11 ; Kenyataan dan Kekecewaan

1.3K 194 16
                                    

Parveen berlari kearah putranya.
Bunga lily di tangannya jatuh berserakan dikala matanya menangkap apa yang tengah dilakukan putra tertuanya.

Ia berharap bahwa ini adalah mimpi buruk. Tapi melihat putra bungsunya yang menangis dengan rambut terjambak cukup untuk menyadarkannya bahwa ini kenyataan.

Bastian yang berjalan dibelakang Tuannya ikut berlari menyusul.

Parveen melepas tangan Jay dan menghempaskannya, lalu menopang tubuh Sunoo untuk berdiri.

"Bastian, bawa dan obati Sunoo. Aku harus bicara dengan anak ini."

Bastian mengangguk dan dengan cekatan membawa Sunoo keluar.

"Sekarang jelaskan padaku."

Duke Parveen terduduk dengan tangan yang memijat pelipisnya.

"Aku...."

"Katakan Jay Aiden!"

"AKU BENCI DIA! DIA MEREBUT IBU DARIKU. DARI AYAH. MENGAPA AYAH TIDAK MENGERTI!"

Parveen menatap tak percaya. Anaknya baru saja mengatakan apa?

"Kau harus dihukum. Kau akan dikurung dikamar selama 3 bulan. Tidak ada ijin apapun untuk keluar dan renungi perbuatanmu." Putus Parveen dan hendak beranjak pergi.

Jay terkekeh.

Langkah Parveen terhenti mendengarnya.

"Ayah selalu memanjakannya. Mengapa? Apa ayah tidak cukup paham bahwa dia yang membunuh ib—"

BRAGG!!

Jay terdiam. Matanya tertuju pada dinding yang telah ditinju ayahnya. Dindingnya retak hingga ke bagian atas bangunan.

Wajah Parveen tak bisa dideskripsikan. Ia menatap kecewa pada putra sulungnya.

"Tutup mulutmu Jay Aiden! Apa aku pernah mengajarimu seperti ini?" Ucap Parveen menahan amarahnya.

"Bagaimana bisa kau menumbuhkan rasa benci pada adikmu sendiri?" Lanjutnya.

Parveen berjalan mendekat pada Jay. Ia memegang bahu putranya erat.

"Katakan padaku kenapa kau jadi seperti ini?" Kini suaranya melembut.

Jay memiliki keberanian untuk membuka mulutnya.

"Ayah, tidak pernah peduli padaku setelah dia lahir. Dia tidak hanya merebut ibu tapi juga ayah." Jay menunduk dalam. Ia belum pernah mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya selama ini.

Parveen menarik nafasnya dalam. Berusaha sebisa mungkin untuk menurunkan emosinya.

"Dia sakit Jay. Dia bahkan baru bisa berjalan setelah berusia tiga tahun. Tubuhnya sangat rapuh. Hidungnya sering mengeluarkan darah. Angin musim dingin mungkin bisa menerbangkannya kapan saja. Dan kau tak pernah tahu itu."

Mata Jay terbelalak. Ia tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya. Semua pengasuhnya selalu mengatakan bahwa ayahnya dan Sunoo pergi bersenang-senang tanpanya.

"Aku tidak ingin membebani pertumbuhanmu. Jadi aku menyembunyikan Sunoo di kastil ibumu. Dia baru sembuh ketika berusia lima tahun. Itulah mengapa kau baru bertemu dengannya saat itu—"

"—Yang aku tahu bahwa kau sangat merindukan adikmu, jadi aku berharap kau bisa bermain dengannya ketika dia sembuh. Melihatmu dan Sunoo berlarian di taman kesayangan ibumu adalah impianku."

Parveen memeluk Jay dengan erat. Ia merasa bersalah atas semua yang terjadi pada kedua putranya.

"Aku pikir itu yang terbaik untuk semua orang. Tapi ternyata itu menumbuhkan rasa iri di hati putraku yang lain."

Jay tidak bisa menahan lagi tangisnya. Ia tidak pernah tahu akan kenyataan ini. Selama ini ia hidup di dunia yang diciptakan para pelayan dan pengasuhnya.

Ia sangat malu pada ibunya.
Malu pada adiknya.

Ia menyesal.

Ayahnya memeluknya hingga tangisnya berakhir. Keduanya mungkin telah menyelesaikan kesalahpahaman ini.

"Aku akan pergi memeriksa adikmu. Setelah kau merenungi hal ini, aku harap kau akan meminta maaf padanya."

Parveen pergi.

Meninggalkan Jay yang terduduk didepan peti ibunya.

Rasa hangat seakan menyentuh tangannya. Membawanya kembali ke masa lalu.

____________________________________

"Apakah bayinya nanti laki-laki bu? Atau perempuan?" Tanya seorang anak laki-laki dengan gigi yang tak utuh.

Ia bersemangat menyentuh perut ibunya yang membesar.

"Menurut Jay, adiknya akan laki-laki atau perempuan?" Sang ibu menggoda anaknya dengan mencubit hidung kecilnya.

"Jay tidak pelduli! Yang pasti Jay akan melindunginya hingga tidak ada satupun yang belani mengganggunya! Telmasuk ayah!!"

"Wah kenapa jadi aku yang kena?" Parveen terkekeh mendengar celotehan putranya.

"Wah hebatnya anakku. Ibu minta bantuannya ya."

Harpnei tak tahan akan kegemasan putranya. Ia mencium semua sudut dari pipi gembil itu.
______________________________________

Semua kenangan itu seolah kembali begitu nyata. Hingga ia merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

Pelukannya hangat dan terasa familiar.

"Kau sudah tumbuh besar."

Suara yang begitu ia kenal. Membuat Jay terlonjak. Ia melihat sekelilingnya telah berubah menjadi hamparan putih tiada ujung.

"I-ibu. B-bagaimana bisa..."

"Ibu juga tidak tahu. Tapi ibu bersyukur bisa melihatmu lagi."

Jay berlari ke pelukan ibunya. Rasa yang selalu ia rindukan. Masih sama hangatnya.

"Bagaimana semuanya? Apa ayah sehat? Adikmu pasti sudah tumbuh besar. Ibu yakin kamu melindunginya dengan baik. Dia akan menjadi pendamping raja kan? Putraku pasti dilimpahi kebahagiaan sekarang. Tidak ada yang lebih berarti bagiku selain kebahagiaan kedua putraku."

Jay melepas pelukan ibunya.

Ia menangis sesenggukan. Membuat Harpnei kebingungan.

"Kenapa sayang? Hei jangan menangis seperti ini." Harpnei menangkup pipi putranya dan mendengar jawaban yang tak pernah ia duga.

"Aku menghancurkannya." Jawab Jay lirih, tapi ibunya bisa mendengar dengan jelas.

Harpnei terdiam.

"Tidak mungkin. K-kamu pasti berbohong kan sayang? Aku tahu kamu sangat menyayangi adikmu. Aku—"

Tak ada kebohongan dimata putranya. Harpnei tak mampu berkata apapun. Ia membungkam mulutnya tak percaya.

"Kenapa? Kamu sangat menyayanginya! Kenapa kamu melalukan itu?! Kenapa!!"

Harpnei mengguncang tubuh Jay dengan keras. Mempertanyakan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

"Tuan, maaf mengganggu anda tapi Grand Duke memanggil anda ke ruang kerjanya. Beliau mengatakan bahwa anda harus meminta maaf pada Tuan Muda Sunoo sekarang."

Jay terkesiap.

Ia diam melamun sedari tadi. Tapi semua kejadian tadi terasa nyata. Apakah ibunya begitu kecewa padanya?

—TBC—

F A T E [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang