−Januari, MMXXIV−
♡♡♡
Bibir tipis Larissa berlabuh di leher jenjang pria itu. Mengecup ceruk leher pria itu cukup lama.Hanya sentuhan kecil, namun berhasil membangkitkan hasrat yang telah lama mati.
Tanpa Larissa sadari, ia menghidu aroma maskulin pria itu dalam-dalam. Embusan napas gadis itu berhasil membuat kulit leher pria yang berada di bawah tubuhnya meremang.
Aroma tubuh pria yang berada di bawah tubuh Larissa sungguh menenangkan, gelora panas dalam tubuh semakin menghantui tatkala dari balik baju yang membalut tubuh, Larissa merasakan otot-otot liat pria itu.
Sesuatu yang berada di pusat tubuh pria itu pun membubung ketika Larissa menggeliat gelisah di atas tubuhnya.
Kala pintu ruang rapat terbuka, pria itu dengan sigap menutupi paha Larissa yang terbuka dengan jas yang sejak tadi disampir di lengan. Menutupi paha Larissa agar tak menjadi santapan berpasang mata para pria —yang dapat ia pastikan beberapa di antaranya bermata keranjang.
Sementara Larissa masih bergeming dengan posisi menindih tubuh pria tampan berlesung pipi itu.
Gadis itu terlalu nyaman. Bahkan telinganya tak lagi dapat mencerna bisikan-bisikan dari ambang pintu ruang rapat.
"Larissa Zayna Ganendra!"
Seruan itu berasal dari komisaris utama G Group, Chandra Ganendra, yang tak lain dan tak bukan adalah ayah gadis itu.
"Larissa!"
"Anda dipanggil." Pria itu menengahi dengan nada berbisik kala Larissa tak juga bangkit dari posisi yang teramat tidak etis itu.
Sementara di ujung pintu masuk ruang rapat, suara semakin terdengar gaduh. Bukan hanya Pak Chandra dan Lingga −putra sulung Pak Chandra− yang sudah berada di ruang rapat, melainkan para anggota pertemuan yang menghadiri agenda rapat pagi ini.
"Zayna."
"Oh God!"
Larissa buru-buru bangkit dari atas tubuh pria itu, air muka gadis itu tentu saja sulit dijelaskan. Ia menelan saliva susah payah tatkala Pak Chandra dan Lingga melangkah mendekatinya dan pria di sebelahnya.
Otak gadis itu masih tak bisa mencerna apa yang telah terjadi. Yang gadis itu ingat, terakhir kali ia masih beradu tatap dengan pria di sebelahnya saat pria itu baru saja masuk ke ruang rapat.
"Apa yang kamu lakukan, Rissa?"
"Abah ... ini gak seperti yang Abah pikir, kok." Larissa mengibas-ngibaskan tangannya panik.
Pak Chandra menatap Larissa dan pria itu bergantian. Ekspresi wajah pria paruh baya itu sulit diartikan. "Bisa kalian jelaskan dengan sejujur-jujurnya apa yang terjadi?"
"Pak, betul kata putri Bapak, ini tidak seperti yang Bapak pikirkan. Kami tidak melakukan apa pun." Pria itu berujar tenang. Telalu tenang sampai-sampai Larissa geregetan karenanya.
Pak Chandra mendengkus.
"Kami bahkan tidak saling mengenal."
Pak Chandra kembali mendengkus, lalu tertawa sumbang. "Gak kenal, tapi kamu panggil anak saya apa tadi? Zayna?"
Larissa mendongak, menatap pria yang berdiri gagah di sampingnya.
Benarkah pria itu yang tadi memanggilnya Zayna?
"Atmadeva, Larissa, coba jawab saya!"
"Mama gak salah, Opa."
Mama?
Opa?
Seluruh pasang mata di ruangan itu beralih menatap seorang anak laki-laki.
Anak laki-laki tampan itu tersenyum manis. "Tadi Arsen gak sengaja nyenggol Mama, sampai Mama nubruk Papa, terus jatuh, deh," jelas anak laki-laki itu yang tentu saja tak sepenuhnya jujur. Jelas-jelas ia sengaja menolak tubuh Larissa agar jatuh kepelukan Deva, Papanya. Alih-alih saling berpelukan, keduanya malah terjerembab hingga saling menindih. Bukannya kecewa, Arsen malah bahagia.
"W-wait, Mama?" itu Larissa yang bersuara.
Arsen mengangguk cepat. "Mama Larissa, Mamanya Arsen, kan?"
Hening.
Larissa masih tak bisa mencerna secara runut kejadian yang baru saja menimpa dirinya. Kenapa tiba-tiba ia menjadi seorang Mama?
Pak Chandra mendengkus untuk kesekian kali. "Kalian harus segera menikah. Titik."
"Abah, gak gitu, dong." Larissa buru-buru mendekati sang ayah. "Aku bisa jelasin ke Abah apa yang terjadi tadi." Larissa menggenggam lengan Pak Chandra, nada suaranya terdengar meringik, kakinya bergerak gelisah di bawah sana.
Gadis itu benar-benar panik. Bagaimana bisa tiba-tiba sang ayah menyuruhnya menikah dengan pria asing?
Pak Chandra melirik putri bungsunya dengan tatapan malas, lalu beralih menatap Deva. "Saya akan hubungi orang tua kamu untuk membahas pernikahan kalian," pungkas Pak Chandra, kemudian segera berderap ke luar dari ruang rapat.
Tiba-tiba pria paruh baya itu malas mengikuti jalannya rapat yang akan membahas tentang perencanaan penambahan kuantitas pesawat untuk perusahaan penerbangan yang dipimpin putra sulungnya, rasanya lebih seru membahas rencana pernikahan putri bungsunya dengan sang istri di rumah.
"Abah, please." Larissa segera berlari, mengejar sang ayah. Tidak ingin kesalahpahaman Pak Chandra berakibat fatal di hidupnya.
Menikah di usia 26 tahun? Dengan pria asing pula?
Yang benar saja.
♡♡♡
Hai, Dulur-Dulur! ^^
Apa kabarnya, nih?
Awal tahun ini aku membawa pasangan baru, lho.
Ada Larissa dan Mas Deva di sini.
Kisah cinta mereka ini akan sedikit buat panas; panas karena emosi sebab kelabilan Mas Deva dan panas karena 'hmmm'. >_<
Aku akan berusaha sebaik mungkin menyajikan bacaan romansa yang mampu memanjakan dulur-dulur semua.
Jangan lupa vote sebagai bentuk dukungan untuk tulisanku, ya.
Ah, komentar yang kalian tinggalkan juga menjadi semangat tiada tara bagiku.
Warmest regards,
Your Harumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pancarona Larissa [TAMAT-LENGKAP]
Romance⚠️ Kalau Teman-Teman tim sad ending, silakan mundur. Jangan kecewakan diri kalian dengan akhir cerita yang bahagia. Thank you. . . . . . Tiba-tiba menjadi istri. Tiba-tiba menjadi seorang ibu tiri. Hidup Larissa dibuat jungkir balik setelah mengena...