Pertarungan Alas Bedali

13 3 0
                                    

"Kowe yakin Lan ini tempate ?" Tanya Angga sambil mengamati rimbun pepohonan di sekitarnya.

"Kalo menurut informasi dari Bapaknya Gita sih bener Ngga, tapi masa tempatnya gelap sama lembab gini to, kayak ndak pernah dijamah orang." Jawab Kelana sambil menyibak semak belukar di depannya.

Sepasang cahaya merah tampak mengamati mereka dari balik kegelapan Alas Bedali di tepian Desa Bantaran. Menurut kabar, di dalam Alas Bedali terdapat sebuah Goa yang menyimpan sebuah gerbang alam gaib yang sering menyeret warga desa masuk kedalamnya. Bagi siapa saja yang sudah masuk ke dalam goa itu mustahil rasanya untuk bisa keluar dengan selamat. Sering kali mereka ditemukan tewas menggenaskan di mulut goa keesokan harinya setelah dinyatakan hilang.

Tepat dimalam bulan purnama Kelana dan Angga mendapatkan tugas dari Pak Wanto, Ayah Anggita untuk masuk ke dalam sana dan menyelamatkan warga desa yang terperangkap di alam lain. Mereka harus berhasil keluar dari sana sebelum fajar datang, atau mereka berdua akan bernasib sama seperti kebanyakan warga desa Bantaran.

Setelah mendapat wejangan dari Pak Wanto berangkatlah Kelana dan Angga menuju Alas Bedali.
Tak lama berselang setelah mereka sampai di Alas Bedali, terdengar suara alunan gamelan di dekat mulut Goa ditengah hutan. Kelana dan Angga saling menatap seraya saling mengangguk meyakinkan diri bahwa siap menghadapi apapun yang akan terjadi kedepannya. Mereka tau itulah suara bunyi alunan Gending Genta Dahana, gending setan yang akan menghipnotis siapapun pendengarnya ketengah pusaran alam gaib Alas Bedali. Bukannya takut, Kelana dan Angga malah menantang makhluk penabuh gamelan itu untuk keluar dari sarangnya. Berbekal cahaya senter yang mereka bawa, keduanya mulai menginjakkan kaki kedalam Gua Bedali.

"Wooi, duduhno wujudmu!" *woi, tunjuukan wujudmu*
Teriak Angga sambil mengarahkan senternya ke beberapa sudut gua.

Tantangan dari Angga itu dibalas tawa menggelegar dari dalam gua. Segera Angga meringkuk dibalik ransel milik Kelana.

"Lann, opo kuwi lan... Su..suaranya serem." ucap Angga gemetar.

"Aah kowe sih Ngga, sok sokan nantang, marah to dianya." Jawab Kelana sambil berjaga - jaga mengamati sekeliling.

Situasi semakin mencekam saat suara gending semakin jelas terdengar. Angin berhembus semakin kencang, memaksa Kelana dan Angga semakin masuk kedalam Goa Bedali. tanpa mereka sadari, mereka telah masuk dalam gerbang gaib Goa Bedali. Tempat kerajaan lelembut Alas Bedali berada. Tubuh keduanya seperti dilempar ke sebuah tempat yang tidak mereka kenali. Tiba - tiba saja keduanya sudah berada di depan tembok batu bata yang amat tinggi, khas bangunan kerajaan zaman dahulu. Tampak disudut istana beberapa orang berteriak meminta tolong sambil menangis di dalam jeruji besi. Itulah sukma warga desa yang ditahan oleh penguasa alam gaib Alas Bedali, mereka akan ditumbalkan oleh penguasa Alas Bedali agar dia mendapatkan kehidupan yang abadi.

Tampak seseorang berpakaian seperti raja duduk disebuah singgasana, didepannya tampak para pemain gamelan dan beberapa wanita yang tengah menari diiringi Genta Dahana.

"Ngga, ini yang Pak Wanto maksud. Kita harus menyelamatkan orang - orang desa, sebelum bernasib sama seperti para pengrawit itu." Seru Kelana.

"Iya Lan, waktu kita gak banyak. Kamu lihat itu diujung sana, seorang jagal sedang memenggal kepala warga desa!" timpal Angga.

"Edan raja dhemit itu meminum darah tumbalnya. Ayok Ngga cepet kita selamatkan yang lainnya." Tegas Kelana.

Keduanya segera menerjang barisan prajurit yang berdiri di depan gapura. Angga melompat, ditebasnya leher prajurit itu dengan keris yang ada ditangannya. Begitu juga Kelana yang dengan cepat menghunuskan keris yang ia bawa ke dada prajurit itu. Keduanya merangsak masuk kedalam istana. Beberapa prajurit yang menyadari kedatangan Kelana dan Angga segera menyerang dengan tombak dan pedang yang mereka bawa. Kelana segera membungkuk menghindari sabetan pedang yang hampir saja mengenai kepalanya. Kerisnya segera ditusukkan ke perut prajurit itu. Prajurit itu seketika jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Angga melompat saat sebuah tombak terbang mengarah pada dirinya. Ia segera bersalto dan dengan cepat menendang salah satu prajurit yang baru saja melemparkan tombaknya. Dalam sekejap, belasan prajurit bertumbangan, darah segar mengalir di sekitar mereka.

Langit KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang