6. Arma, Aca, Your Turn!

41 7 20
                                    

Pencahayaan tamaram malam ini tak cukup membuat mata Daniel berhenti untuk melihat ke sudut ruangan. Tempat di mana Aisy diikat di kursi. Di sampingnya ada Diva yang tersenyum memperhatikan wajahnya, Daniel menghela napas seingatnya ia tidak punya tampang sebagus itu juga. Ia akan bertindak hati-hati mulai sekarang atau nyawa Aisy mungkin sebagai taruhannya.

"Jangan jadi pembunuh, Div." Daniel merasa kepalanya pusing, melihat Diva saat ini terlihat tabu dan berputar. Karena Diva tidak suka mereka berdua berbicara dan Daniel terlihat lebih nyaman dengan perempuan lain.

"Terus harus aku apain dia?" tanya Diva. Kemudian menyeringai, lalu membelai wajah Daniel yang mulai ditumbuhi kumis. Diva mengambil pisau cukur dari dalam nakas, akan tetapi Daniel takut. Ia punya banyak trauma sejak disekap di sini.
"Lepasin dia, Div. Terserah lo mau apain gue," ujar Daniel pasrah, saat ini mungkin rasanya dia adalah orang yang sedang mengibarkan bendera putih di medan peperangan.

"How if, I kiss you?" Diva tersenyum penuh arti, Aisy mendengarnya geli ingin mencabik-cabik Diva saat ini, tapi apa dayanya yang terikat di sini?

"Aisy, lo pinter buat apa? Otak doang nggak cukup, 'kan? Masih perlu badan dan otak yang bekerja sama." Detik berikutnya Daniel jatuh karena efek bius yang disuntikkan pada dirinya, malam ini akan jadi malam yang panjang karena Aisy harus menyaksikan orang yang sedang dia perjuangkan tengah menjadi boneka bagi wanita gila.

***

Aca punya perasaan bahwa mereka harus menyelidiki kamar Aisy. Mereka sudah mendapatkan banyak petunjuk dari isi flash disk yang sedang mereka kantongi sekarang. Bukti-bukti yang dikumpulkan Aisy cukup detail tetapi mereka harus mencari lagi beberapa informasi tambahan.
Arma membuka sebuah proposal yang dijilid di atas meja belajar, ini adalah salinan dari proposal pekan science semester lalu. Tertulis nama Aisy, NIM, dan judul proposal yang tidak asing. Aisy pernah terkenal di kalangan anak-anak kampus karena bisa menciptakan benda luar biasa di tahun pertamanya berkuliah.

"Aca! Lihat, pasti Aisy sengaja letakin ini di sini." Arma mengangkat beberapa lembar kertas ukuran A4 itu tinggi-tinggi dengan wajah sumringah. Aca mendekat lalu membaca proposal tersebut.

GPS UKURAN NANO SEBAGAI PELACAK KEBERADAAN, SEBAGAI ANTISIPASI MARAKNYA PENCULIKAN DAN PELECEHAN TERHADAP ANAK.

Keduanya tersenyum lalu membuka lembar demi lembar kertas yang tersedia, di sela-selanya terdapat foto cetak leher Aisy dan aksesoris kalung cantik yang tidak terlihat sama sekali tidak mencurigakan. Di baliknya ada tulisan tangan Aisy.

"Kalian bisa pantau barang ini di PC aku di applikasi NGPS, aku gak tau barang ini bakal berfungsi dengan baik atau enggak karena ini dibuat mendadak di saat genting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalian bisa pantau barang ini di PC aku di applikasi NGPS, aku gak tau barang ini bakal berfungsi dengan baik atau enggak karena ini dibuat mendadak di saat genting. Aku nambahin fitur kamera dan speaker, segera aktifkan."
Tanpa pikir panjang Aca dan Arma segera mengaktifkan komputer di tepi meja belajar Aisy dan langsung mengaktifkan sistem sesuai buku panduan yang tadi mereka baca.

***

Aisy membuka matanya, ia melihat Daniel dan Diva tertidur pulas di atas ranjang. Sinar purnama malam membuat matanya sedikit dapat menangkap presensi mereka, angin masuk dari balik ventilasi membuat tirai-tirai berterbangan di suasana tengah malam yang tenang.
Ia bangun karena merasakan sensorik dari kalung yang ia buat, saat aplikasi dinyalakan pengguna gps akan merasakan sengatan listrik di bagian liontin, ia akan segera memperbarui fitur notifikasi yang aman untuk anak-anak di masa depan. Hanya saja, saat ini ia tidak boleh terlihat mencolok. Notifikasi bunyi dan cahaya mungkin akan terlalu menyita perhatian, apalagi Aisy tidak akan pernah tahu kapan Aca dan Arma akan memahami cara bermainnya.

"Aca ... Arma ...!" Aisy berbicara sepelan mungkin, tapi kedua temannya langsung menyadari suara Aisy. Mereka menutup mulut mereka rapat, tidak percaya ini akan berhasil.

"Kalau itu kalian, tekan enter!" Aca menuruti perintah membuat Aisy merasakan sengatan listrik mini di bawah lehernya. Gadis itu tersenyum bersyukur, dia mungkin tidak akan jadi mati.

"Kita mungkin akan sendirian, tidak punya pihak yang kuat mendukung kita. Jangan nyerah Aca, Arma. Jangan terlalu banyak nangis Arma, jangan terlalu sedih Aca," ucap Aisy, tapi dia sendiri menangis. Hidupnya besok seperti mengundi nasib dengan anak panah, ia juga ragu dapat memenangkan perjudian nasib ini. Polisi sudah memakan suap Diva, tidak ada perlindungan apa-apa.

Arma dan Aca tertegun mendengarnya, sekali lagi angin bertiup kencang membuat sinar rembulan masuk ruangan. Kamera mini di leher Aisy dapan menangkap presensi Daniel dan Diva di satu ranjang.

***
Catatan Aisy

Aca, Arma. Kalian punya kemampuan yang luar biasa. Tolong selamatkan aku jika terjadi apa-apa, setelah punya petunjuk pertama di koran aku sadar bahwa perasaan dan insting Aca melebihi perempuan biasa. Arma juga, kekuatan manipulatifnya kadang bisa lebih berbahaya dari pada siapa pun juga. Ingat waktu Daniel menyuruh kamu untuk memanipulasi pria agar dia bisa nyopet? Gunakan kemampuan-kemampuan itu teman-teman Danielist!

Aisy.

***

Menjadi pria yang hanya bangun dan pingsan kembali membuat Daniel merasa bersalah. Ia ingin setidaknya luka-luka Aisy dapat ditangani, ah tidak seharusnya ia dan Aisy bisa segera bebas.
Sekarang dia sedang berpikir bagaimana caranya harus kabur dari tempat ini dibanding berdamai dengan takdir dan menunggu dua teman Aisy beraksi.

Akhir yang buruk sudah semakin dekat, Diva akan segera membunuh Aisy dan ingatannya akan segera dikendalikan secara psikologis.

"Daniel sudah belum mandinya?" teriak Diva dari luar. Ini sudah lima belas menit dia mengguyur tubuhnya dengan air, ia ingin rasa kantuk dalam tubuhnya hanyut dibawa air. Ia berpikir keras bagaimana caranya keluar.

Memukul Diva akan menimbulkan banyak masalah, ia tiba-tiba teringat dengan Arma. Ia pernah mengajarinya merayu orang asing agar dapat diambil dompet. Mungkin saat ini ia bisa berpura-pura menjadi Arma meski itu menjijikkan bagi seorang pria.

"Iya, sudah." Daniel mematikan shower, mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu keluar dengan celana pendek tak berbaju.

"Boleh aku cukurin?" tanya Diva, ia terlihat tidak berbahaya terlepas dari naluri kejamnya.

"Iya." Dengan gembira Diva mengambil peralatan cukurnya lalu menyuruh Daniel duduk di kursi depan tempat rias.

"Diva?" panggil Daniel, ia melirik wajah cantik Diva.

"Hm?" tanya Diva sembari mengoleskan krim cukur.

"Bisa nggak anak buahmu yang serem itu diusir? Aku malu mesra-mesraan di sini kalau diliatin." Mata Diva membola dan tercengang kala tangan Daniel melingkar di pinggang Diva.

"Niel, ini pelet dukun yang mana yang nempel?" tanya Diva.

"Kamu ke dukun juga?" tanya Daniel, Diva mengangguk. Ah sungguh perempuan paling gila.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Danielist [Akan Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang