XXII

18.5K 1K 170
                                    

−Februari, MMXXIV−

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

−Februari, MMXXIV−

♡♡♡

Happy Reading, Dulur-Dulur.

Warmest regards,

Your Harumi.

♡♡♡

Suara ketukan pintu memecah hening ruangan direktur utama Kanagara Hotels and Resorts. Kepala Deva lantas mendongak, sedetik kemudian suara beratnya mengudara.

"Masuk."

Saat pintu telah dibuka, masuklah sosok perempuan cantik berkulit sawo matang dengan setelan blazer dan celana panjang berwarna pink fuschia. Tungkainya melangkah percaya diri mendekati meja direktur utama.

"Ada apa, Sherly?"

Sherly tersenyum tipis sebelum berkata, "Ibu ada di luar, Pak."

"Ibu?" Alis mata Deva saling bertautan. Bingung. Ibu siapa yang dimaksud Sherly? Mamanya atau Larissa.

Lagi Sherly tersenyum tipis, mengerti kebingungan Deva. "Bu Larissa ada di luar, Pak. Ingin bertemu dengan Bapak."

"Larissa?"

"Betul, Pak."

"Persilakan masuk," titahnya setelah berdeham salah tingkah. Tiba-tiba perasaan hangat menyergapi diri setelah tahu istrinya menghampiri ke kantor.

Belum sempat Sherly melangkah ke luar ruangan untuk memanggil Larissa, wanita itu sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan.

Sherly menundukkan sedikit kepala, serta mengukir senyuman kepada Larissa sebelum meninggalkan ruangan Deva.

Satu hal yang langsung Deva tangkap dari wajah istrinya pagi ini, tak ada senyum dan pendar bahagia dari wajah jelita Larissa Zayna Ganendra. Hanya ada kemurungan serta amarah yang tertahan melingkupi wanita itu.

Jika tak ingat harus menjaga kehormatan sang suami, saat ini juga Larissa sudah pasti akan meneriaki dan mengeluarkan umpatan. Namun sekeras mungkin ia berusaha tuk menahan segala gelombang amarah dan kecewa.

Sementara Deva, pria itu mengerutkan dahi dalam-dalam, selain karena wajah masam sang istri, penampilan wanita itu juga cukup membuat Deva pusing.

Pagi ini Larissa memilih mengenakan setelan crop blazer berwarna hitam yang memamerkan bagian perut serta rok pendek sebatas paha mengekspos kaki indahnya.

"Hai, Sayang." Menepis segala kemelut dalam kepala, pria itu segera bangkit dari duduk, kemudian berjalan menghampiri Larissa.

"Ada apa datang ke kantor Mas?"

Larissa enggan membuka suara. Ia kunci tatap dengan netra cokelat gelap itu. Rahangnya mengerat keras.

Bersitatap dengan Deva membuat marah tak bisa dipendam lebih lama lagi.

Pancarona Larissa [TAMAT-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang