Liam memperhatikan dengan seksama kertas itu. Nama, alamat, nama orang tua, bahkan foto Liam, ada di dalam formulir tersebut. Semuanya sama tidak terlihat rekayasa."Ini...... benar benar mengerikan. " Wajah Liam berubah menjadi serius. Ia mengesampingkan ketakutannya, tangannya tidak gemetar lagi. Yang bisa Ia lakukan saat ini hanya berpikir secara logis menganalisa situasi dan menemukan siapa PELAKUNYA.
Ia memberikan kembali formulir pendaftaranya ke pak Tono. Seakan yakin kalau ia memang mendaftar pada hari itu. Dengan adanya saksi dan bukti nyata pendaftaran, Liam tidak bisa menyangkal lagi. Sekarang ia harus fokus mencari dalangnya dan tentunya ia akan bersekolah di Melveron.
Pak Tono menerima formulir dari Liam dengan wajah keheranan. Ia kebingungan dengan sikap Liam hari ini.
"Apa kau baik baik saja nak Liam? Apa kau sakit? Seragam mu juga berantakan, Kau tidak dikejar golem kan? Sepertinya kau tadi dari hutan, dompet mu tidak di curi kurcaci kan?..... " Pak Tono menghujani Liam dengan berbagai pertanyaan."Santai pak udah kaya interview kerja aja. Saya baik baik saja pak, cuma kesandung dikit gak ngaruh. "Jawab Liam dengan tersenyum. Ia semakin yakin bahwa pak Tono tidak berbohong soal melihat Liam mendaftar di sekolah seminggu lalu. Dengan semua pertanyaan tadi, Liam menyimpulkan bahwa pak Tono orangnya cukup detail dalam melihat sesuatu. Ingatannya juga bagus meskipun sudah terlihat tua.
"Kalau begitu pak, saya izin permisi ke sekolah dulu. " Liam bersalaman dengan pak Tono dan berjalan melewatinya.
" Jalannya bukan di situ nak, kau bisa pergi kearah sana. Bergabunglah dengan murid lainnya. " Pak Tono menunjuk ke arah pohon beringin raksasa di tengah pasar yang dikelilingi oleh banyak kios ramai, kios kios itu terlihat teduh karena berada di bawah pohon beringin. Ada banyak juga siswa yang mengenakan almamater hitam dengan dasi putih bergaris hitam miring.
"Tapi sebelum pergi sebaiknya kau rapikan dirimu dulu. " Ucap pak Tono.
"Saya harus mandi lagi dong pak. " Jawab Liam."Hmmmm kita kan penyihir nak. Mantra saja sudah cukup untuk membersihkan pakaian. " Pak Tono sedikit tertawa. Ia mengangkat jari telunjuknya ke atas dan mengayunkan kearah Liam.
"....𝙕𝙤𝙣𝙞𝙪𝙨 𝙛𝙖𝙩𝙧𝙤𝙣𝙤𝙨..... " Pak Tono mengucapkan mantra sihir. Jari telunjuknya mengeluarkan kabut berwarna pink yang berkilau seperti di hiasi manik manik. Kabut itu mengelilingi Liam dan dengan sekejap seragam Liam berubah menjadi seragam sekolah MELVERON.
Liam sudah tidak merasa aneh dengan apa yang terjadi. Sihir sudah menjadi jawaban semua pertanyaan yang ada dikepalanya. Jika orang biasa berasa disini, pasti akan pingsan melihat semua kegilaan ini.
"Woow sepertinya aku akan menyukai sihir. " Ucap Liam. Ia sekali lagi melihat pakaiannya dari atas sampai bawah.
"Jika kau kurang puas dengan pakaiannya, kau bisa request ke tukang jahit sekitar sini. Setiap murid bebas memodifikasi pakaian mereka asalkan sopan. " Ucap pak Tono.
Liam melipat lengan panjang almamaternya sampai ke atas siku. Ia berterima kasih kepada pak Tono dan menuju ke keramaian murid murid di bawah pohon beringin.
Banyak murid yang sepertinya menunggu sesuatu. Ada beberapa dari mereka yang berbincang bincang mencari teman baru, ada yang membeli peralatan sihir di depan kios, ada yang berfoto bersama dengan seragam sekolah, ada juga orang yang sedang nungging di tempat sampah mencari sesuatu.
"Haiiishh dimana ya tadi tu kacamata. " Ucap laki laki yang sedang terlihat mencari sesuatu, rambutnya berwarna hitam dengan beberapa warna garis putih. Ia mengenakan tas pinggang selempang berwarna coklat tua. Dan masih sibuk mengacak ngacak tong sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyasar ke sekolah sihir
FantasyPernah nyasar? Nyasar di jalan, kurang greget. Nyasar ke sekolah sihir ni bos. Liam tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, yang awalnya ingin menjalani kehidupan sekolah biasa, malahan dia harus bersekolah di sekolah sihir karena nyasar. Tapi apak...