Dibanding memikirkan kasusnya seperti Aisy, Aca lebih merasakannya. Hatinya sering sakit, merasakan sebagai Daniel bagaimana rasanya hilang lalu orang-orang menyerah untuk mencarinya.
"Aisy, kita berempat. Gimana kalau kita bagi tugas? Lo tinggal ngomong kita harus apa?" tanya Diva yang baru saja datang dari toilet.
Aisy memijit janur hidungnya, ia masih punya benang kusut di kepalanya. Sedang tidak ingin diusik siapa pun jadi ada benarnya dia akan pergi ke kantor berita cetak dan yang lain akan mencari tahu tentang hal lain."Aisy, kayaknya lo tidur dulu, deh? Lo ngantuk banget pasti? Biar gue sama Arma ke kantor media cetak, Aca biar ke kantor polisi update kasus." Usulan Diva masuk akal. Jadinya Aisy tinggal di kamar Arma untuk tidur, jangan sampai kasus ini semakin meruncing justru di saat mereka tidak dalam keadaan yang baik.
***
Memperbarui kasus Daniel agar dibuka kembali memang tidak terlalu rumit, akan tetapi perlu waktu sampai polisi memutuskan untuk membuka lagi kasus ini. Aca duduk di kursi tunggu di depan kantor polisi, ia memandang kosong bunga-bunga kecil yang jatuh dari tangkainya. Bunga di depan kantor polisi, tidak terlalu terawat tapi tumbuh dengan subur. Daun dan bunganya berserakan, mungkin karena ini masih terlalu pagi sampai akhirnya belum siap untuk dibersihkan sebelum pelanggan kasus pertama datang.Aca mulai mengawang, ia kembali teringat pada sosok hilang yang sedang dia perjuangkan. Aca tergerak untuk datang ke sebuah pekarangan kepolisian, banyak bunga-bunga tumbuh di sana. Tangannya bergerak untuk memetik setangkai mawar, setelah menciumnya Aca tersenyum.
Teringat kejadian beberapa tahun lalu saat Aca masih menggunakan seragam putih abu-abunya. Setiap hari akan ada setangkai bunga di lokernya, tanpa menaruh curiga sama sekali Aca selalu menghirup dalam-dalam setangkai bunga tersebut. Sampai pada akhirnya di hari ke sekian tidak ada lagi bunga, hanya ada sebuah album foto saat dia mencium bunga. Selama ini dia diamati? Begitu seram, jujur Aca takut. Akan tetapi ada sebuah foto berbeda, yaitu foto seorang anak laki-laki yang tampan di akhir halaman.
"Ganteng, nggak jadi takut."
Aca tersenyum sambil menutup lokernya, dia segera menuju tempat yang dimaksudkan oleh pengirim yang mengaku Ramadhaniel dan ingin bertemu di belakang kelas IPA di jam istirahat kedua. Memang kisah klasik remaja."Kak Daniel?" sapa Aca.
"Kamu ke sini, Ca? Itu artinya kamu terima aku jadi pacar kamu?" Pemuda itu terlihat sumringah, dengan senang ia menggenggam kedua tangan Aca.
"Aku juga suka sama Kak Daniel, tapi aku gak dibolehin pacaran, Kak. Gimana kalau setelah lulus?" tanya Aca, sedikit kecewa sebenarnya kalau Daniel harus menunggu dua tahun lagi. Akan tetapi Daniel juga tidak suka mengubah anak baik menjadi pembangkang hanya karena cinta monyet.
"Its okay, Aca. Tapi setelah ini aku tetep boleh kirimin kamu bunga, 'kan? Supaya aku bisa liat kamu senyum waktu menghirupnya?" tanya Daniel, Aca tentu saja tersenyum dan mengangguk.
"Setelah ini terang-terangan aja, Kak ngasihnya."
Setelah itu hampir setiap hari Daniel akan memberikan Aca bunga. Entah itu mawar atau daisy, entah itu memetik sendiri atau beli. Aca selalu suka semua bunga itu, sejak mengenal Daniel ia ratusan kali lipat menyukai bunga dari sebelumnya. Sayangnya, setelah Daniel masuk universitas dan hilang tidak ada seseorang pun yang mengirim bunga.***
Luka gores akibat memaksakan diri keluar dari borgol itu sedang diobati. Daniel sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk memberontak, ia terkapar di atas ranjang dengan dua orang dewasa yang menyekapnya. Mata sayu itu merindukan sinar matahari, ia sudah tidak menghitung berapa lama dia di sini yang jelas ia sangat menderita.
"Jangan nyiksa diri lagi." Pria itu seperti bermonolog, karena untuk mengobati tangan Daniel ia seperti menyambung tangan manekin yang putus. Daniel sudah seperti tubuh mati sekarang.
Beberapa kali mencoba melarikan diri selalu membuat Daniel terluka, sementara sang bos menuntut para pria dewasa menyeramkan ini untuk mempertahankan tubuh indah Daniel. Tidak boleh lecet sedikit pun tetapi apa boleh buat? Daniel selalu mencoba melarikan diri.Mata pemuda itu terpejam, sudah berapa lama ia diselimuti perasaan putus asa ini? Ia diperlakukan seperti boneka di tempat ini, didandani setiap saat menjadi pemuda tampan akan tetapi itu membuat Daniel tertekan.
"Lu gak mau makan?" tanya pria yang berada di sisi ranjang kanan. Daniel tak menjawab, ia ingin meski sebagai mayat ia kembali ke rumah.
"Kalau bos tau lu sakit, abis kita."
***
Aisy terbangun setelah beberapa jam tidur, ia melihat teman-temannya kembali dengan muka masam. Apa tidak ada titik terang? Bukankah kepolisian seharusnya mendapatkan informasi baru dari bukti baru yang ada?
"Kalian kenapa?" tanya Aisy, kemudian Arma memeluknya erat tanda bahwa dia lelah dengan semua ini."Arma? Dengerin gue ya? Gue tahu hasilnya ga bakal sebagus hal yang kita bayangin okay? Its only first try, right? Tapi lo inget kata Daniel pas rela nyopet demi kucing lo? Nyawa lebih penting dari segalanya. Nyawa Daniel mungkin sedang terancam," tutur Aisy sembari melepaskan pelukan Arma, kedua bahunya di pegang Aisy erat.
"Lo nggak capek, Ais?" tanya Arma, dia kecewa karena tadi dia punya ekspetasi yang besar atas kasus ini. Aisy lelah, jujur saja tapi dia menggeleng.
Aisy menghela napas. "Gue capek, tapi gue gak mau nyerah! Ini baru permulaan, Arma."
***
ACCACIA NATTAYA
FEELINGS
KAMU SEDANG MEMBACA
Danielist [Akan Terbit]
Teen FictionKasus menghilangnya Daniel ditutup tanpa keadilan. Membuat Aisy, Arma, Aca dan Diva membuat sebuah kelompok detektif untuk menemukan di mana sebenarnya Daniel? Petunjuk-petunjuk Daniel tidak sedikit, tapi setelah ditemukan selalu mendapatkan hasil...