Dua Puluh

373 14 0
                                    

Arsen tahu tubuhnya memeluk Lea lebih erat dari sebelumnya. Dia takut Lea akan pergi setelah mendengar rahasia Arsen. Dia tidak prenah menyesal bertemu dengan Nada, tapi apa yang dia sesalkan adalah apa yang telah dia laukan pada Nada. Tidak seharusnya mereka melakukan hal sejauh itu. Dia merasa menjadi seorang laki-laki yang gagal. Laki-laki yang tidak bisa menjaga perempuan-perempuan yang dia sayangi.

"Lea?" tanya Arsen ragu. Arsen melepaskan pelukannya dan menatap Lea takut. Arsen melihat wajah Lea yang tampak kosong. Laki-laki itu menangkupkan tangannya pada pipi Lea.

"Lea?" panggil Arsen lagi.

Lea menghela napas kemudian menatap Arsen kosong. "Apa yang akan Mas lakukan setelah ini?" tanya Lea tiba-tiba.

Arsen melihat Lea ragu. "Apapun yang kamu mau, Lea. Saya tahu saya ngelakuin hal yang mungkin buat kamu jijik. Saya akan lakukan apapun yang kamu minta.

Lea mengangguk kemudian berdiri dan mengambil minum dari kulkas. "Kasih aku waktu dua hari buat mikirin apa yang mau aku lakuin," Lea menatap Arsen lekat, "dan kita pulang hari ini."

"Pulang ke rumah kita?"

Lea memutar kedua bola matanya. "Ya, menurut Mas kita pulang kemana?"

Arsen tertawa. Dia tahu semuanya akan baik-baik saja. "Oke."

Lea tersenyum lebar. "Mas harus siap ama apapun yang saya pinta, ya?"

"Siap, Komandan!"

Lea tertawa. Betapa leganya Arsen dapat melihat Lea tertawa karenanya lagi. Tiba-tiba Arsen penasaran dengan beberapa hal yang membuatnya khawatir. "Ehm... Lea?" tanya Arsen ragu sembari mendekati Lea.

"Ya, Mas?"

"Kamu dimana selama ini? Tinggal dimana?"

Lea menatap Arsen dari balik gelas. Entah hanya bayangan Arsen atau memang Lea menatap Arsen dengan tatapan jahilnya.

Lea berdehem kemudian mendekati Arsen dan memeluk lengan kanan Arsen. "Dimana-mana. Ke apartemen Tia, rumah Ria, rumah Bunda, rumah Mama, tapi seringnya si di rumah, Mas," jawab Lea.

Arsen mengerutkan keningnya bingung. "Rumah?"

Lea mengangguk. "He-eh, rumah. Rumah kita. Tapi pas Mas sering ke club, aku juga kesana si, Mas. Jagain Mas kalau-kalau Mas main ser--"

Arsen melepaskan pelukan Lea dan menatap Lea tak percaya. "Di rumah kita kamu bilang? Ngikutin saya? Maksud kamu itu apa Lea? Karena kalau kamu bilang kamu ngikutin saya selama ini, itu sama sekali gak masuk akal. Saya nyari kamu kemana-mana Lea, for God's sake!"

Lea meringis, "Ya abisan aku gak mungkin selamanya numpang ke rumah orang, kan, Mas. Entar kalo mereka tahu kita lagi berantem kamu juga yang abis, Mas. Udah tahu sahabat aku tuh ganas-ganas; apalagi, semua hal yang berhubungan sama kamu."

"Jadi selama ini saya...," Arsen menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya, "Kamu benar-benar keterlaluan Lea."

Lea tersenyum lebar kemudian memeluk leher Arsen. "Mas jangan marah, ih. Mas bilang kan Mas mau ngelakuin semua hal yang aku minta, iya, kan? Makanya jangan marah," bujuk Lea.

"Saya gak marah Lea, saya cuman ngerasa kalau--"

"Kalau gitu jangan ngerasain apapun. Yang penting aku udah disini, Mas udah jujur ama aku, dan semuanya bisa kembali seperti semula. Aku, Mas, dan keluarga kecil kita."

Arsen menghela napas kemudian memeluk Lea erat. "Thanks for coming back to me, Lea," lirih Arsen.

Lea tersenyum dan membalas pelukan Arsen sama eratnya. "No, Mas. I'm the only one who has to say thank you. Thank you for waiting on me."


The Chronicle of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang