Enam minggu sudah usia kandungan Trisha. Kehamilan pertamanya membuat ia semakin manja. Trisha juga sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit, penghasilannya sekarang hanya mengandalkan dari kliniknya yang mungkin tidak seberapa.
Kailash yang meminta Trisha agar resign. Semua demi kebaikan Trisha dan anaknya juga. Laki-laki itu tidak ingin kalau istrinya terlalu lelah dan membahayakan kandungan. Cukup berat bagi Trisha untuk melepas pekerjaan itu, meskipun kapan saja ia masih bisa masuk lagi.
Sekarang perempuan dengan perut yang mulai membuncit itu sedang bersantai di ruang tv. Berbaring di sofa dengan bantal cukup tinggi dan cemilan di toples yang hampir habis. Masih pukul 9 siang, anaknya masih sekolah. Tapi tetap ramai karena ada suami dan mertuanya.
Ketiga orang itu berbincang di ruang tamu. Trisha bisa mendengar suara mereka yang sesekali tertawa. Anehnya mengapa tidak bergabung dengan Trisha saja di ruang tv? Padahal perempuan itu sudah sejak tadi sendirian di sana.
Sudah dua minggu mertua Trisha tinggal bersamanya. Walaupun rumah Kailash, suaminya sendiri, tetap saja ada rasa tidak enak hati kalau Trisha mau melakukan sesuatu. Takut, perempuan itu takut mendapatkan cibiran pedas seperti di sinetron yang ia tonton.
"Mas?" Teriak Trisha. Sekali, dua kali, hingga tiga kali baru Kailash menunjukkan batang hidungnya.
"Sorry aku nggak denger tadi. Kenapa sayang?" Tanya Kailash. Ia berlari kecil mendekat ke arah istrinya.
Berdiri di depan Trisha yang kini duduk di sofa, membuat tangan Kailash bergerak untuk merapikan rambut istrinya. Kailash menyisir rambut Trisha dengan tangan lalu menguncirnya dengan pelan. Laki-laki itu juga mengusap sedikit peluh yang ada di dahi Trisha, Padahal tidak habis olahraga.
"Mau ke kamar, gendong." Ucap Trisha. Ia rentangkan tangannya dan segera disambut Kailash.
"Manja banget ini anak siapa sii?" Tanya Kailash dengan gemasnya.
"Anak mamah."
Trisha digendong depan dengan tetap menjaga agar perutnya tidak tertekan. Menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Kailash dan sesekali mengecup dan menjilatnya. Selalu seperti itu, memancing agar suaminya tergiur. Kalau sudah diajak, baru ia akan menolak dengan alasan-alasan yang biasa diberikan anak-anak ketika sedang malas belajar, mengantuk.
"Lidahnya diem ya kalo nggak mau gue potong." Tegur Kailash. Tidak marah malah senang.
"Suka-suka gue lah, lidah siapa yang ngatur siapa." Jawab Trisha. Dan terus terusan melakukan hal yang sama.
Kamar mereka di lantai atas, harus menaiki tangga. Sedangkan menopang tubuh Trisha tidak mudah, Kailash harus berhati-hati agar tidak jatuh. Tangannya semakin sakit karena Trisha yang berat.
Nafasnya tersengal, tepat di anak tangga terkahir, paling atas. Sebentar lagi sampai pada kamarnya, Kailash sedikit menaikkan tubuh Trisha yang mulai merosot.
"Berat ya mas?"
"Nggak kok, ini mah sama batu satu ton juga tetep lebih berat batu satu ton."
Mata Trisha membelalak. Melumat bibir Kailash lalu menggigitnya.
"Shhh sakit tau. Nakal banget."
"Makanya punya mulut dijaga. Bandingin orang sama batu satu ton. Emang aku seberat itu?"
"Lah yang penting hasil perbandingannya bener. Kamu sama batu lebih berat batu." Trisha mengerucutkan bibir mendengar jawaban suaminya.
Sampailah mereka di kamar dan Kailash segera menurunkan Trisha. Mendudukkan istrinya di tepi ranjang, membuka bajunya perlahan karena istrinya mau mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Terakhir
RomanceBercerita tentang seorang perempuan muda yang sudah melaksanakan sumpah dokter bernama Trisha Sadya Salsabila. Panggil saja Trisha, gadis yang sangat menyukai kopi. Salah satu harapannya yang belum tercapai ialah bisa meracik kopi yang nikmat untuk...