33. Tuduhan Tidak Terbukti

72 14 18
                                    

Mayeeemm. Chapter ini rada lebay awkwkw. AKU MALU BIKINNYA SUMPAH 😭😭😭 Semoga kalian memaklumi aku yang masih belajar nulis romance 🤧🙏🙏🙏

BEGITU melihat sosok Egar yang memasuki ruang tamu, bulu kuduk Ihatra merinding, entah untuk alasan apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BEGITU melihat sosok Egar yang memasuki ruang tamu, bulu kuduk Ihatra merinding, entah untuk alasan apa. Barangkali dia terintimidasi dengan ekspresi Egar yang langsung memekikkan kebencian saat menatapnya, atau barangkali dia lebih cemas bila lukisan pemberiannya ketahuan.

"Loh, kok ada dia?" Pertanyaan Egar terpetik laksana api yang menyulut kayu.

"Hai, Mas." Ihatra berusaha menormalkan suasana. "Saya cuma mampir sebentar. Habis ini pulang, kok."

Tsabita, yang berdiri di samping Egar, mulanya tidak merasakan kecanggungan apa pun atas kedatangan kekasihnya. Namun, kenangan di klub tinju tentang Egar yang sempat cemburu mendadak terputar. Apakah kedatangan Ihatra membuat kekasihnya murka lagi? Tatapan Tsabita merayap naik, memeriksa ekspresi Egar. Pria itu merapatkan rahang dan memasang sorot berapi-api, seolah siap melahap apa pun yang ada di hadapannya. Waduh, celaka.

"Egar udah sarapan? Tadi aku bikin pisang goreng sama lumpia." Tsabita mencoba mencairkan suasana tegang di ruang tamu. Tak lupa menggandeng Egar agar kekasihnya bisa sedikit tenang. Egar rupanya tergerak dengan suara Tsabita. Dia menunduk menatap wanita itu.

"Pagi-pagi kok nawarin gorengan?" Tatapan Egar mendarat pada sepiring kudapan di atas meja. "Enggak baik buat perut, Sayang. Nanti jadi cepet kembung dan mulas."

Tsabita kelihatan terkejut karena dibalas serius seperti itu. Dia melirik Ihatra sekilas dan mencoba mencari topik lain. "Kalau gitu aku bikinin yang lain."

"Enggak usah. Aku biasa makan di atas jam sepuluh." Kalimat Egar terjeda sebentar, seperti sedang berpikir, lalu, "Oh ya, Sayang. Aku mau ambil jaket yang waktu itu kamu pinjam."

"Jaket?" Tsabita mengerutkan kening. "Aku enggak pernah minjam jaket darimu."

"Kamu lupa kali, soalnya udah lama minjemnya. Coba cari jaket kulit hitam di lemarimu. Pasti ada."

Tsabita terdiam, seolah tahu ada yang tidak beres dari suruhan mendadak itu. Namun karena tidak ingin memicu kecurigaan, akhirnya wanita itu mengiyakan permintaan dan tanpa babibu menggeluyur pergi ke kamarnya. Sementara itu, Ihatra hendak pamit pulang, namun Egar buru-buru menghalangi jalannya dan memberi tatapan tajam, seolah-olah dia ingin menahan Ihatra demi menuntut jawaban.

"Gimana latihan tinju waktu itu?" adalah pertanyaan pertama Egar untuknya.

Tumben nih orang basa-basi. "Lumayan. Pulang dari latihan badan saya agak linu."

"Baru gitu aja udah linu."

"Wajar kok menurut saya. Yang enggak wajar itu membanding-bandingkan kondisi kesehatan pemula sama yang senior. Saya kan bukan Mas yang udah jago."

𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang