49. Tawaran Menginap

87 13 9
                                    

SORE hari setelah memastikan Ihatra meminum obatnya dan tidur, Tsabita keluar dari kamar dan berlalu ke dapur untuk mencuci gelas yang sudah kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SORE hari setelah memastikan Ihatra meminum obatnya dan tidur, Tsabita keluar dari kamar dan berlalu ke dapur untuk mencuci gelas yang sudah kosong. Di ruang tamu yang berlokasi tidak jauh dari sana, Anastasya rupanya sudah tertidur pulas dengan posisi duduk dan kepala terkulai di punggung sofa. 

Tsabita mengingat kata-kata yang dilantunkan Pak Ersan sebelum ini, bahwa Tasya datang kemari pagi-pagi sekali sambil menyeret kopor dan menyulut kekacauan besar lantaran kedatangan yang tanpa aba-aba. Berbekal empati, Tsabita berinisiatif menyeduhkan susu hangat sembari menyiapkan makanan menggunakan bahan-bahan yang tersisa di lemari es―hanya ada kacang polong, telur, udang, dan wortel. Dia keluar dengan ide semangkuk sup kuah kental yang proses masaknya tidak sampai tiga puluh menit.

Lekas itu Tsabita menghampiri sofa di ruang tamu dan meletakkan sajiannya. Tasya tidak perlu upaya keras untuk dibangunkan, sebab gadis itu langsung membuka mata manakala mencium aroma semerbak makanan yang lewat.

"Makan dulu. Kamu pasti capek setelah perjalanan." Tsabita duduk di lajur sofa yang kosong dan menanti Tasya untuk mengambil sup buatannya.

Namun bukannya mengisi perut, gadis itu justru mendongak pada Tsabita dan menyuarakan pertanyaannya tanpa basa-basi. "Gimana Kak Iyat?"

"Lagi tidur."

"Udah minum obat?"

Sudah dikerokin, dipijat, minum obat, ditungguin sampai dia tidur. Tapi Tsabita hanya memberi jawaban pendek. "Sudah, kok."

Tasya memeriksa apple watch di pergelangannya dan agak syok melihat waktu yang menunjukkan sore hari. "Astaga, aku ketiduran sampai sore gini!"

"Makan dulu, Tasya."

Gadis itu berpaling pada Tsabita. Terbit kernyitan di keningnya, seolah menyadari sesuatu yang aneh. "Tunggu, dari tadi aku penasaran ... kamu udah kenal lama sama Kak Iyat, ya? Terus, kenapa kamu juga panggil aku pakai namaku? Jangan kamu ... sudah tahu siapa aku."

"Eh, saya ...."

"Kamu salah satu fans-ku, ya?"

Seketika Tsabita kehilangan kata-kata. Tasya yang tampaknya tidak memikirkan jawaban lain selain tuduhannya yang penuh kepercayaan diri, melanjutkan dengan perasaan sebal bercampur kepuasan. "Harusnya aku sadar ini dari tadi, soalnya kamu kelihatan aneh pas ketemu aku. Pasti nerveous, kan?"

Duh, narsisnya lebih dari Egar. Tsabita memutar topik, "Mm ... Pak Ersan mana?"

"Enggak tahu, dari tadi aku tidur di sini. Omong-omong namamu siapa? Kayaknya aku harus panggil kamu 'Kak' juga, deh." Perangai Tasya yang sinis mendadak saja tergerus dan kini terganti dengan sikap sosial yang polos. Tanpa menunggu jawaban Tsabita, gadis itu mengambil segelas susu di atas meja lalu menyesapnya pelan-pelan. "Aaah, leganya―kurang manis dikit sih, but it's good tho. Makasih ya udah dibuatin makanan. Aku emang lagi laper. Jadi, tadi namanya siapa?"

𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang