-oOo-
TSABITA merapatkan rahang. Tangan masih terjulur menjewer daun telinga Shaka.
"Kebiasaan, kalau enggak ada aku ngomong macem-macem!"
Ihatra, dengan ekspresi tercabik geli, menahan tawa sambil menutup mulut dengan tangan. Dia menyaksikan wajah Tsabita merona merah―barangkali karena marah, malu, atau keduanya. Wanita itu melepas jeweran pada kuping Shaka dengan satu sentakan keras, membuat anak itu nyaris terjungkal ke sungai andai Ihatra tidak cepat-cepat menahan berat tubuhnya.
Shaka menegapkan punggung, selagi mengelus telinganya yang nyeri dan memerah, menggerutu pada Tsabita sambil melotot, "Awas, ya. Bakal kulaporin sebagai percobaan pembunuhan!"
"Bakalan kubunuh sebelum kamu sempet ngelapor."
Shaka langsung mencengkeram dadanya seperti terkejut, lantas merapat pada Ihatra seakan meminta pertolongan, "Mas lihat sendiri, kan? Mbak Bita kayak psikopat kalau obatnya habis!"
"OH! ANAK SIALAN―"
"EH! BAHASANYA! KUADUIN IBU!"
"KURANG AJAR!"
Saat hendak menjewer telinga saudaranya lagi, Shaka refleks bersembunyi di punggung Ihatra. Tsabita tidak sengaja menghalau tangannya dari bahu Ihatra, sehingga wanita itu kehilangan keseimbangan dan hendak jatuh. Ihatra buru-buru menarik Tsabita ke dalam pelukan dan malah membiarkan dirinya tersungkur ke sungai sedangkal betis.
Byur! Insiden itu membuat keduanya diliputi syok. Tsabita dan Ihatra saling berpandangan. Jantung Ihatra berdegup kencang. Dia bisa merasakan tubuh bagian atas Tsabita menempel di dadanya, seperti burung mungil yang terkurung dalam sangkar lengannya. Seketika sekujur tubuh Ihatra merinding. Hatinya tercabik antara malu dan kegirangan.
Namun, suara panik Shaka langsung menamparnya kembali ke kenyataan.
"Mas Iyat!"
Shaka cepat-cepat membantu Ihatra untuk naik ke tepi. Tsabita melihatnya dengan tatapan ngeri seolah baru saja melakukan kesalahan hebat abad ini. Bagian belakang pakaian Ihatra basah kuyup. Air merendam pantatnya, membasahi rambut tembaganya sehingga helaiannya yang lepek menempel di wajah.
"Astaga, Mas Iyat enggak papa?"
"Enggak papa." Ihatra duduk di atas bebatuan dan memeras-meras pakaiannya. Sementara Shaka, tanpa sepengetahuan Ihatra, melirik mencibir pada Tsabita sambil mencolek pinggangnya.
"Saya enggak papa, kok. Kalian udahan ya tengkarnya," ujar Ihatra sambil mendongak. Tsabita hendak membungkuk sembilan puluh derajat untuk minta maaf, tetapi Ihatra menghalau bahu wanita itu dan melayangkan senyum untuk membesarkan hatinya.
Tsabita sejenak terkejut saat melihat ekspresi wajah Ihatra yang tidak tersinggung sama sekali.
"Maaf, ya, Mas," Tsabita berceletuk. "Seharusnya tadi biarin saya jatuh aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒
Romance⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Setelah terlibat kasus besar yang menghancurkan kariernya sebagai aktor dan penyanyi, Ihatra Kama melarikan diri ke sebuah pulau kecil di wilayah selatan Indonesia untuk memulai hidup baru. Setidaknya, begitulah yang semu...