey, masuk lah".

Fayre pun turun dari mobil dan langsung masuk kedalam sambil melambaikan tangan pada Al. Al langsung membalas lambaian tangan Fayre dan menancap gas dengan perlahan meninggalkan apart.

Fayre pun berjalan sendiri menuju kamar kakaknya. Ia langsung mandi bersiap untuk tidur. Ia dengan santai memakai skincare sambil bercermin, semua terasa baik-baik saja sebelum listrik yang tiba-tiba saja padam.

Fayre terdiam, mematung, tidak beranjak dari tempatnya. Ia meraih ponselnya dan menghidupkan senter yang ada pada ponselnya.

Ia mengarahkan senternya keruang tengah, namun
Ruangannya masih terlihat begitu gelap, ditambah cahaya kilatan petir yang berhasil menambah kesan seram pada ruangan ini.

Saat ini Fayre benar-benar sudah ketakutan. Namun ia berusaha untuk tetap berjalan tegak bertingkah sok berani menuju tempat tidurmya, sampai tiba-tiba kilatan besar terdengar jelas ditelinganya yang membuat Ia tersentak sampai melompat keatas ranjangnya, dengan tubuh yang bergetar ia langsung  menyembunyikan diri dibawah selimut.

Ia mulai menangis ketakutan. Fayre langsung  menghidupkan ponselnya mencari nomor yang bisa ia tuju. Dalam daftar panggilan Ia menemukan nomor Al yang berada paling atas, namun niatnya untuk menelpon Al pupus karena tidak ingin merepotkan kakaknya itu. Akhirnya ia menelpon kak Gavin untuk bertanya mengapa listriknya bisa padam.

"Biasanya tidak pernah padam, apakah karena hujan yang lebat?".

"Terus gimana kak? Aku sangat ketakutan" Fayre menangis.

"Jangan kemana-mana diam disana, pintu sudah dikunci?".

"Sudah kak".

"Baiklah, kakak akan menelpon pihak apart untuk menayakannya, kamu tunggu dulu disana nanti kakak telpon balik".

"Baiklah" Fayre terus masih menangis ketakutan.

Suara geledek terus menerus bersautan. Kilatan petir yang terpancar dari kaca apart terlihat begitu jelas. Ia terus menangis sambil memeluk kakinya dibawah selimut.

Setengah jam telah berlalu, listrik tak kunjung hidup. Kak Gavin menyuruhnya untuk bersabar karena ini disebabkan hujan lebat yang menyebabkan pohon tumbang mengenai kabel listrik.

Fayre mencoba menenangkan diri sambil memainkan ponselnya dibalik selimut, namun tiba-tiba suara pin pintu berbunyi. Fayre benar-benar mematung saat itu, ia merasakan jantungnya yang telah berhenti berdetak.

"Siapa yang sedang menekan pinnya?!" Gumam Fayre.

"Mamahhhh" Fayre merengek ketakutan.

Fayre terdiam dibalik selimut, ia merasakan ada seseorang yang datang menghampirinya. Dengan perlahan selimut yang berhasil menutupi tubuhnya itu tiba-tiba terbuka dan membuat Fayre berteriak.

"Pey!! Pey!! Fokuslah.. tenang ini kakak" ucap Al sambil memegangi kedua tangan Fayre.

Fayre yang sedang teriak histeris tiba-tiba langsung terdiam sambil menatap orang yang ada hadapannya saat ini.

"Kakak!!!" Teriak Fayre merengek dan langsung duduk dipangkuan kakaknya sambil memeluknya erat.

"Kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Al khawatir sambil mengusap punggung Fayre.

Six Years ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang