Ruangan kesehatan sekolah terletak di lantai 2 dan merupakan ruangan yang cukup luas. Di kanan ruangan terlihat beberapa tempat tidur dan meja di setiap sisi. Di bagian kiri ruangan ada beberapa lemari kayu coklat yang penuh dengan buku dan obat obatan herbal.
Dilan saat ini tertunduk lesu duduk di atas tempat tidur dengan wajah pucat. Ia memegangi kepalanya yang masih merasa pusing. "Maaf Pak, saya sendiri tidak mengingat apa yang terjadi sebelumnya."
Pak Reza dan kepala sekolah saat ini berada di ruangan kesehatan. Memastikan kondisi Dilan baik baik saja dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Dilan.
"Apa kau tidak bisa mengingat sedikitpun sebelumnya?" Pak Reza memegang pundak Dilan. Memperhatikan wajah Dilan yang masih kebingungan.
Dilan menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Yang saya ingat terakhir kali, hanya berlarian di dalam hutan, setelah itu saya tidak tahu."
Pak Reza mengangguk pelan. Ia menghela nafas dan menepuk pundak Dilan beberapa kali. "Kalau begitu sekarang kau istirahat dulu. Aku akan memberitahu guru yang mengajar jam pelajaran berikutnya, saat ini istirahat saja dulu."
"Tapi Pak Reza, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dengan teman yang lain?"
"Kau hanya pingsan, itu saja. Temanmu yang lain baik baik saja, jangan terlalu dipikirkan kau istirahat saja. Jika ingat sesuatu bilang padaku ya?" Pak Reza dan kepala sekolah meninggalkan ruang kesehatan.
"Apa kau yakin itu Red Eye?" Tanya kepala sekolah.
"Sayangnya itu benar. Aku menemukan anak itu dengan luka memar, di tambah energi sihir kegelapan. Aku juga yakin Red Eye mengubah ingatannya. Karena anak itu pasti bertarung dengannya meski sesaat."
Kepala sekolah berhenti di tengah tengah koridor dan menatap ke arah jendela luar. "Rahasiakan ini semua dari guru juga orang lain. Hal yang aku khawatirkan mulai terjadi. Jika memang itu benar Red Eye, maka penghianat ada di antara murid tingkat pertama."
"Hhhhhh ini menyebalkan. Sekarang aku harus mencurigai muridku sendiri." Pak Reza juga menatap ke arah Jendela. Ia melihat banyak murid berlalu lalang di luar.
"Pengkhianat tetap penghianat Reza. Murid atau bukan kita tetap harus menangkapnya. Jangan sampai kejadian ini sampai terulang lagi." Kepala sekolah melangkah pergi. Suara sepatunya menggema di lorong koridor sekolah.
"Kalau begitu aku minta kenaikan gaji!" Kata Pak Reza sambil berteriak keras melihat kepala sekolah pergi begitu saja. "Red Eye apa yang sebenarnya kau incar."
_________________
Bel tanda istirahat berbunyi. Suara yang sangat disukai setiap murid disekolah. Dengan cepat lorong lorong yang awalnya sepi, di penuhi murid yang ingin menuju ke kantin.
Liam, Shery dan Alex juga bersiap siap menuju ke kantin. Tapi karena Liam masih sibuk merapikan buku. Shery dan Alex memutuskan untuk pergi duluan ke kantin.
"Liam, apa kita bisa bicara sebentar." Melisa menghampiri Liam dengan senyuman ramah seperti hari hati biasanya.
Liam menoleh sebentar sebelum memasukkan bukunya ke dalam tas "Apa?"
"Apa kau bisa memberitahu ku lebih jelas lagi soal pertandingan tadi? Kenapa kita bisa menang? O iya, tadi siaran kristal sihir putus koneksi. Jadi kami kurang tahu kronologinya." Tanya Melisa dengan penuh penasaran.
"Koneksi siaran terputus?" Liam diam sejenak. "Kenapa kau tidak tanya Alvin? Dia pasti lebih paham."
Melisa menghela nafas samar. "Niatnya sih gitu, tapi Alvin tertidur di tengah pertandingan. Jadi ia tidak bisa memberikan penjelasan yang lengkap."
![](https://img.wattpad.com/cover/357778220-288-k318436.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyasar ke sekolah sihir
FantasíaPernah nyasar? Nyasar di jalan, kurang greget. Nyasar ke sekolah sihir ni bos. Liam tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, yang awalnya ingin menjalani kehidupan sekolah biasa, malahan dia harus bersekolah di sekolah sihir karena nyasar. Tapi apak...