Tanda Tanya

30 4 0
                                        

Setelah berkunjung ke Goa Selomangleng, rasa penasaran dalam diri Kelana semakin besar, tanda tanya tentang mengapa dirinya begitu menyukai sejarah. Dan mengapa dia begitu penasaran untuk mengunjungi situs-situs bersejarah. Sepanjang malam ia memikirkan itu, lamunan membawanya tenggelam dalam ingatan saat masa kecil dulu.

Ketertarikan Kelana pada sejarah khususnya tentang Ponorogo muncul sejak ia masih kanak-kanak. Kala itu Kelana yang masih berusia 5 Tahun diajak ayah dan kakeknya melihat pertunjukan reyog di dekat rumah kakeknya.

Kelana adalah anak tunggal, ayahnya berasal dari Ponorogo dan Ibunya berasal dari Kota Malang. Sejak kecil Kelana sangat suka dengan pertunjukan reyog. Momen mudik lebaran selalu menjadi hal yang paling Kelana tunggu, selain bisa berkumpul dengan keluarga, Kelana juga menunggu pertunjukan reyog di desanya yang pasti diadakan setiap lebaran. Pada usia SMP Kelana mulai banyak mencari tahu tentang legenda asal usul reyog, dari sanalah Kelana mulai tertarik dengan sejarah.

Karena saking seringnya membaca, Kelana menjadi hafal diluar kepala sejarah yang ada di Ponorogo. Dari yang semula hanya menyukai reyog, kini Kelana jatuh cinta pada Ponorogo dengan berjuta pesonanya. Kelana sering mengajak orang tuanya berkunjung ke tempat tempat bersejarah di Ponorogo. Tapi ada satu tempat yang saat ingin Kelana kunjungi namun belum terwujud. Tempat itu adalah Makam Bhatoro Katong, Pendiri Ponorogo.

Kecintaan Kelana pada Ponorogo sudah tak dapat disembunyikan lagi, setiap ada event di sekolah yang mengharuskan siswa memakai baju adat, Kelana selalu memakai baju Penadon, Baju adat Ponorogo yang berupa satu stel baju dan celana berwarna hitam, dan dilengkapi dengan tali kolor putih panjang dari benang khas Warok. Kelana tak malu menunjukkan itu semua pada teman-temannya, karena baginya jika bukan kaum muda, lantas siapa lagi yang akan melestarikan budayanya ?. Kecintaannya akan ponorogo ia teruskan sampai di bangku kuliah bahkan sampai menjadi seorang dosen. Ia mengambil jurusan sejarah hanya demi membuktikan bahwa legenda Reyog Ponorogo memang pernah terjadi ratusan tahun yang lalu.

Lamunan Kelana terhenti kala ia melihat waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. Kelana segera tidur karena keesokan paginya Kelana akan mengajar di Kampus. Di malam itu Kelana masih belum mendapatkan jawaban dari tanya yang selama ini ia pendam, tentang mengapa ia sangat mencintai Ponorogo, padahal ia lahir dan besar di Malang. Ia hanya beranggapan bahwa rasa cintanya muncul karena mendapatkan banyak cerita dari ayahnya tentang budaya Ponorogo.

Langit KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang