BAB 44 Memecahkan Teka-Teki

12 3 0
                                    











"Bersembunyi di balik dinding pengetahuan, itu pasti sekolah kan? Apa perpustakaan?" Liam terpaku dengan kertas bertuliskan teka-teki yang ia dapatkan kemarin. Rumor yang mengatakan bahwa Keris Lhandra, salah satu senjata kuno disimpan di sekolah tidak sepenuhnya salah. Setidaknya dia mulai memahami arti kata baris pertama, antara kelas, perpustakaan, atau ruangan lain yang ada di sekolah.


Liam melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah setelah diam beberapa menit memahami arti kata baris pertama. Kedua bola matanya mulai turun ke kata di baris kedua yang bertuliskan 'Di bawah cangkang yang megah' membuat otaknya kembali bekerja keras berpikir mencari maksudnya.


Liam masih fokus memecahkan teka-teki sambil terus berjalan ke depan, bahkan ia hampir  menabrak orang yang ada di depannya. Beruntung, ia tidak membuat orang yang ada di depannya terjatuh. Liam hanya menyenggol bahunya sedikit.

"Maaf, aku tidak tahu jika di depanku ada...." Liam diam sejenak ketika mengetahui siapa yang ada di depannya. Liam tersenyum menyeringai. "Maaf ya, aku tidak bisa melihatmu karena—"

"Karena apa? Karena aku kurang tinggi? Ha!" ketus Violet. Ia semakin kesal melihat ekspresi tersenyum Liam.

"Aku tidak bisa melihatmu karena kabut. Kenapa kau sangat emosi sekali? Lagian aku sudah minta maaf kan?"

"Diamlah! Aku tidak ingin pagiku rusak karena berdebat denganmu." Violet memilih menghiraukan Liam dan melangkah lebih dulu menuju halaman sekolah.

Liam tersenyum kecil merasakan kemenangan pagi ini. Ia berjalan di belakang Violet, kembali fokus dengan teka-teki yang ada di kertas.

Mereka berdua melangkah dalam hening di halaman sekolah yang di penuhi bunga dan tanaman hias. Cahaya matahari juga mulai menyinari taman, membuat kabut perlahan hilang dan bunga kembali mekar.

Beberapa armor besi dan patung yang biasanya diam, juga mulai membersihkan lorong-lorong sekolah dengan sapu atau alat kebersihan lain. Liam dan Violet sempat berhenti sejenak menunggu mereka selesai menyapu, kemudian lanjut menuju kelas.

"Oi kalian berdua, tunggu sebentar!" teriak seseorang tak jauh di belakang mereka. Liam dan Violet menoleh ke arah sumber suara. Melihat siapa yang menghampiri mereka.


Seorang laki-laki dengan rambut berantakan berwarna abu-abu sedikit kusam. Seragam sekolahnya sedikit berantakan. Ia juga membawa dua kardus berisi buku dan alat-alat aneh. Saking banyaknya hingga menutupi wajahnya. "Bisa kalian berdua membantuku membawa kardus ini ke ruang kepala sekolah." Ia menaruh semua benda bawaannya di lantai. Nafasnya tersenggal karena kelelahan.

"Kenapa kau tidak menggunakan sihir agar lebih mudah membawanya?" tanya Liam sedikit penasaran. Banyak orang di sekolah menggunakan sihir untuk memudahkan pekerjan, bahkan Liam mulai menggunkan sihir kutukan, mencoba memanggil makhluk dunia lain untuk mengerjakan PR sekolahnya.

"Tidak semua orang bisa menggunakan mantra sihir angin. Dasar anak kelas satu." Ia meregangkan tubuhnya. Masih merasa sedikit pegal.

"Anda kakak kelas tingkat dua?" Kali ini Violet yang bertanya.

"Tingkat tiga lebih tepatnya. Namaku Alfa, sang kuda hitam kelas Olindra." Alfa tersenyum menyeringai setelah memperkenalkan dirinya.

"Kuda hitam?" ujar Liam dan Violet bersamaan.

"Itu hanya julukan yang aku buat sendiri, jangan dianggap serius. Kalau begitu aku pergi dulu, ada urusan yang sangat penting jadi aku minta tolong pada kalian ya?" Alfa pergi dengan cepat seakan terburu-buru. "Aku serahkan pada kalian ya, Liam, Violet! Taruh di meja kepala sekolah!" ucap Alfa dari kejauhan, kemudian kembali berlari kecil.

Nyasar ke sekolah sihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang