Ada yang kangeeennn?
IHATRA terbangun di sofa ruang tamu dalam posisi terlentang; satu kakinya naik dan menekuk keluar dari punggung sofa, sementara lengan kirinya terhampar ke karpet menindih remote televisi. Sambil mengerjap-ngerjapkan mata, bibirnya mengerucut seperti bebek. Secara ogah-ogahan jemarinya meraba sofa untuk menemukan ponsel yang sejak tadi berbunyi nyaring.
"Buset ini adzan subuh aja belom, dasar orang gila!" Erangan jengkel itu diikuti jemarinya yang menyambar ponsel di antara lipatan sofa. Nama Jayden muncul di layar, tetapi Ihatra hampir tidak punya kendali untuk bersikap ramah. Maka ketika panggilan itu terhubung, kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah umpatan kebun binatang;
"Kampret lo, babi! Ngapain sih telepon segini paginya?"
"Lo ... hati-hati! Habis ... dateng ...."
Suara Jayden muncul-tenggelam seperti gangguan sinyal.
Ihatra mengucek matanya dan membalas dengan tidak sabar. "Apaan, Jay?"
"Dia ... dalam perjalanan ...."
"Hah, dia? Dia siapa? Siapa mau ke mana?"
"Dengerin makanya―bego! Lo ... rumah lo! Jangan pergi!"
"Jay, woy? Suara lo kepotong-potong!"
Ihatra lekas bangkit dari sofa, lalu menatap layar ponsel. Ketika dia membaca pesan otomatis yang memintanya memeriksa perangkat dan koneksi internet, benaknya mulai menangkap tanda-tanda tidak beres. Ihatra baru saja hendak menuju halaman belakang untuk mendekat ke router WiFi ketika mendadak―tanpa pemberitahuan ataupun prasangka―listrik di rumahnya padam.
Sambungan telepon seketika terputus.
Ihatra membeku di ruang tamu yang gelap gulita.
"Sial," rutuknya lirih, lalu buru-buru menyalakan senter dengan tangan gemetar. Paniknya kumat sehingga ponsel yang digenggamnya justru jatuh hingga berbunyi prak!
Pria itu berjongkok dan meraba-raba lantai, sambil berusaha mengendalikan laju napasnya yang memburu cepat. Ketika dadanya mulai nyeri lantaran aliran darahnya naik drastis, Ihatra akhirnya menemukan ponsel yang telah terpelanting satu meter jauhnya. Dia segera menghadapkan layarnya yang bersinar di depan, lalu merangkak menuju jendela kebun yang masih terkunci dan tertutup tirai.
Sret! Suara tirai disibak. Serbuan cahaya dari lampu halaman menyinari kegelapan di dalam. Ihatra terhuyung-huyung bangkit dan langsung membuka kunci jendela, lalu keluar ke kebun dan duduk di undakan terasnya yang cukup terang.
Dalam hitungan menit, rasa takutnya perlahan surut. Jantungnya masih berdebar, tetapi tidak sekencang tadi. Sungguh sial. Berkali-kali Ihatra merutuki listrik tempat tinggalnya yang sejak dulu selalu bermasalah. Padahal fasik kediamannya lebih modern dibandingkan pemukiman di sekitar, tetapi ternyata rumah ini hanya kelihatan indah di luar saja. Listrik dan segala fasilitasnya masih sama payah seperti lingkungannya yang lawas dan serba terbatas. Kapan-kapan Ihatra akan minta bantuan Pak Ersan untuk menyediakan sumber alternatif yang bisa menolongnya kalau-kalau mati listrik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒
Roman d'amour⭐ Follow sebelum membaca ⭐ Setelah terlibat kasus besar yang menghancurkan kariernya sebagai aktor dan penyanyi, Ihatra Kama melarikan diri ke sebuah pulau kecil di wilayah selatan Indonesia untuk memulai hidup baru. Setidaknya, begitulah yang semu...