"Danielist sialan!" Hati Diva bergemuruh, saat ini ia sedang menjadi buronan dan tiga gadis yang pernah dia traktir itu terbesit di benak Diva. Seseorang menyeduhkan teh untuknya yang sedang berada di kota kecil sebagai tempat persembunyian, tepatnya di toko kue kecil Rangga. Dia bahkan membatasi penggunaan rekeningnya karena pasti polisi akan melacak keberadaannya dengan histori transaksi. Benar-benar menyiksa seorang Diva Gistara.
"Itu artinya berhenti obssess, Div. Effort lu buat cowok kaya Daniel itu terlalu berlebihan, sih." Teman laki-lakinya duduk sambil menyuguhkan teh madu. Ia tidak punya teman lagi setelah namanya diviralkan di media sosial apalagi Arma yang menceritakan kronologi secara berlebih-lebihan. Satu-satunya orang yang mau ditumpangi saat ini mungkin adalah Rangga.
"Daniel hidup atau mati, ya?" Bahkan untuk membuka ponselnya pun Diva tidak bisa. Ia menggenggam ponsel berwarna putih itu dengan perasaan berkecamuk. Kalau tidak ada Aisy mungkin tidak akan ada yang tertembak dan rencananya berhasil.
"Karena khasusnya viral, beberapa orang bocorin kondisi dia. Hidup tapi sedih, Div."
Baru saja Diva ingin menjalani hidup biasa-biasa saja sampai kasusnya tenggelam lalu di tutup. Aksi minum teh di malam bertabur bintang itu tiba-tiba harus berhenti saat tiga pria datang ke dalam toko kue yang Rangga miliki saat ini. Dua di antaranya adalah polisi, yang di sebelah kanan menodongkan pistol dan salah satu polisi itu adalah Rama yang mengangkat surat panggilan kantor polisi atas nama Queenza Diva Gistara.Orang yang terlihat lebih dewasa di tengah-tengah dua polisi itu adalah Abraham---ayah Diva sendiri. Orang kaya itu adalah pemilik sekolah hukum yang cukup terkenal di Negara ini, tentu saja mementingkan kepercayaan masyarakat untuk tetap eksis. Tidak ada satu pun manusia yang mendukung kebebasan Diva, semua orang mencomooh Diva dan memaksa gadis itu untuk membusuk di penjara.
"Anda berhak menghubungi pengacara." Rama datang untuk membekuk Diva, kedua tangan Diva dalam borgol.
"Papi?" tanya Diva, apa ayahnya ikut campur dengan semua ini?
"Hukum tetap hukum, tidak peduli kamu anakku atau bukan."
***
Diva mendekam di penjara, keluar hanya untuk sidang dan sidang. Pengacara saling berdebat, tetapi sepertinya jaksa juga sedang bekerja sama dengan pihak lawan, ia kesal dan kesepian di dalam tahanan.
Seseorang yang selalu datang menjenguknya hari ini menjenguk lagi dengan membawa sekotak kue warna-warni manis yang membuat Diva sedikit tersenyum. Makanan tahanan tidak ada yang cocok di lidahnya, sementara kue-kue Rangga enak dan lucu bentuknya."Lo nggak takut sama gue, Ngga?" tanya Diva. Rangga membuka kotak-kotak kue yang lainnya.
"Takut kenapa?" tanya Rangga, Diva mengambil kue kecil lalu melahapnya.
"Gue penculik, bisa lecehin cowok." Statement sosial media tidak bisa terbantahkan dan Diva mengakuinya.
"Kalau lo nyulik gue, lo gak akan dilaporin, sih. Karena gue bakal pasrah aja kalau diculik dan dilecehin cewek cantik kaya lo," ujar Rangga membuat Diva malu. Gadis itu menutupi wajahnya dan memukul bahu Rangga yang tertawa gemas.
***
"Semoga besok sidang terakhir deh ya? Ini udah berbulan-bulan sejak kasus ini masuk meja hijau." Arma memberikan minuman yang baru saja datang, ke kantin rumah sakit. Mereka sering membesuk Daniel di sela-sela fokus Aisy pada kasusnya.
"Aamiin." Aisy mengangguk sambil mengaduk jus alpukatnya.
"Kalau semua ini sudah selesai, tugas lo juga selesai, 'kan, Ais?" Aisy berhenti mengaduk minuman dan enggan meminumnya. Aca membuat Arma yang mendengarnya ketar-ketir, pandangan Aisy ke arah Aca dengan tenang. Namun, Arma paham seberapa marahnya Aisy di dalam hatinya.
"Maksudnya?" tanya Aisy.
"Tugas lo tentang Daniel sudah selesai. Daniel sudah ketemu, Diva sudah dihukum. Lo mau apa lagi?" tanya Aca. Aisy menghela napas, ia meminum jusnya sedikit membuat dadanya dingin karena soal Daniel gadis itu sedikit sensitif.
"Gue cuma mahasiswa biasa, siapa yang ngasih gue tugas?"
"Lo tau sendiri kondisi Daniel yang berbulan-bulan di sini. Bahkan dia rehab buat ngomong dan jalan, dia nggak bakal bisa nemenin lo naik gunung lagi, Ais!" Aca menyimpan seribu kekhawatiran yang bahkan lebih dari saat Daniel masih dinyatakan hilang.
Aisy meletakkan gelas jusnya. Tatapannya tajam seperti elang, nyali Aisy itu tinggi apalagi yang di depannya hanya seorang gadis anggun bernama Aca. "Lo tahu? Kenapa gue bisa dapetin semua yang gue mau? Karena gue ga pernah pesimis!"
Aca meremat ujung bajunya, ia tidak berani menatap Aisy. Arma juga ikut menggigit jari.
Aisy memegang pundak Aca. Gadis sebaya itu tersenyum, membuat hati Aca sedikit tenang."Daniel pasti bisa ke atas gunung lagi. Soal siapa pilihan dia. Itu bukan masalah besar," ucap Aisy tersenyum sekali lagi lalu pergi.
***
Luka yang cukup dalam itu membuat Daniel mengalami trauma berat. Bahkan ia harus berbulan-bulan menghabiskan waktunya untuk memulai semuanya dari awal. Belajar menjadi Daniel dari awal, tapi akhir-akhir ini sepertinya Daniel lebih baik meski tidak bisa mengingat apa pun.
Mendengar ucapan Aca tadi membuat Aisy menyendiri di taman rumah sakit. Tiba-tiba saja ada bunga mawar yang tersaji di depannya, ternyata Daniel yang sedang senang-senangnya bisa berjalan lagi jadi dia berputar keliling rumah sakit."Buat tuan putri Aisyah." Daniel tersenyum, Aisy juga tersenyum.
Mawar rumah sakit itu terlihat bersih dari duri, Daniel membersihkannya dulu sebelum memberikannya pada Aisy."Yakin buat Aisyah? Aku rada mirip Aca soalnya, terus kamu juga seringnya ngasih bunga ke Aca."
"Yang ini buat Aisy," ucap Daniel, ia juga menyelipkan bunga kamboja di telinga Aisy.
"Aku masih boleh ke Daniel setelah misiku selesai?" tanya Aisy.
"Harus. Harus ke Daniel."
***
Kalau kamu jadi Daniel kamu pilih siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Danielist [Akan Terbit]
Teen FictionKasus menghilangnya Daniel ditutup tanpa keadilan. Membuat Aisy, Arma, Aca dan Diva membuat sebuah kelompok detektif untuk menemukan di mana sebenarnya Daniel? Petunjuk-petunjuk Daniel tidak sedikit, tapi setelah ditemukan selalu mendapatkan hasil...