•TANDAI TYPO!!
ABSEN DULU PARA XIYES
AYOK KASI LOVE KUNINGNYA
💛💛
•
•
•
•
•
HAPPY READING
•
•
•
•Ummi Laila tengah menulis beberapa kekurangan dapur pesantren bersama dengan Zulfa. Hari ini adalah jadwal belanja bulanan untuk dapur pesantren.
“Ini Ummi” ujar Zulfa memberikan selembaran berisi list bahan yang hendak dibeli.
“Terima kasih” ujar Ummi Laila sembari membaca lembaran tersebut dan memasukkannya ke dalam tas kecil.
“Ummi mau ke pasar sekarang?”
“Iya Zulfa, tapi kali ini Ummi akan pergi bersama Zaifarah, kebetulan dia ingin membeli sesuatu.” Terang Ummi Laila.
“Oh iya Ummi” balas Zulfa halus.
“Ya sudah, Ummi permisi. Assalamualaikum”
“Waalaikumusalam”
Ummi Laila berjalan keluar. Zulfa menatap punggung itu dengan tangan yang meremas kuat gamis yang ia kenakan. Ia tersenyum miring.
“Mau bersaing rupanya”
Sedang itu, di Ndalem. Zaifarah terlihat begitu senang karena akhirnya ia bisa keluar dari lingkup pesantren walaupun hanya ke pasar, setidaknya ia bisa melihat keluar.
“Bunda mau nitip apa?” tanya nya semangat kepada wanita berusia lanjut yang tak lain adalah bundanya sendiri.
“Bunda” panggilnya lagi.
“Bund!”
“Eh!” sahut Bunda Safira sedikit terkejut. Rupanya sedari tadi ia tidak mendenggarkan Zaifarah.
“Bunda ngelamun?”
“Enggak sayang.. tadi nanya apa?” ujar Bunda Safira dengan senyum hangat.
“Bunda beneran gak lagi mikirin apa-apa. Atau Bunda lagi mikirin soal kemarin?” tebak Zaifatrah.
Bunda Safira menggeleng singkat. Ia terus tersenyum kepada anak gadisnya ini. Sesekali Bunda Safira mengelus puncak kepala Zaifarah.
“Beneran Bunda?” tanya Zaifarah lagi, terbesit nada khawatir.
“Iya sayangnya Bunda…”
“Awas aja Bunda sembunyiin sesuatu ama aku. Aku bakalan marah beneran ama Bunda” ujar Zaifarah mengancam.
Tidak lama berselang. Ketukan pintu kamar terdengar, rupanya Ummi Laila sudah siap menuju ppasar. Zaifarah mengambil tas kecil dan bergegas keluar menghampiri Ummi Laila.
Sudah hampir setengah jam tiga manusia ini mengelilingi pasar. Kebetulan Tarim mengantarkan mereka karena Gus Rizky tengah ada urusan di pesantren, jadilah Tarim yang mengambil alih semuanya.
Zaifarah tampak membaca beberapa kebutuhan yang belum terbeli. Ia dan Ummi Laila tampak kompak memilih beberapa cabai dan sayuran segar. Tarim hanya terus melangkah menerima barang bawaan mereka.
“Umma, Aifa pergi ke sebelah sana ya, mau beli wortel” ujarnya segera pergi ke kedai yang ia maksud.
Zaifarah melangkah mendekati kedai. Ia melihat lihat beberapa biji wortel yang tampak segar dan sehat.
“Pak, setengah kilo ya!” serunya.
Sang pemilik kedai menoleh kala mendengar seruan Zaifarah. Seketika senyumnya terbit menyadari bahwa Zaifarah lah yang membeli.
“Eh. Ini Neng Zaifarah ya?. Ujarnya semangat. Zaifarah hanya tersenyum.
“Jin pak!” celetuk Zaifarah disertai candaan.
Pak Ijad yang mendengar sapaan itu hanya terkekeh. Ternyata gadis di depannya ini tidak berubah masih saja suka bercanda.
“MasyaAllah. Bapak kira tadi siapa, takut salah orang soalnya beda banget penampilannya” ujar Pak Ijad jujur dan sedikit takjub.
Zaifarah hanya terkekeh sembari memilih wortel dan menaikkannya ke timbangan untuk di hitung beratnya.
“Lama gak keliatan kumpul Neng. Kemana aja?”
“Iyanih Pak. Wajarlah kan sekarang jadi anak pesantren. Dimasukin ke pesantren ama Bokap” ujarnya.
“Pantesan beda banget sekarang, ini Neng” ujarnya sembari memberikan plastik berisi wortel permintaan Zaifarah.
“Makasih Pak”
“Oh iya Neng. Kebetulan ketemu, kemarin kalo gak salah kemarinnya. Anak-anak cariin Neng kesini. Nanyain Neng Zaifarah” terang Pak Ijad.
“Terus, bapak jawab apa?”
“Bapak jawab gak tau. Soalnya kan Neng lama gak keliatan, eh Taunya ketemu hari ini. Terus Den Andre nitipin sesuatu ke Bapak” ujar Pak Ijad sembari merogoh sesuatu di dalam tasnya dan memberikannya kepada Zaifarah.
“Nih. Katanya Den Andre, kalau ketemu disuruh kasi terus Neng disuruh liat isinya” tambah Pak Ijad.
Zaifarah meraih benda kecil berbentuk persegi panjang itu. Entah kenapa hatinya merasa tidak tenang kala mendengar nama yang baru saja disebutkan.
“Makasih ya Pak. Nanti kalau bapak ketemu, bilangin aja aku ada di pesantren At-Taqwa”
“Siap Neng!”
“Jadi berapa Pak?”
“Buat Eneng selalu gratis!” ujar Pak Ijad dengan gaya khasnya.
“Beneran nih Pak. Aduh jadi enak” celetuknya diiringi nada candaan.
“Ya ampun Neng.. gak pernah berubah sifatnya”
“Yaudah Pak. Kalo gitu aku permisi dulu, Assalamualaikum”
“Iya Neng. Lain waktu kesini lagi, Waalaikumusalam”
Zaifarah kembali menghampiri Ummi Laila dan Tarim yang sudah menunggunya. Semua bahan belanja telah dibeli dan mereka bertiga memutuskan untuk pulang.~•~•~•~•~•~•~
Gus Rizky tengah berada di dalam ruangannya. Ia sedikit memijat pangkal idungnya mengingat santriwan yang baru saja ia hadapi, ditambah lagi kala melihat postingan status dari Tarim. Membuat Mood nya seketika rusak.
Gus Rizky menahan umpatannya kala kembali mengingat status itu. Ia begitu menyesal tidak dapat mengantarkan Ummi Laila dan Zaifarah ke pasar. Gus Rizky segera beranjak, lebih bai kia segera ke Ndalem untuk menunggu Zaifarah kembali. Namun, baru saja lelaki itu membuka pintu seorang juga baru saja hendak mengetuk pintu.
“Assalamualaikum Gus”
Zulfa, gadis itu baru saja hendak mengetuk tapi sudah diidahului oleh Gus Rizky.
“Ada apa?” sahut Gus Rizky. Bahkan saking kesalnya ia melupakan menjawab salam.
“Salam harus di jawab Gus” peringat Zulfa.
“Jawab saja pertanyaan saya” ujar Gus Rizky enggan ber basabasi.
“Maaf Gus, saya di suruh ustazah Zahra menanyakan tentang Burdah Gus” ujarnya, membuat Gus Rizky menyernyit.
“Bukannya masalah itu sudah saya serahkan kepada ustazah Zahra?”
“Iya Gus, Namun masih ada yang harus di benahi.”
“Nanti saya akan bahas bersama ustazah Zahra. Silahkan kembali” ujar Gus Rizky menutup rapat ruangannya.
“Tapi Gus”
“Apalagi” sahut Gus Rizky jengah. Mood nya sedang tidak bagus.
“Bisakah Gus Rizky kasi tau saya saja, nanti aku sampaikan ke Ustazah” ujar Zulfa menunduk.
“Saya sudah katakana untuk membahasnya nanti” ujar Gus Rizky lagi.
“Tapi Gus”
“Tidakkah kamu mendengar?”
“Maaf Gus”
Gus Rizky segera berlalu, mood nya sudah rusak ditambah dengan Zulfa benar – benar membuatnya sedikit emosi. Ia berjalan cepat menuju Ndalem. Baru saja ia hendak melangkahkan kaki masuk, suara familiar terdengar, ia segera menoleh dan mendapati gadisnya sedang bercanda dengan Tarim.
“Umma”
“Eh diam ada orangnya” seru Zaifarah sempat terdengar oleh sang empu.
“Kalian membicarakan saya?” ujar Gus Rizky dengan sorot mata tajamnya.
“Tidak Gus!”
“Sudah, sudah. Ummi masuk ke dalam dulu. Tarim bawakan sisanya nanti”
Ummi Laila segera berlalu, membawa bahan ke Ndalem. Sedang Gus Rizky merogoh sakunya dan memperlihatkan postingan yang Tarim lakukan.
“Apa maksudmu dengan ini?”
Tarim seketika menegang. Ia menoleh kearah Zaifarah yang sedang berusaha melihat layar Gus Rizky. Namun sang empu terus menghalangi, bahkan mematikan layarnya.
“Oh itu.. tadi anu, eh dengar tidak, ada yang memanggil saya. saya permisi dulu” ujar Tarim dengan langkah cepat ia berlari menjauhi Gus Rizky yang siap memakannya.
Sedang Gus Rizky menoleh kepada Zaifarah yang juga menatapnya. Gus Rizky berjalan mendekat.
“Apa. Mau gue colok mata lo ha!” ujar Zaifarah galak. Gus Rizky seketika melunakkan tatapannya.
“Tidak. Hanya sedikit kesal” jujurnya.
“Dih. Dah tuh bawa sisa belanjaan!” titahnya segera berjalan memasuki Ndalem. Tidak bisa di pungkiri sebenarnya Zaifarah juga merasa gugup sama seperti Tarim.
“Nyeremin banget!”•
•
•
••
•
•
•
•TBC
•
•
•
•
TINGGALKAN JEJAK OKEYY???~~~SEE YOU~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗭𝗔𝗜𝗙𝗔𝗥𝗔𝗛
Teen FictionZaifarah gadis SMK yang terpaksa harus pindah ke sebuah pondok pesantren At-Taqwa. walaupun secara garis besar itu bukan keinginannya. ia takut melawan ayahnya dan ia juga terikat oleh wasiat Alm kakeknya. Gus Rizky lelaki yang kepalanya tidak terpi...