BAB 19 Kelas Chandrani

38 7 0
                                    

Pintu besar ruang aula sekolah terbuka. Bu Naela dan Pak Reza guru terakhir yang memasuki ruang aula sehingga beberapa pasang mata menatap kearah mereka berdua. Di dalam aula, guru dan petugas keamanan sekolah terlihat duduk di kursi yang berjejer menghadap kedepan panggung. Mereka saling berbincang satu sama lain mempertanyakan kenapa kepala sekolah mengadakan rapat secara tiba tiba.

"Sepertinya kita berdua belum terlambat."

"Jika kau tidak mengajakku bicara terus kita akan sampai lebih cepat Reza."

Mereka berdua duduk dibagian bangku paling belakang. Sesaat setelah mereka duduk, kepala sekolah berjalan kearah podium yang terletak di atas panggung.

"Terima kasih atas kehadiran kalian semua pagi ini. Sebelumnya aku minta maaf karena secara tiba tiba mengadakan rapat ini dan menganggu kesibukan kalian di kelas."

"Tidak perlu minta maaf pak kepala sekolah. Kami tahu rapat kali ini pasti membahas hal yang penting dan tidak bisa ditunda tunda." Ucap Bu Dian memaklumi hal tersebut. Guru lain pun hanya mengangguk mendengar Bu Dian.

"Terima kasih atas pengertiannya Bu Dian." Kepala sekolah menghela nafas panjang. Ia membawa beberapa kertas di tangan kanannya. "Baiklah rapat kali ini adalah tentang kemunculan Red eye. Beberapa petugas keamanan sihir ditemukan tewas di jalur kereta MRT bawah tanah jakarta. Selain itu di tubuh mereka terdapat tanda kutukan penyihir kegelapan."

"Lalu apa hubungannya dengan rapat hari ini? Kami semua sudah mengetahui berita itu. Dan sekarang situasi menjadi kacau," Pak Hendra bangkit dari duduknya. "Karena berita tersebut juga membuat pelatihan di Pulau Rindaya menjadi terhenti, apa sebenarnya yang dipikirkan Kementrian?"

"Aku tahu Kementrian akhir akhir ini sedikit kacau, tapi tak kusangka mereka akan mempublikasikan berita ini. Sekarang seluruh negri dilanda kekacauan. Tapi bukan hal ini yang ingin kita bicarakan." Kepala sekolah membaca kertas yang ia bawa di atas podium. "Belum lama ini juga ditemukan beberapa surat komunikasi antara Red Eye dan salah seseorang di sekolah ini."

Ruangan menjadi heboh sejenak. Semua saling memperhatikan satu sama lain, sambil bertanya tanya Siapakah orang tersebut.

"Apa kami bisa tahu isi surat tersebut?" Tanya Bu Naela sambil mengangkat tangan.

"Dalam surat kertas ini bertuliskan, 'aku akan datang ke Melveron minggu ini. Pastikan tidak ada orang mencurigaimu.' Dari surat ini kita sudah tahu. Ada pengkhianat di sekolah ini."

"Tapi apakah benar itu surat dari Red Eye? Bisa saja cuma iseng, atau orang lain yang mengirim kan?" Kata Pak Jono meragukan surat tersebut.

Kepala sekolah menuju ke bagian kanan panggung. Ia mengambil sangkar burung yang didalamnya terdapat gagak. "Gagak ini adalah bukti bahwa Red Eye yang mengirim surat tersebut. Beberpa petugas keamanan melihat ia berusaha menembus barier sihir sekolah dengan kertas di kakinya." Kepala sekolah mengeluarkan tongkat sihir. Ia mengarahkan tongkat sihirnya  pada gagak dalam sangkar.

"𝗚𝗶𝗮𝗻𝗼 𝗿𝗲𝘁𝘂𝗿𝗮." Cahaya kekuningan memancar dari ujung tongkat sihir. Gagak tersebut menjadi lebih agresif dari sebelumnya. Ia berusaha terbang keluar dari sangkar sambil menabrakkan badan dan kepalanya di jeruji sangkar.

"Sepertinya mantra ini belum cukup ya. 𝗚𝗶𝗮𝗻𝗼 𝗿𝗲𝘁𝘂𝗿𝗮 𝗲𝘅𝗽𝗹𝗼𝗼𝗼𝘂𝗿." Mantra terakhir itu membuat cahaya kekuningan semakin terang. Gagak itu berteriak kencang. Aura sihir kegelapan keluar dari tubuhnya membentuk asap hitam keunguan yang semakin lama memudar di angkasa dan berubah menjadi partikel kecil.

"Aku rasa sudah tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi." Kepala sekolah memasukan tongkat sihirnya kedalam jasnya. Ia menoleh ke arah guru guru yang terkejut dengan aura hitam dari gagak.

Nyasar ke sekolah sihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang