Deal

4.8K 602 61
                                    

Bagi beberapa orang hari minggu adalah hari paling malas untuk bangun di pagi hari. Namun, tidak dengan Kailash. Laki-laki yang memiliki tinggi badan 170cm itu tengah bersiap untuk melakukan olahraga. Kailash akan lari pagi mengelilingi komplek bersama anak semata wayangnya. Sebenarnya setiap hari Kailash akan bangun pagi. bukan karena ia sangat rajin, tetapi keterbatasan waktu yang membuatnya harus gerak lebih cepat dari teman-teman dekatnya.

Lari pagi menjadi hal rutin setiap Minggu untuk Kailash dan Sekala. Dan hari minggu akan menjadi hari paling asyik bagi ibu-ibu komplek karena bisa puas memandangi duda paling menggoda disana. Kailash tidak pernah merasa risih akan perilaku ibu-ibu kompleknya. Justru dengan mereka mengenali dan mungkin sekaligus menyayangi Kailash, itu menjadi salah satu privilege baginya. Bagaimana tidak? Setiap Kailash mengalami kesusahan, tetangga Kailash siap siaga untuk membantu. Dengan alasan merasa iba melihat kondisi laki-laki itu. Masih muda tetapi sudah ditinggal oleh istrinya. Meskipun alasan paling masuk akal adalah karena Kailash yang tampan.

"Gue ganteng, gue aman." Begitu kata Kailash.

Laki-laki itu terkenal dengan imagenya yang pendiam. Memang tidak banyak bicara, tetapi jangan pernah meragukan tindakannya. Tanpa banyak bicara, Kailash bisa menyelesaikan tanggung jawabnya dengan cepat dan sempurna. Itu yang bisa Kailash banggakan ke semua orang, kerja nyata, kecuali pada mantan istrinya.

Di tengah perjalanan Kailash dan Sekala yang sedang berlari kecil, ada perempuan yang memanggil mereka sehingga dengan cepat keduanya menghentikan pergerakannya.

"Mas Abi, Sekala." Panggil Bila.

"Ada kak Bila tuh Kal, mau kesana?" Tanya Kailash dan langsung disetujui Sekala.

Kailash dan Sekala mendekat ke arah Bila yang posisinya berada di seberang mereka. Perempuan itu sepertinya baru pulang membeli sarapan karena masih di atas motor dan terlihat ada beberapa kantong plastik berisi makanan tergantung di motornya.

Menerapkan apa yang Kailash ajarkan, Sekala mengulurkan tangannya. Anak laki-laki itu lalu mencium punggung tangan Bila.

"Sekala udah sembuh? Kok udah jogging aja."

"Masih lemes tapi saya paksa bil, biar ada geraknya. Kalo dibawa tidur terus pasti makin lemes. Kayak kemarin aja saya bawa ke pameran." Bila mengerti atas penjelasan Kailash.

"Mas, ngomong-ngomong soal pameran. Kemarin kan aku sama mbak Trisha udah ngomong sama mas Abi dan mas Abi juga udah fix mau. Jadi kapan mbak Trisha bisa ke rumah mas Abi?"

"Duh kapan ya." Kailash menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

"Kalo bisa secepatnya ya mas. Mbak Trisha kayaknya pengin banget segera pasang lukisan orangtuanya di kamar dia." Jelas Bila.

"Kalo gitu nanti sore aja suruh ke rumah saya."

"Nanti sore? Mmm kalo aku cuma nunjukin alamatnya dan nggak ikut nganter mbak Trisha nggak apa-apa kan mas? Soalnya mumpung libur kerja aku mau main." Ucap Bila.

"Oh kalo itu kamu tanya ke Trisha aja mau nggak kalo ke rumah saya sendirian."

"Dia mah pasti mau mas kalo udah soal keinginannya. Anaknya gas tanpa rem banget."

Kailash hanya mengangguk mendengar perkataan Bila soal Trisha. Padahal lawan bicaranya itu semangat sekali memamerkan kelebihan dokter muda yang baru kemarin dianggap sinting olehnya.

Setelah beberapa menit akhirnya obrolan dengan Bila selesai. Kailash segera pulang karena banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan.

***

Sementara di tempat lain, perempuan penyuka kopi itu sudah berkutat dengan alatnya. Trisha bukan sedang berkutat dengan stetoskop atau jarum suntik seperti biasanya. Hari Minggu ini menjadi hari liburnya baik untuk pekerjaan di rumah sakit maupun di klinik. Perempuan itu sedang memasang penyaring pada mesin kopi. Begitu sudah terpasang tepat sesuai penanda pada mesin, segera Trisha tuangkan air sesuai dengan kapasitas mesin kopi miliknya.

Kopi TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang