BAB 13, SEHARI PASCA INSIDEN MENEGANGKAN

2 0 0
                                    

-Pov Author

Riana menggeliat di atas tempat tidurnya. Sinar mentari yang hangat menembus langsung menuju indera lihatnya, membuat si empunya indera terpaksa mengerjap-ngerjap lagi, dan bahkan menutupinya dengan bantal, saking silaunya. Jam berapa sekarang? Riana melirik malas ke jam yang tergantung di dinding di atas nakas sebelah tempat tidurnya. Jam setengah delapan pagi.

Riana memijat-mijat pelipisnya. Kepalanya begitu pening, mungkin efek wine semalam. Ah... Riana mendesah, kesal kepada dirinya sendiri. Seharusnya semalam ia tidak hilang kendali begitu. Dan terus, yang jadi pertanyaannya sekarang, siapa yang membawa dia ke kamar, bahkan membaringkannya di atas ranjang ini? Dan dia nggak diapa-apain, kan?

***
Pantai, lagi. Riana tidak main air, ia memilih untuk tidur-tiduran di atas pasir sambil mengoleskan sun protection pada tubuhnya, biar nggak gosong katanya, hihihi. Seperti biasa, namanya pantai dan tempat wisata, pasti rame, banyak rombongan keluarga. Sejauh mata memandang, Riana melihat berbagai pemandangan yang membahagiakan matanya, tapi menyedihkan hatinya. Di ujung sebelah sana, ada ibu, ayah dan anak yang sedang mengambil foto dengan berbagai gaya. Di seberangnya, ada pasangan ayah dan anak laki-lakinya yang sedang asyik bermain pasir. Lalu, ada banyak lagi hal menyenangkan yang tertangkap oleh matanya. Riana menghembuskan napasnya, lalu berguling ke pasir pantai yang ada di sisi satunya, sedikit berlindung dari sengatan matahari. Lagi asyik menikmati suasana pantai, tiba-tiba, ada sesosok pemuda di sebelahnya, sedang kerepotan dengan perahu kano yang dibawanya.

"Mau ngapain, mas?" tanya Riana penasaran.

"Mau ekspedisi ke luar angkasa, mbak. Ya kaliii, ini mau main ke tengah, pake perahu..." jawab pemuda itu seraya mengambil jaket pelampungnya.

"Ikutan dooong, sewa perahunya dimana?" tanya Riana tertarik.

"Sama saya aja mbak, ini luas kok perahunya. Lagian kalau mbak kenapa-napa di tengah laut nanti malah repot..." ucap pemuda itu lagi. Riana mengangguk. Kemudian, ia bangkit dari posisi berbaringnya, bermaksud hendak melihat dengan lebih jelas, siapa sosok pemuda yang dari tadi berbicara dengannya. Dan Riana merasakan jantungnya seperti tertarik keluar, begitu menyadari, itu adalah pemuda yang sama yang dilihatnya semalam di ruangannya Mario, dan juga di lounge, ketika dia gila-gilaan disana.

"Masnya bukannya yang semalam main + nyanyi di lounge itu ya?" tanya Riana. Pemuda itu menoleh, dan ia merasakan hal yang sama ; serasa jantungnya seperti keluar dari tempat seharusnya berada.

"Ini Mbak Riana?" tanyanya refleks.

"Lho, kok tau?" Riana heran.

"Mbak... Boleh saya ngomong nggak?" tanya pemuda itu hati-hati.

"Ngomong aja, mas, kenapa?" Riana tampak penasaran. Kenapa cowok ini kelihatan salah tingkah?

"Anu... Se-Semalam... Itu lho... Ituuuuu..."

"Sek talah. Ngopo e mas? Ngomongo sing genah," kata Riana yang mendadak menggunakan Bahasa Jawa.

"Lho, mbaknya orang jawa ta?" tanya pemmuda itu kaget.

"Iya mas, saya perantau, pergi ke Jakarta dari Malang," jawab Riana.

"Lho, saya juga, cabut dari Surabaya, nyari penghidupan disini..." jawab pemuda itu.

"Yo wes jare arep ngomong. Ngopo mau?" tanya Riana lagi.

"Mbak, sebelumnya perkenalkan dulu, nama saya Muara..." Riana menegakkan kepala ketika mendengar pemuda itu menyebutkan namanya. Iya, pada akhirnya dia ingat kalau nama pemuda itu adalah Muara. Dan Mario, semalam juga menyebut Namanya begitu.

MENTARI UNTUK MUARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang