Jerat Asmara Gadis Desa Mojo

16 4 0
                                    

POV : Angga

Aku dan Kelana bergegas meninggalkan Balebatur saat warga setempat mengabarkan bahwa rumah kayu di Balebatur itu sudah lama kosong dan tak berpenghuni. Merinding rasanya ketika mereka menambahkan bahwa sosok Nyai yang kami temui dulunya adalah satu - satunya orang yang menolong Joko Baru yang kala itu sedang kelaparan. Atas tindakanya itu Nyai Latung terselamatkan saat Joko Baru menenggelamkan desa. Makam Nyai Latung ternyata persis berada di bawah pohon kepuh besar di depan Balebatur.

Tapi apapun itu, aku dan Kelana bersyukur sudah ditolong oleh nyai, berkat beliau aku dan Kelana berhasil mendapatkan air amertha dari Kucur Bhatara. Humm, petualangan ini cukup melelahkan, namun aku tak mau melihat sahabatku sendirian dalam kesulitannya. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka ya aku harus ikut kemanapun dia pergi.

Baru kali ini aku melihat perjuangan Kelana buat dapetin hati perempuan yang dia suka. Maklumlah, selama ini yang aku tau cuma cerita gagalnya aja. Ya selama aku berteman sama dia udah puluhan kali aku bantu dia move on. Termasuk waktu dia ditinggal Lisa Nikah. Tapi aku salut sama Lana, dia bisa bertahan sejauh ini dengan semua lukanya. Et dah ngapa jadi curhat ya.

Perjalanan kami pun berlanjut, setelah dari Telaga Ngebel, kami singgah di sebuah desa bernama Mojo. Kami diterima dengan baik oleh warga disana.

"Sugeng Rawuh, selamat datang di Desa Mojo, perkenalkan saya Prasetyo biasa dipanggil Pak Pras, Kepala desa disini." Ucap Pria paruh baya yang menyambut kami di balai desa.

Mataku tak bisa berkedip saat melihat senampan penuh jajan pasar di hadapan kami, Kelana masih saja asyik bercengkrama dengan Pak Pras meskipun sesekali aku menyenggol tangannya memberi kode kalau aku sudah lapar, maklum kami habis perjalanan jauh, tentu saja perut ini harus diisi tenaga. Setelah beberapa saat mengobrol kami pun dipersilahkan mengisi perut yang sudah keroncongan ini, rupanya warga desa baru saja mengadakan sedekah bumi sebagai bentuk rasa syukur dan tolak bala dari segala gangguan yang dapat mengganggu ketentraman desa.

Sepintas tak ada yang aneh di desa ini, tak seperti desa Pomahan dengan pasukan berkudanya, atau Alas Bedali dengan teror Raja Ugrasena, atau mungkin sosok nenek - nenek gaib yang kami temui di Balebatur. Malah.... Aku terpana dengan pesona gadis di desa ini, eh oleh keindahan desa ini.

"Monggo tehnya diminum dulu." Seorang gadis seumuranku menyuguhkan teh hangat sambil melayangkan senyum pada kami.

"Terimakasih Renisa." Ucap Pak Pras pada gadis itu.

Oh namanya Renisa, manis juga ya dia, kulit putihnya, gigi ginsulnya, lentik bulu matanya membuatku terpana saat pertama kali bertemu dengannya.

"Itu kembang desa sini pak ??" tanyaku pada Pak Pras saat Renisa berlalu meninggalkan kami menuju dapur.

"Heeh mulutmu Ngga, Maaf pak dia memang agak celamitan" Sahut Lana sambil membekap mulutku.

"ahh tidak apa - apa mas Lana. Renisa itu memang primadona di Desa Mojo ini, kasian, sejak kecil ia hanya tinggal dengan ibunya. Ayahnya pergi meninggalkan mereka, itulah kenapa Renisa setiap hari membatu ibunya berjualan di pasar. Baru dua bulan ini dia kami pekerjakan di bagian dapur kantor desa." Jelas Pak Prasetyo pada kami.

"Oow begitu, kasian juga ya, kalau boleh tau rumahnya dimana ya pak?" Tanyaku yang mulai penasaran dengan Renisa.

"Disana, diujung desa dekat pemakaman umum" Ucap Pak Pras sambil menunjuk ke arah luar balai desa.

Sejak hari itu, aku selalu terbayang senyum manis Renisa. hampir tiap hari, aku dan Kelana pergi ke warung Ibu Renisa selain untuk makan, tentu saja agar aku bisa menatap senyum manis gadis bergigi ginsul itu hehehe. Tapi aku masih bingung, mengapa warga desa banyak yang menjauhi Renisa.

Langit KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang