35. Titik Didih

91 14 13
                                    

Selamat soreeee 🙃

Siapkan diri membaca chapter ini

Sebelum membaca, jangan lupa absen dulu dengan cara tekan bintang di pojok bawah 😚👍🏼

Sebelum membaca, jangan lupa absen dulu dengan cara tekan bintang di pojok bawah 😚👍🏼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

"BITA?"

Seruan lembut Bu Nilam membangunkan Tsabita. Wanita itu mengangkat kepala dari bantal dan melihat Bu Nilam baru saja membuka pintu kamar dan menghampirinya. Wajahnya berkerut antara cemas dan keheranan. "Kamu tidur dari sore tadi? Tumben."

"Iya, Bu. Agak capek hari ini." Tsabita membetulkan selimutnya yang kusut. Kelelahan yang dia alami bukan karena pegal-pegal akibat menari di perayaan festival kemarin, atau karena begadang mengerjakan laporan retur dari toko Sanuraga. Tsabita tahu apa yang menjadi titik permasalahannya―sumber api yang entah sampai kapan tidak akan berhenti berkobar selama dirinya belum mengambil tindakan tegas; Kekasihnya sendiri, Egar Pradipta.

"Badanmu panas?" Bu Nilam menempelkan punggung tangannya di kening Tsabita.

"Enggak, kok," Tsabita terkekeh, lalu mengusap bagian bawah perutnya. "Gara-gara mens palingan, Bu. Maunya diajak tiduuur mulu. Omong-omong Ibu baru pulang? Shaka mana?"

"Iya, barusan habis bantu-bantu di rumah Bu Rishad karena mau ada acara. Kalau Shaka lagi ada di ruang tamu ...," Bu Nilam menatap Tsabita seolah memeriksa sesuatu, "sama Egar."

"Loh."

"Dia datang nyari kamu. Tadi Ibu panggil dari depan tapi kamunya enggak nyahut, makanya Ibu periksa sendiri ke sini." Bu Nilam mencari-cari apa yang salah dari reaksi Tsabita, lalu memutuskan untuk ikut campur sedikit. "Kalian berdua lagi berantem, ya?"

"Tahu dari mana, Bu?"

"Katanya Egar ke sini buat menjelaskan semuanya ke kamu. Ibu enggak ngerti apa maksud dia bilang gitu, tapi dilihat dari wajahnya yang murung, kayaknya Egar lagi sedih."

Tsabita membuang napas. Bu Nilam semakin yakin masalahnya lebih buruk dari dugaannya. "Kalian berantem kenapa? Perasaan kamu tuh udah sabar banget, loh."

"Biasalah, Bu. Bukan masalah gede. Nanti aku ceritain kalau udah kelar urusan, ya." Tsabita melepas karet satin di rambutnya dan memasangnya lagi dengan hati-hati, lalu turun dari kasur dan mematut bayangannya sendiri di depan cermin. Tampangnya memang agak kuyu dan bengkak karena kebanyakan tidur, pantas saja Bu Nilam kelihatan khawatir. Ditambah lagi, cuaca di luar kebetulan sedang hujan. Tsabita yang mudah menggigil dingin kalau kena angin jadi semakin malas untuk keluar. "Aku ke depan lima menit lagi, Bu. Mau ganti baju dulu."

"Ya udah, Ibu balik," Bu Nilam berputar dan hendak keluar. Namun langkahnya terhenti setelah melihat sesuatu di atas meja rias Tsabita. "Kamu masih nyimpan itu?"

𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐄𝐃 𝐈𝐍 𝐓𝐇𝐎𝐒𝐄 𝐃𝐀𝐘𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang