Liam berjalan di trotoar sambil bersenandung ria. Selain karena sudah memecahkan misteri pencurian ruang terkunci, ia juga menemukan petunjuk tentang pelaku dibalik pendaftarannya.
Liam membuka pintu rumahnya dengan mudah, menandakan orang tuanya sudah pulang. Ia juga melihat mobil ayahnya terparkir di garasi. Ketika masuk rumah tatapan tajam seperti hari biasanya menggetarkan tubuh Liam.
"Dari mana saja pulang jam segini?" Ibu Liam berdiri di depan ruang tamu, sambil memegang handphone yang ia gunakan untuk menelpon tadi.
"He he eeeeee tadi ada acara sama temen jadi pulang agak sore."
"Jawaban agak lama, muka dan tangan juga ada bekas lebam, di tambah rambut acak acakan. Pasti habis berantem kan."
"Enggak kok buk, cuma ada kegiatan ekstra." Liam berusaha menyangkal meskipun ia tahu itu percuma.
"Bohong lagi, katanya ada acara sama temen."
Ibu Liam mempunyai pengamatan yang tajam, sehingga kemungkinan Liam untuk berbohong di depan ibunya 0%
Ibu Liam menghela nafas terlihat seperti kecewa. "Ibu tadi menelfon ke SMA, guru bilang, Liam terlihat perkelahian hingga harus menerima hukuman sampai sore, begitu kata guru BK kamu."
'𝘏𝘢 𝘩𝘢 𝘩𝘢 𝘬𝘰𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢, 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢, 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪𝘯. 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘪𝘣𝘶 𝘪𝘯𝘧𝘰 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘳𝘪𝘯? 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯!"
"Ibu nelpon sekolah dan... "
"Pinjam HP bentar buk." Liam langsung mengambil Hp dari tangan ibunya. Dan berlari menaiki tangga menuju ke kamar.
"Itu anak kenapa dah, eeeh Liam ibu belum selesai bicara!"
Ia masuk kekamar. Melemparkan tasnya seperti biasa dan melepas almamaternya di kasur. Liam berusaha menelpon nomor SMA tapi tidak ada respon sama sekali.
"Sial, siapa sebenarnya orang yang di telpon ibu? Kenapa orang ini bisa tahu aku berkelahi kemarin? Apa aku juga di awasi ketika sekolah? Bahkan dia bilang aku bakal pulang telat, berarti ia tahu aku masih di sekolah waktu itu."
Liam mencatat nomor HP SMA Neon di kertas, ia berniat menghubunginya besok jika hari ini masih tidak ada tanggapan."
___________
Kamis pukul 06:45
Liam tertunduk lesu sambil berjalan melewati jembatan sekolah yang masih berembun dengan suara air terjun di sekitarnya. Ia hari ini berangkat lebih siang karena sibuk menelpon nomor SMA dan berkali kali tidak mendapat jawaban apapun.
Hari in sekolah terlihat lebih ramai. Bukan hanya karena Liam berangkat lebih awal, tapi para murid tingkat 2 yang sudah kembali ke sekolah dari pelatihan di pulau Rindaya.
'𝘈𝘱𝘢 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘵𝘪𝘩𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘭𝘢𝘯𝘨𝘴𝘶𝘯𝘨 3 𝘩𝘢𝘳𝘪?"
Liam berjalan tanpa menghiraukan hal tersebut, karena ia tahu siapa yang tahu jawaban lengkapnya. Ketika sampai di taman langkahnya terhenti.
Perhatiannya teralihkan pada gadis kecil kemasan sachet dengan seragam kelas olindra. Ia terlihat ingin menggapai sarang burung yang mau jatuh dari dahan pohon berbunga yang tidak terlalu tinggi.
"Permisi, ada yang bisa ku bantu." Liam menghampiri gadis kecil yang tampak kesusahan itu.
Mendengar suara Liam dari belakang, ia sedikit terkejut dan berlari menuju ke belakang batang pohon sambil sedikit mengintip siapa orang yang memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyasar ke sekolah sihir
FantasíaPernah nyasar? Nyasar di jalan, kurang greget. Nyasar ke sekolah sihir ni bos. Liam tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, yang awalnya ingin menjalani kehidupan sekolah biasa, malahan dia harus bersekolah di sekolah sihir karena nyasar. Tapi apak...