1b

6K 17 0
                                        

Pov norman.

Hidup miskin itu bukan pilihan, tapi kenyataan kehidupan yang harus di jalankan.

Terlahir sebagai orang miskin hanya butuh keyakinan, keyakinan untuk bisa makan esok dengan modal kerja keras hari ini.

Sehari saja tidak kerja hari-hari berikutnya akan terasa lebih berat bahkan mungkin bisa sampai keteteran untuk mencukupi kebutuhan hidup sampai lusa.

Bersyukur itu bukan hal yang sulit bagi kami, ketika buat makan besok sudah ada dan terpenuhi betapa sangat bersyukurnya hati ini.

Gue percaya di setiap kekurangan pasti ada minimal satu kelebihan, begitu juga sebaliknya, entah dari segi atau sisi mana kelebihan itu pasti akan selalu ada.

Kenalkan nama gue norman biasa di panggil keling, dari kecil gue hidup di jalanan nyari duit dari mulai jadi pemulung, jadi pengamen jadi pengemis pun pernah gue rasain.

Sekarang kerjaan gue agak mendingan jadi pedagang koran di pasar lama, biarpun duitnya tak seberapa tapi cukup untuk mencukupi kebutuhan gue pribadi dan ngasih jatah ke ibu gue.

Gue tinggal di kolong jembatan simpang enam kota lama, kerasnya hidup itu seperti roda yang berhenti buat gue begitupun bengisnya jalanan bak benang layangan lupa di ulur "Ruwet" apalagi dengan kekejamannya "beuh".

Gue ngalamin yang namanya Tawuran, pelecehan dan pembullyan dan berbagai hal lain yang mungkin di luar nalar.

Di kolong jembatan gue tinggal sama ibu dan adik perempuan gue, adik perempuan ini beda bapak sama gue, cerita ibu gue dulu bapak gue orang yang cukup berada cuman usaha nya bangkrut trus ngilang entah kemana lalu ketemu lagi udah jadi almarhum, trus emak gue pacaran lagi sama lelaki brengsek lainya tapi di tinggalin lagi dan dapatlah adik gue, namanya Ririn.

Sekarang umur gue udah 24 tahun dan adik gue 18 tahun sedangkan emak gue sekarang udah umur 44 tahunan. Namanya yuyun.

Dalam masalah percintaan emak gue pernah berulang kali di campakan laki-laki hingga membuat dia trauma untuk kawin lagi, jadinya gue lah sekarang yang jadi pelampiasan pemuas nafsunya.

Dia tahu gue punya keturunan senjata kuda, pantas pertama dia merayu gue dengan kata-kata "pasti senjata Lu juga gede mirip punya bapak Lu dulu, soalnya dari kecil punya lu udah keliatan gede".

Kesaharian emak gue sekarang adalah dagang gorengan di pinggir jalan sedangkan ririn sekolah di SMA negeri di kota gue.

Ririn anak yang pintar sampai dia bisa mendapat beasiswa di sekolahan nya, jadi sangat meringankan biaya sekolahnya, hanya tinggal biaya kecil lainya saja yang masih bisa gue usahakan.

Karena rumah bedeng yang kita tinggali kecil jadinya gue terpaksa harus tidur di luar rumah karena mengingat ririn sudah dewasa, sudah tak pantas gue dan dia tidur berdekatan karena di dalam tidak ada ruangan lain lagi.

Sebejad-bejadnya gue sama emak gue, kita berdua sangat mengedepankan masa depan yang baik untuk ririn.

Biarpun emak gue kalau depresinya lagi kumat suka marah-marah hebat kadang juga ringan tangan tapi sejujurnya dia wanita tangguh yang sangat menyayangi anaknya ririn tapi bukan ke gue, kalau ke gue pribadi lebih tepatnya di cintainya.

Kenapa begitu? Karena dia memperlakukan gue seperti suaminya sendiri, dan gue sendiri berusaha untuk mewujudkan bayanganya.

Kemesaraan kami sangat di jaga dari ririn, jangan sampai dia curiga apalagi sampai dia tahu.

Emak dan gue pengen ririn jadi wanita bener yang punya masa depan cerah dan tak pernah tinggal di rumah bedeng lagi.

Gue dan ririn tinggal di jalanan sudah dari kecil, kata orang gue itu tampan, wajah gue mirip cindo padahal bukan, makannya orang-orang memanggil gue dengan nama keling karena mata gue agak sipit.

Tubuh gue tinggi dan kekar berotot, tapi yang paling menjadi kelebihan gue adalah senjata pamungkas gue yang super langka. Besar dan panjang, itu hanya menjadi rahasia antara emak dan gue saja.

Masalah pendidikan gue SD pun nggak tamat sekarang cuma bisa baca sama ngitung doang, itupun pun cuman bisa ngitung duit aja.

Sedangkan ririn tumbuh menjadi gadis yang cantik dan sopan, untungnya dia orangnya nggak minderan dan sangat aktif dalam bersosial.

Gue sangat protektif sama dia karena jalanan dan kekumuhan benar-benar tidak layak untuknya, sebisa mungkin gue akan memperhatikan setiap gerak-geriknya takut ada orang yang berniat jahat padanya apalagi gue sangat paham dengan lingkungan sekitar.

Emak gue juga demikian, dia lebih senang sehabis pulang sekolah ririn ikut dengannya berjualan atau bersama gue di pasar daripada harus tinggal di bedeng sendirian, kalau ada hal yang mengharuskan dia diam di bedeng salah satu dari kita harus bisa libur kerja.

Untungnya nama keling sudah cukup di perhitungkan di lingkungan situ karena gue termasuk penghuni paling lama di sana jadi jarang ada orang yang berani macam-macam.

Gue rela berjibaku sampai pindah alam kalau ada orang yang berani mengusik keluarga gue yang hanya mereka saja.

Keseharian gue setiap hari biasanya sebelum berangkat ke pasar gue harus dorong roda dagangan emak dulu ke pinggir jalan, setelah itu gue harus nganterin ririn ke sekolahan pakai motor bebek butut polosan yang musti kucing-kucingan biar kagak ke tilang pak pol.

Nah sehabis nganterin ririn baru gue bisa berduaan sama emak gue sebelum berangkat kerja.

Menurut gue emak gue tuh menarik walaupun menurut gue pribadi tidak terlalu cantik, tingginya hanya sedada gue dan tubuhnya agak gemuk seperti emak-emak biasa pada umumnya.

Kulitnya hitam karena selalu berjibaku dengan matahari di tambah tak pernah di rawat dengan bibir hitam efek nikotin karena dia suka sekali merokok.

Keriput dan gelambir jelas terlihat di setiap lipatan kulit karena faktor pikiran dan usia, keringatnya sangat berlebih setiap kami bercumbu mungkin karena postur badannya yang cukup besar.

Bau keringat dan mulutnya yang jarang di bersihkan sekarang sangat familiar bagi gue, kadang membuat gue teringat dan rindu saat gue sedang berada di pasar.

Awalnya memang gue sangat shock dengan perlakuannya dulu, keperjakaan ini di ambil oleh ibu gue sendiri, tapi seiring waktu dan seringnya kami saling bercerita akhirnya gue paham bahwa hatinya di penuhi rasa takut dan luka karena seringnya di khianati, oleh keluarga sendiri, suami dan pacar-pacarnya dulu.

Hanya gue yang selalu bersamanya dari dulu di dalam pelukanya ketika gue kecil dan masih dalam pelukanya saat sekarang gue dewasa. Dia tidak bisa memungkiri kebutuhannya akan lelaki sangat-sangat berlebih karena hanya itu yang menjadi hiburan baginya.

Beberapa kali dulu dia meminta maaf ke gue, tapi jujur gue tidak pernah merasa jadi korban justru gue bahagia ketika melihat dia tersenyum apalagi sampai tertawa.

Tapi ada dampak tak langsung terhadap diri gue terutama pandangan gue terhadap wanita, sekarang gue lebih tertarik pada wanita yang lebih tua dari gue maksimal seumuran emak gue.

----------++++++++----------








Cinta Terlarang(Incest)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang