Enam Belas

335 18 5
                                    

"Apa kau bilang?" Arsen menatap Karina tidak percaya. Dia pasti salah dengar. Ya, dia pasti salah dengar.

Karina menggigit bibirnya gugup. Tidak lagi. Dia tidak ingin mendengar Arsen marah-marah lagi.

"Mobil Bapak ada di kantor polisi karena kena tilang parkir di sembarang tempat, dan---"

"Berapa uang yang diambil?" potong Arsen. Dia tidak salah dengar. Lea benar-benar sudah merencanakan agar dia tidak ditemukan.

"Dua ratus ribu, P--"

"Dua ratus ribu, kamu bilang? Makan apa Lea kalau dia hanya mengambil segitu, Karina!!"

Karina berjengit. Mana aku tahu, Pak. Batinya kesal.

"Keluar!" usir Arsen.

Karina tidak perlu diperintah dua kali karena sekarang dia sudah menghilang dari hadapan Arsen saat itu juga.

Arsen melempar berkas-berkas yang ada di mejanya. Persetan dengan semua data yang harus dia periksa saat ini juga. Istrinya ada di luaran sana tanpa uang. Ini sudah satu minggu Lea menghilang dan Karina bilang, terakhir nomor rekening itu mengambil uang adalah seminggu yang lalu dengan jumlah dua ratus ribu.

Apa yang dipikirkan Lea sebenarnya? Makan apa dia dengan uang sebesar itu? Apa jangan-jangan benar yang dipikirkan Arsen selama ini? Kalau Lea ada di luaran sana, kelaparan dan kedinginan?

Dia harus menemukan Lea sekarang juga. Dia tidak bisa membiarkan Lea menghilang lebih lama dari ini. Dia tidak ingin hal buruk terjadi pada Lea.

Arsen segera keluar dari ruanganya. Dia tersentak ketika mendapati seorang wanita yang tidak ingin dia temui sekarang. Gara-gara wanita di depanya Lea meninggalkanya. Kalau bukan karena menuruti kemauan gadis itu untuk memeluknya terakhir kalinya, Lea pasti tidak akan meninggalkanya.

"Arsen--"

"Tidak sekarang Nada. Saya perlu mencari Lea," potong Arsen. Dia tidak menghiraukan Nada dan melangkah melewatinya. Langkahnya terhenti ketika Nada memeluk pinggangnya, menghentikan langkah Arsen.

"Jangan tinggalin aku, Arsen. Aku gak punya siapa-siapa lagi selain kamu," lirih Nada.

Arsen menghela napas, melepaskan pelukan Nada, kemudian berbalik menghadapnya.

"Biarkan saya temukan Lea dan baru kita bicara," ucap Arsen.

Nada menatap Arsen dengan tatapan memohon. "Arsen, jangan tinggalin aku."

Arsen memejamkan matanya frustasi. Sebesar apapun dia kesal atau marah pada Nada, dia tetap tidak bisa membentak Nada. Bagaimanapun juga, dia menyayangi Nada.

"Saya antar kamu pulang," tandas Arsen dan menarik tangan Nada agar segera mengikutinya.

Karina yang melihat adegan itu segera mencibir Arsen dan mengutuk Arsen.

"Pantas saja Bu Lea pergi. Dasar cowok plin plan," cibir Karina.

Dia segera menghubungi nomor ponsel seseorang yang baru dia dapatkan kemarin malam. Sambungan itu diangkat pada nada sambung kelima.

"Halo? Bu Lea?"

***

Arsen memarkirkan mobilnya di halaman rumah Nada. Dulu, rumah ini adalah rumah kedua yang pasti akan di datangi Arsen ketika dia memiliki masalah, setelah rumah mamanya, tentu saja. Tapi sekarang, rumah ini tidak memiliki arti apa-apa lagi selain bahwa rumah ini adalah rumah Nada.

"Maaf Arsen. Aku buat kamu jadi sulit gini. Aku emang pembawa masalah, kan? Harusnya aku gak dilahirin aja."

Arsen menghela napas. Bagaimana mungkin dia bisa membiarkan Nada kehilangan dirinya ketika dia tahu dia tidak akan bisa melakukan itu? Tapi dia tahu, sekarang bukan saatnya dia mengkhawatirkan Nada atau masalah hubunganya dengan Nada. Dia harus fokus pada rumah tangganya yang berada di ambang kehancuran karena keteledoran dirinya. Dia harus tegas.

The Chronicle of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang