Lima Belas

346 17 0
                                    

Brak!!

"Bukanya saya udah bilang bawakan saya laporan minggu ini?!"

Karina, yang menjadi objek teriakan Arsen berjengit kaget. Dia merasa yakin tadi dia mendengar Arsen menyuruhnya untuk membawakan laporan minggu lalu. Lagipula ini masih hari Rabu. Laporan mingguan untuk minggu ini tentu saja ada di hari Senin nanti.

"Tapi Pak--"

"Keluar!" bentak Arsen. Karina berjengit lagi untuk kesekian kalinya hari ini.

"Baik, Pak," ucap Karina dan segera meninggalkan ruangan Arsen. Rasanya dia ingin cepat pulang saja kalau begini. Lagipula sejak kapan atasanya jadi tukang marah seperti itu.

Arsen menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan memijat pelipisnya. Sudah tiga hari ini dia tidak mendapatkan kabar dari Lea. Dia juga tidak bisa bertanya pada Mamanya, mertuanya, atau bahkan sahabat-sahabat Lea, karena mereka menyangka keadaan Lea dan dirinya baik-baik saja.

Arsen mengakui kalau dia kaget ketika dia menelpon mama, mertua, dan sahabat Lea. Mereka memarahinya karena membiarkan Lea berlibur sendiri ke Raja Ampat dan dia malah harus pergi ke luar kota. Padahal dia sudah ketar-ketir akan mendapatkan amukan mereka karena menyakiti Lea lagi, dan Arsen bersyukur karena Lea menjaga masalah rumah tangganya hanya untuk mereka berdua.

Dan Arsen yakin Lea masih berada di kota ini, Lea tidak mungkin pergi ke luar kota. Dia sangat mengenal Lea. Lea tidak pernah berani bepergian jauh sendiri. Sayangnya, dia tidak punya ide sama sekali Lea pergi kemana.

Tapi bagaimana kalau Lea memang pergi ke Raja Ampat? Apa Lea bisa menjaga dirinya sendiri? Apa Lea tidak kelaparan? Berapa uang yang Lea ambil? Apa Lea bisa tidur nyenyak? Apa Lea tinggal di tempat yang layak?

Arsen menghela napas frustasi. Semua pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Dia tidak bisa diam seperti ini. Dia harus mencari Lea dan membawanya pulang.

Arsen segera mengambil jas dan tas kerjanya. Dia dengan cepat melangkah ke luar ruangan. Dia tidak boleh santai-santai seperti ini sedangkan mungkin Lea sedang kesusahan di luar sana.

"Anda mau kemana, Pak?"

Arsen menghentikan langkahnya ketika Karina mengintrupsi langkahnya.

"Saya ada urusan," jawab Arsen tanpa berbalik.

"Tapi setelah makan siang ini Anda rapat, Pak," ucap Karina panik.

Arsen berbalik dan menatap Karina kesal. Karina memundurkan tubuhnya ketika melihat tatapan membunuh Arsen.

"Batal--" Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di benaknya. Arsen menatap Karina dan menyipitkan matanya. Karina yang merasa diperhatikan terlalu intens mengusap tengkuknya gelisah. Ada apa sebenarnya dengan atasannya ini?

"Kamu sekretaris saya, kan?" tanya Arsen.

Karina menatap Arsen bingung. "Ya," jawab karina ragu. Apa jangan-jangan dia akan dipecat?

"Sekretaris akan melakukan apapun yang disuruh atasanya, kan?" tanya Arsen lagi. Karina mengangguk ragu.

Arsen tersenyum. "Bagus. Temui saya lima menit lagi di ruangan saya, Karina. Saya tidak mentoleransi kalau kamu telat sedikit saja. Paham?" perintah Arsen. Tanpa menunggu jawaban Karina, dia segera masuk ke ruanganya kembali.

Karina segera mengecek ponselnya dan melihat jam di sana.

10:23

Karina berjalan mondar-mandir di depan pintu ruangan Arsen. Dan sesekali melirik jam yang ada di ponselnya. Lima menit terasa lima jam untuknya. Dia takut kalau dia telat dan Arsen akan melaporkanya pada bagian personalia atas kelalaianya. Bagaimana kalau dia mendapat SP 1. tidak, tidak, itu tidak boleh terjadi. Karina segera melirik lagi ponselnya. Dia tersentak ketika melihat jam di ponselnya sudah menunjukan 10:29. Karina segera mengetuk pintu ruangan Arsen dan membuka pintu ketika mendengar sahutan Arsen. Semoga Arsen tidak menyadari keterlambatan satu menitnya.

The Chronicle of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang