SUASANA Canggung menyelimuti setiap sudut kamar Jeno. Jaemin menatap ragu kearah Jeno yang kini tengah sibuk berkutat dengan laptop nya; mengerjakan beberapa berkas yang belum ia selesaikan hari ini.
Kaca mata bertengger di hidung mancung nya membuat degupan jantung Jaemin semakin terasa kencang. Belum lagi surai Jeno yang berantakan tak tertata rapih seperti biasanya membuat nya semakin menatap memuja kearah Jeno yang terduduk di sofa berhadapan dengan nya.
Asik mengagumi ketampanan kekasih nya hingga tenggorokan nya kini terasa kering. Jaemin menoleh kearah jam yang berada di atas nakas. Ia memutuskan untuk pergi ke dapur mengambil minum.
"Kamu perlu sesuatu, Jaemin?" tubuh Jaemin terlonjak pelan karena sebuah suara menginterupsi dari arah belakang. Untung saja gelas yang ia genggam tidak terjatuh.
Tawa congkak nya terdengar mengalun saat melihat Tuan Jung tepat berada tak jauh dari tempat nya terdiam. "Anu~ saya hanya haus, Tuan.." jarak masih ada diantara keduanya. Tuan Jung sedikit menjauh karena tak ingin melewati batas.
"Jangan terlalu formal, panggil paman saja." Jaemin mengangguk ragu. "Jeno sudah tidur?" tanya Tuan Jung. Jaemin menggeleng cepat.
"Sedang mengerjakan tugas kantor nya?" lagi dan lagi Jaemin hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah kata pun. "Aish! Anak itu. Jaemin, bisa tolong buatkan teh hangat untuk Jeno? Jangan beri dia kopi."
"Baik paman~" Tuan Jung tersenyum simpul. "Terima kasih, nak." setelah nya Tuan Jung pergi dari sana meninggalkan Jaemin yang sibuk membuatkan teh hangat untuk Jeno.
Selesai dengan teh buatan nya. Jaemin bergegas kembali menuju kamar Jeno. "Jeno.. aku membawakan mu teh hangat." panggil Jaemin sembari memasuki kamar.
Jeno bahkan tak usik sedikit pun dari tempatnya sejak Jaemin meninggalkan nya untuk mengambil air. "Hentikan dulu pekerjaan mu! Minum teh ini lalu segera pergi tidur." omel Jaemin, ia kesal saat ucapan nya tak digubris oleh oknum tampan tersebut.
Jaemin mengambil alih laptop Jeno setelah nya ia menekan tombol simpan. Ia mengotak - atik laptop milik Jeno dengan hati - hati karena takut jika hasil kerja keras Jeno selama satu jam lebih terbuang sia - sia.
Jaemin menyimpan laptop Jeno kedalam tas khusus setelah nya memasukkan kembali ke dalam laci di samping ranjang. Jaemin berdiri dibelakang kekasih nya. Kedua tangannya ia larikan untuk memijat pelan bahu, kepala dan tengkuk Jeno.
Setelah dirasa rileks. Jaemin terduduk di ranjang dengan posisi berhadapan dengan Jeno. "Jeno, dengar. Jangan terlalu memaksakan dirimu untuk bekerja keras. Lakukan hal menyenangkan lainnya seperti bermain atau berkumpul bersama keluarga mu." Jeno menatap Jaemin lekat. Ia masih terdiam mendengar ocehan Jaemin yang menurut nya lucu.
"Bukan hanya uang yang harus kamu cari di dunia ini. Tapi cinta dan kasih sayang. Cari kasih sayang dari orang - orang terdekat mu. Dengan seperti itu kamu akan merasakan jika hidup mu akan lebih bermakna." lanjut Jaemin. Ia terus mengoceh dengan pandangan yang tak lepas dari Jeno. Keduanya saling menatap hangat satu sama lain.
Hening. Namun tak berapa lama Jeno menghampiri Jaemin, menduselkan wajah nya pada perut ramping Jaemin. Ia berjongkok dihadapan Jaemin. "Maaf, aku hanya ingin tugas kantor ku terselesaikan dengan cepat, sayang.." adu Jeno.
Jaemin membawa Jeno tertidur di ranjang empuk tersebut. Jaemin mengelus surai lembut milik Jeno yang kini telah menjauhkan wajah nya dari perut ramping nya.
Tak ada yang mengatakan sepatah katapun. Keduanya saling terdiam satu sama lain. Tak terasa hingga keduanya kini sama - sama terlelap dengan saling berpelukan. Lagipula sudah larut dalam, siapa pun pasti akan merasa mengantuk.
••••
Jaemin terbangun kala sinar matahari menerobos masuk dari sela - sela gorden. Melirik kesana - kemari namun tak menemukan sosok pria berhidung mancung; yang tak lain kekasih nya.
Ia menoleh kearah jam yang ada di atas nakas. Pukul delapan pagi! Dengan cepat Jaemin bergegas untuk mandi dan turun menuju dapur.
Mau ditaruh dimana mukanya jika ia terlambat bangun? Dilihat nya keluarga Jung kini berkumpul di ruang tamu terkecuali dengan Nyonya Jung yang tengah menyiapkan sarapan.
"Nyonya.. Biar ku bantu." Nyonya Jung menggeleng cepat, "Kamu tunggu saja di ruang tamu bersama yang lainnya. Lagipula banyak maid yang membantu"
"Biarkan aku saja, Nyonya bisa berkumpul dengan keluarga." Jaemin memaksa, rasanya tak enak jika ia terduduk diam menunggu sarapan.
Dengan begitu Nyonya Jung memilih mengalah. Ia membiarkan Jaemin memasak dengan maid lainnya. "Panggil bibi saja.. jangan terlalu formal, kamu kekasih anakku." seru Nyonya Jung. Jaemin hanya mengangguk kaku sembari tersenyum simpul setelah nya Nyonya Jung pergi menuju ruang tamu.
"Mom. Dimana Jaemin?" tanya Jeno saat melihat Nyonya Jung berjalan kearahnya. Ia sempat melihat Jaemin yang berlari kecil menuju dapur. Ia tahu jika Jaemin pasti merasa malu karena bangun terlambat.
"Sedang memasak. Kamu pandai mencari kekasih, Jaemin baik. Mommy sangat ingin mempunyai menantu sepertinya." Jeno bersemu. Apa ibunda nya meminta Jeno untuk segera menikahi Jaemin. Dengan senang hati akan Jeno lakukan.
"Jaemin tidak akan mampu menikah dengan anak kita. Jeno kan manja, Jaemin pasti akan langsung mencari suami baru setelah mengetahui sifat manja nya." goda Tuan Jung. Jeno merengut tak suka; menghancurkan khayalan nya saja.
Keduanya terkekeh melihat wajah masam sang anak. Tuan Jung mengusak pelan surai hitam Jeno. Sedangkan Nyonya Jung menguyel pipi Jeno.
Dari kejauhan Jaemin hanya tersenyum pilu. Niat nya untuk memanggil keluarga kekasih nya untuk sarapan urung karena pemandangan tersebut. Jaemin mengingat masa - masa dulu bersama keluarga nya. Ia pun pernah merasakan kehangatan keluarga namun semua nya sirna karena sang ayah.
Jaemin tersadar dari lamunannya dan memilih menghampiri keluarga Jung. "Paman, bibi.. Makanan sudah siap, mari sarapan." ketiga nya menoleh kearah Jaemin. "Ayo~ Mommy tak sabar merasakan masakan buatan calon menantu." goda Nyonya Jung. Keempat orang tersebut berjalan menuju meja makan.
"Mom!!" tegur Jeno dengan wajah yang telah memerah. Jaemin yang berada disampingnya hanya terkekeh geli. "Tangan mu, Jen." Tuan Jung berkacak pinggang menatap satu tangan anak nya kini bertengger di pinggang Jaemin. Dasar bucin..
"Biarin, wlee.. auch!! Mom." Jeno meringis saat lengan nya yang memeluk mesra Jaemin dicubit kecil. Pelaku nya adalah Nyonya Jung.
Jaemin hanya terkekeh pelan saat tubuh nya ditarik; terduduk di samping Nyonya Jung. Di depannya Jeno merengut tak suka saat kekasih nya dibawa duduk menjauh darinya. Walaupun duduk berhadapan namun tetap saja yang Jeno inginkan adalah kekasihnya duduk di samping dirinya.
Tak lama suasana kembali hening karena tak ada yang memulai pembicaraan. Semua nya fokus menikmati masakan buatan Jaemin. Namun berbeda dengan Jaemin yang terduduk gelisah.
Bagaimana tidak?! Jika telapak kaki Jeno mengelus lembut kaki nya. Semakin naik hingga berada di paha nya. Jaemin hanya bisa melayangkan tatapan tajam yang sama sekali tak digubris oleh nya.
Karena geram, Jaemin dengan cepat menginjak kaki Jeno keras. Jeno mengaduh kesakitan yang mana membuat atensi kedua orang tuanya beralih padanya.
"Jangan bersuara saat makan." tegas Tuan Jung. Jeno hanya meringis mendapat tatapan tajam dari ibunda nya. Sedangkan Jaemin merasa puas.
Keadaan kembali semula. Hening karena mereka makan dengan tenang. Jaemin menatap Jeno dengan pandangan bertanya, kekasihnya menatap dengan datar. Jangan lupakan senyuman miring tercipta di bibir tebal tersebut; membuat Jaemin bergidik ngeri.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITUDE [Nomin]
FanficPernah mendengar kalimat ini? Sebelum terlahir ke dunia, kita mempunyai dua pilihan. Dilahirkan atau Tidak. Sama hal nya seperti Lee Jeno- Seorang lelaki tampan nan gagah. Ia di beri pilihan... Masa depan atau Masa lalu.. Mencintai atau Membenci.. M...