HARI Berlalu, kini terpantau sudah lima belas hari setelah kejadian dimana Renjun mengamuk dan setelahnya Jaemin tak mendengar kabar sang kakak sekalipun.
Hari ini Jaemin dan Jisu diundang ke istana, keduanya kini tengah terduduk di kereta kencana khusus yang disiapkan oleh Jeno. "Oppa.. Jisu memanggil sedari tadi." tepukan Jisu pada pundak Jaemin mengalihkan arah pandangan nya, "Oh maaf Jisu, Oppa hanya terpukau dengan pemandangan indah di luar sana.." jelas Jaemin, sedangkan Jisu menatap heran. Apa yang indah?? Mereka tengah melewati hutan liar; dimana tak ada satupun manusia yang hidup disini karena itulah hutan ini tak terawat apalagi dengan adanya desas desus pembunuhan berantai sering terjadi disini.
Jaemin menggeleng memastikan, ia sempat melihat sosok sang kakak diantara semak - semak belukar yang tak jauh dari sana. "JISU! Kau baik - baik saja??" tanya Jaemin sesaat setelah kuda yang mereka tumpangi mengamuk dan pergi meninggalkan Kereta nya, "Aku baik. Kenapa Oppa??" tanya Jisu dengan sedikit mengguncang lengan Jaemin, sedangkan Jaemin terdiam menatap beberapa pengawal yang dikirimkan untuk bersamanya kini telah tewas, beberapa ada yang terluka parah.
"Halo... Adik tersayang." Renjun tertawa kecut menatap sang adik kini menatap ketakutan, ia masuk dan menutup pintu, tak lama kereta kencana tersebut terasa berjalan dengan arah jalan yang berbeda.
Renjun mengeluarkan bilah pisau bambu yang sewaktu itu Jaemin pakai untuk mengancam Pangeran dari keluarga Lee, "Kau tahu, Hyung mu ini mempelajari sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya-" pisau yang kini terlihat lebih tajam tersebut ia goreskan perlahan ke kursi dengan kain abu itu.
"-Cara memancing singa jantan.. yaitu dengan membawa singa betina kesayangan nya." Renjun menatap seakan melemparkan tatapan konyol kepadanya.
"Hyung, aku adikmu." OH, ada yang bilang jika Jaemin bukan adik nya??
"Jaemin, kau terlalu naif.. kau tahu sendiri seberapa liciknya garis keturunan Nakamoto." bisik Renjun, tersenyum bak iblis yang haus akan dendamnya tersendiri.
"Oh, kita sudah sampai-" ucap Renjun, setelahnya ia turun dari kereta kencana dengan cepat lalu memasuki tempat persembunyian mereka. "-bawa tunangan Pangeran dan anak kecil bodoh itu keruangan ku, pastikan penjagaan disana lebih ketat." angkuh Renjun, Jaemin menatap nanar. Hyung nya benar - benar sudah gelap akan dendam."
"Kau melapor ke Raja, aku akan memantau dari sini." seseorang di balik semak berbisik menyaksikan kejadian tersebut.
••••
Jeno mengamuk saat mendengar kabar jika Tunangan nya hilang ditengah hutan; yang lebih janggal ialah kereta kencana yang Jaemin tumpangi pun ikut hilang tanpa jejak.
Namun tak lama seseorang dengan tergesa - gesa memasuki istana, "Pangeran, saya menemukan keberadaan Tuan Jaemin." setelahnya Jeno bergegas mengikuti tanpa sadar siapa orang yang memberitahu informasinya itu.
Sang Raja memantau dari kejauhan, tak lama datang salah satu pengawal kepercayaan nya yang sempat ia kirimkan untuk membawa Jaemin kemari, "Mereka ada di dalam hutan liar, tepatnya arah barat dari istana. Yang Mulia Raja." bisik nya, sang Raja bergegas membawa kudanya berbekal tiga orang pengawal kepercayaan nya dan satu jendral kepercayaan Jeno.
"Anak itu terlalu gegabah." Jaehyun tak menghentikan Jeno karena ia tahu siapa dalang dibalik semua ini, ia hanya mengikuti alur permainan nya.
Kembali kepada Jeno yang kini tengah berkuda dengan cepat, dihadapannya terlihat jelas hutan liar yang digadang - gadangkan mempunyai seribu misteri di dalamnya.
"Agh!" ringis Jeno sesaat setelah terjatuh dari kudanya karena pukulan telak di pundak nya. "Ternyata lebih mudah membodohi mu." ucap orang asing yang beberapa saat lalu memberitahunya dimana kebersamaan Jaemin.
Jeno geram, bisa - bisa nya ia kecolongan. "Kau! Sialan, siapa Tuan mu, huh?!" teriak Jeno geram, "Aku. Oh, hai Tuan Muda.." Jeno menatap tak percaya, Renjun? Kakak kandung dari Jaemin??
Jeno meringis, pisau bambu tertancap di bahu nya, "Bawa dia." titah Renjun setelah kembali mencabut bilah pisau yang dengan tepat ia tancapkan.
••••
"Jaemin!!" teriakan Jeno terdengar nyaring, sedari tadi Pangeran Jung itu terus menerus meneriakkan nama seseorang yang bahkan tak ada dalam ruangan tersebut.
"Diam! Kau benar - benar berisik persis seperti Ayah mu." Renjun murka, telinganya berdengung nyeri karena menunggu umpan nya termakan sekali lagi.
Seseorang berperawakan tinggi besar memasuki ruangan, "Tuan, terjadi kericuhan diluar sana, sang Raja-" telapak tangan Jaemin melayang di udara; tanda jika tak perlu melanjutkan kalimatnya. "Ups! Tangkapan terakhir ku berhasil.." senyum mengejek Renjun layangkan kepada Jeno.
Jeno ditinggalkan dalam ruangan sunyi itu sendirian, "Jeno.." lirih seseorang dari arah depan.
Jeno mendongak, menatap kearah seseorang yang tak asing baginya. "Jaem- Jaemin. Kau baik - baik saja??" tanya Jeno, Jaemin menjawab namun tak lekas menghampiri Jeno.
"Tentu saja aku baik, sayang." tawa beringas terdengar mencekam di ruangan tersebut. Jeno menatap heran, kenapa Jaemin memilih tertawa daripada melepaskan ikatan nya.
"Oh, Pangeran yang malang.." Jaemin selangkah lebih maju, "Darah dibalas dengan darah-" Jaemin dengan tampilan rapihnya maju selangkah demi selangkah. "-Kematian dibalas dengan kematian, benar??" Jeno mengangguk, ia pernah mengatakan kalimat itu kepada Jaemin kemarin saat keduanya menyaksikan ular tengah memakan daging bangkai singa yang dalam mulutnya terdapat bangkai ular juga.
"Benar. Jaemin, lepaskan ikatan ini. Ayah ku berada dalam bahaya diluar sana." ucap Jeno belum terkoneksi.
Jaemin mendecih, lepaskan katanya?? Ia tak mungkin menggagalkan rencana yang selama ini ia dan sang kakak sendiri buat; menghancurkan keturunan Jung.
Satu tamparan mendarat di pipi kanan Jeno, ia tertegun. "Apa yang kau lakukan?? Jaemin, kau baik - baik saja, kan??" cerca Jeno, Jaemin menatap sayu. "Tidak.. Kau bertanya kepada seorang anak yang telah terbunuh ibunda nya. Tentu saja tidak, aku tak baik - baik saja.." Jaemin gila, emosi nya benar - benar membingungkan Jeno. Ia menangis.
"Ayah mu membunuh Ibu ku, Jeno." lirih Jaemin, tangan nya mengepal diatas dada Jeno, ia memukul telak namun halus kearah Jeno.
"Apa maksudmu??" tanya Jeno, membunuh apanya?? ia bahkan tak tahu jika Jaemin mempunyai keluarga selain Renjun; sang kakak.
Jaemin menatap sayu dengan bilah bibir nya yang mulai menceritakan semuanya tanpa terkecuali, "Ayah mu pikir aku akan percaya dengan kisah buatannya itu-" Jaemin terkekeh, "Rumor ayah ku berselingkuh?? Sudah jelas - jelas Ayah mu, lah- menyebarkan Rumor Permaisuri Nakamoto; Ibuku." kecam Jaemin, Jeno terdiam. Ia tak percaya ayah nya sejahat itu, "Raja Nakamoto membunuh ibuku, ia memperkosanya disaat ayah ku pergi berperang.." lirih Jeno menjelaskan, wajah Jaemin terangkat; menatap kedua mata Jeno dengan tatapan lelah.
"Aku tak percaya, kau tahu?? Keturunan Nakamoto selalu berbuat licik, dan itu aku." Jaemin tertawa gila, tanpa menunda lagi. Jeno mengikis tali yang mengikat tangannya dengan pisau yang Jaemin berikan secara tak sadar kepada Jeno saat bercerita tadi.
"Lepas, sialan." Jaemin memberontak dalam pelukannya, "Aku mencintaimu, Jaemin-aa." terdiam, ia tak lagi memberontak, batin dan pikirannya kini saling berperang.
Antara ego dan cinta, kira - kira siapa yang akan Jaemin pilih?? siapa yang akan memenangkan jiwa yang terperangkap jauh di dalam tubuh sang anak yang terpaksa kehilangan orang tercintanya??
Tak ada yang tahu karena sang pemilik jiwa pun masih bimbang dengan keputusan nya..
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITUDE [Nomin]
FanfictionPernah mendengar kalimat ini? Sebelum terlahir ke dunia, kita mempunyai dua pilihan. Dilahirkan atau Tidak. Sama hal nya seperti Lee Jeno- Seorang lelaki tampan nan gagah. Ia di beri pilihan... Masa depan atau Masa lalu.. Mencintai atau Membenci.. M...