KETUA OSIS

21 3 0
                                    

"Zela?" tanya Dergan dengan ekspresi heran.

"Gendra alzesua." ucap Gendra dengan dahi sedikit mengkerut heran dan menatap satu persatu wajah inti gray lion.

"Nyariin gua atau Zela?" tanya Gendra melihat wanita yang berada di sampingnya.

"Lepasin!" tekan Zela. Zela berusaha melepas lengan kekar Gendra yang mengunci pergerakannya.

"Lepas." ucap Davier.

"Gerland..Gerland.. Sepupu yang paling gua sayang, lo sayang kan sama orang ini?" tanya Gendra melihat ke arah Zela, karna tidak mendapat sahutan dari Davier Gendra kembali berbicara.

"oh ya, gimana keadaan lo dan papa lo yang ga pernah ngebelain anaknya sendiri? baik baik aja kan? Gua khawatir.." ucap Gendra dengan senyum liciknya.

Davier dengan kesal melayangkan satu pukulan tepat mengenai lengan Gendra hingga sang empu meringis kesakitan dan melepas Zela begitu saja.

Zela berlari menuju Gray lion menatap kesal Gendra.

"Dasar cewe bego." umpat Davier pelan namun masi terdengar oleh Zela.

"Jaga omongan lo." tekan Zela.

"Seluruhnya! Maju." titah Gendra menyuruh anak buahnya untuk menyerang gray lion.

Perkelahian terjadi saat itu juga.

🐝

Mereka sampai di markas gray lion, kini tidak hanya berlima, bersama Zela dengan tubuh masing masing terkena luka, kecuali Zela yang di jaga ketat oleh gray lion dan tidak sedikitpun terkena luka.

Zela memilih duduk di sofa dan melihat sekeliling markas, seperti pandangan orang orang sebelumnya Zela merasa ini bukan sebuah markas melainkan rumah mewah.

"Markas ini di buat Gerland persis rumah biar ga ada yang curiga. Termasuk anggota Gendra." ucap Dergan menjelaskan ekspresi bingung dari wajah Zela.

Zela mengangguk mengerti, bahkan dia sama sekali tidak tahu, sebelumnya dia berpikir jika markas ini hanya rumah sisa yang Gerland miliki dan di jadikan markas, namun pikiran itu kini terjawab dengan jelas.

Zela melihat seluruh wajah Gray lion yang lebam. "Gua harus ngobatin lu pada, satu persatu nih?" tanya Zela yang masi bingung harus mulai dari mana.

"Gausa Zel, boss kayanya lebih butuh dah." ucap Aldo melihat Davier yang sedang kesusahan menaruh plaster pada dahinya.

"Gausa gua bisa pakai kaca." tolak Davier.

Tanpa pikir panjang Zela menepis pelan lengan Davier yang masi berusaha menempelkan plaster pada dahinya.

"Gini aja lu belum beres. Harusnya di kasi alkohol dulu, biar ga infeksi. baru di taruh plaster." omel Zela sembari menuangkan alkohol pada kapas.

"Brisik."sahut Davier.

Zela tidak peduli dengan wajah Davier yang kesal, Zela lebih memilih fokus mengobati dahi lelaki itu.

Tidak sekali dua kali Davier meringis saat Zela menekan nekan pelan dahinya.

"Pukul pukulan ga sakit, giliran di obatin malah sakit, gimana sih lo." ucap Zela.

Davier mendongak ingin mengomel balik, namun ia urungkan saat melihat berapa dekatnya wajah Zela dengan wajahnya saat ini. Davier melihat dengan teliti, mulai dari wajah, mata, bahkan bersihnya kulit Zela, buruhan napas Zela dapat ia rasakan mengenai wajahnya.

Zela yang menyadari itu menatap balik ke arah Davier, bukannya membuang wajah Davier malah melihat lebih fokus pada lengkukan wajah sempurna yang dimiliki oleh Zela. Hanya ada satu kata yang tersirat di hatinya. Lo ga salah pilih Ger. Batin Davier.

HE IS POSSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang