Berada di tengah pergaulan kalangan artis, bukan berarti Disya akrab dengan dunia malam yang sering digeluti teman-temannya kala jam syuting kosong, katanya hanya untuk pelipur penat. Tapi sayangnya gadis itu akan memilih tidur atau belanja seharian dibanding bergadang dan berjoget sepanjang malam, menurutnya itu tak berguna sama sekali. Sudah seharian bekerja dari pagi sampai menjelang pagi masa harus mengorbankan waktu tidurnya hanya untuk berdansa di ruang ramai, sangat tidak relate, bisa-bisa merontak jiwa introvetnya. Dan kini gadis itu terpaksa terjebak di salah satu club mewah yang menjadi langganan orang-orang elit. Sungguh kali ini bukan kemaunnya, atau sekadar ingin coba-coba, andai saja tak ada after party drama terbarunya dengan Rayyan pasti sekarang ia tengah memeluk boneka kesayangannnya dibalik selimut tebal, melelahkan yang useless sekali malam ini, waktu yang terbuang percuma.
"Enjoy with the party?" Rayyan dengan setelan kaos hitam dengan jaket parasut hijau tua, yang membuatnya tampak seolah-olah seusia Disya, tak kelihatan kepala tiganya. Menanggapi pertanyaan Rayyan, Disya hanya mengangguk kecil dengan senyuman kecil, senyum karir kata staf-stafnya. Tak akan ada yang sadar ketidaknyamananya, bertahun-tahun menggeluti dunia akting ia rasa tak sulit untuk tetap bersandiwara meskipun di dunia nyata.
Rayyan tampak memanggil salah seorang bartender lalu memesan sejenis minuman, yang Disya sendiri tak begitu mengerti minuman apa itu? Tapi melihat si bartender sibuk dengan botol-botol tinggi berwarna gelap dengan tulisan aneh, Disya yakin yang diminta Rayyan adalah sejenis minuman beralkohol.
"Lo minum Kak?" tanya Disya, yang sudah mulai tak lagi formal, itupun atas permintaan Rayyan kala tengah masa syuting mereka.
"Lah emang lo nggak?" Disya hanya tersenyum kecut. Sebenarnya tak masalah bila ia meneguk segelas, toh ia sudah cukup umur, tapi ia tak mau menjerumuskan dirinya pada hal yang merugikan dirinya sendiri, sekali lagi menurutnya itu useless.
***
Saat pertama kali masuk ke club langganannya, Dewa sedikit heran melihat orang-orang yang sepertinya tak asing di matanya, tim dari drama apaan mana ni yang lagi after party disini?
"Eh Vin, gue pesen yang biasa ya."
"Siap bos," sambut bartender yang sering melayaninya kalau sudah nongkrong di tempat hiburan malam itu. Setelah bartender itu pergi dari hadapannya, Dewa segera mengeluarkan ponsel baru miliknya, karena terakhir kali, rusak saat bersama Mischa.
"Geng lo belum pada dateng Wa?" tanya Alvin sesaat setelah meletakkan minuman pesanan Dewa.
"Lah ini gue juga nyariin mereka, tumbenan jam segini belum nongol," pandangan Dewa kembali mengedar, malam semakin larut, musik semakin kuat berdentum, jumlah manusia di tempat ini semakin ramai dan semakin liar menggerakkan tubuh mereka mengikuti beat musik.
"Ini ada acara apaan si Vin rame banget? Udah biasa rame si tapi ini beda."
"Itu Sutradara Pian, lagi after party disini sama staf dan artis-artisnya," Dewa mengernyitkan dahinya, mengerti akan rasa penasaran Dewa yang belum terpenuhi, Kevin pun menyebutkan judul drama yang dimainkan Disya dan Rayyan. Mendengarnya Dewa sontak membulatkan bola matanya, "Anjir? Terus si Disya ikutan?"
"Yaiyalah, tadi juga kaya liat dia sama Rayyan," tanpa sadar Dewa menggebrak meja bar dan langsung berlalu mencari keberadaan penyihir kecil itu. Sedang Alvin hanya menatap kepergian Dewa dengan bingung, padahal gelasnya belum kosong lagi bill belum dibayar, untung artis satu itu langganan di tempat ini, jadi dia cukup mencatatnya di tagihan milik Dewa.
***
"Kak, gue izin ke toilet ya," Rayyan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya entah setuju entah memang sudah msangat mabuk, pemuda itu baru saja menghabiskan gelas ke- ah Disya tak tahu pasti yang pasti sudah sangat banyak dan sepertinya sudah pasti mulai mabuk, Disya hanya menggeleng prihatin. Gadis itu tampak bingung dan risih di tengah lautan manusia yang sibuk menggerakkan badan mereka, apalagi dentuman musik yang terlalu keras membuat kepalanya pusing, kalau tahu seperti ini ia akan absen saja seperti biasanya.
Di sisi lain Dewa masih blingsatan mencari keberadaan Disya, ia sedikit merutuki perawakan mungil gadis itu, sehingga membuatnya sulit mencari keberadaan gadis itu. Beberapa kali ia sampai harus salah orang bahkan tak sekali dua kali ia mengganggu kegiatan asyik masyuk orang lain, yang membuat wajahnya memerah karena malu, tapi itu bukan hal yang penting untuk sekarang. Toh kalau sudah di puncaknya mereka tak akan memperdulikan keberadaan Dewa.
"Lo kemana sih penyihir kecil, bikin repot aja, udah tahu bocah polos-polos bego, masih berani-beraninya nginjakin kaki di sini," umpat Dewa sambil mengacak rambutnya frustasi, ia takut ada hal yang tak diinginkan terjadi pada gadis itu. Apalagi terakhir DIsya bersama om-om pedo seperti Rayyan, bangsat!
Langkah kakinya kini membawanya pada meja bartender yang cukup bersebrangan jauh dari tempat awalnya tadi, ia melihat Rayyan yang tengah menegak alkohol dan kelihatannya pemuda itu sudah mabuk, semakin bertambahlah kekhawatiran Dewa.
"Eh Yan, mana Disya?" tanya Dewa tanpa basa-basi apalagi sopan santun. Untunglah Rayyan sendiri sudah terlalu mabuk sehingga tak begitu sadar akan sikap kurang ajar Dewa.
"Hmm Disya?"
"Ck iya, Gadisya, Disya mana dia? Lo tahu kan? Cepetan jawab!" tanya Dewa tak sabaran, bahkan kini ia sudah meraih kerah Rayyan terlalu gregetan melihat tingkah polah menyebalkan Rayyan yang kobam total.
"Ck lo liat aja di toilet, tadi dia katanya mau ke toilet," tak menunggu lama Dewa langsung , meninggalkan Rayyan, ia tak punya urusan dengan om-om itu, ia harus segera menemukan Disya dan menyeret penyihir kecil itu pulang dan jangan lupa penyihir kecil itu perlu diberikan pelajaran agar kapok membandel.
***
Disya mendelik terkejut saat baru satu langkah keluar dari toilet sudah melihat sesosok lelaki yang bersandar di kusen pintu.
"Dewa? Lo ngapain di sini?" Disya menelan ludah kasar saat melihat tatapan tajam Dewa. Spontan Disya berteriak saat tangannya ditarik kasar oleh Dewa. Tentu saja teriakan Disya sedikit menarik perhatian, tapi mana Dewa peduli, peduli setan deh nih bocah jejeritan.
"Lo apa-apaan sih Dewa, sakit tahu!" umpat Disya saat sudah duduk di kursi penumpang. Matanya terlihat panik melihat pergelangan tangannya yang memerah.
"Lo udah merasa dewasa ya? Udah mau nyoba-nyoba nakal?" tanya Dewa tajam dan semakin tajam saat sadar dress yang digunakan gadis itu terlalu terbuka untuk seorang Disya, jarang sekali gadis itu menggunakan pakaian bahu terbuka walau bagian dada dan pahanya aman karena tertutup sempurna tapi tetap saja ini bukan style gadis itu. Sedang Disya hanya mengernyit bingung.
"Ngapain lo ke tempat beginian, ga ditemenin siapa-siapa lagi, Aunty mana? Setahu gue lo ga pernah ke tempat ginian, lah ini malah ke sini sendiri? Dimana otaknya neng?"
"Aunty lagi ada urusan keluarga, lagian gue ga sendirian kan ada kru dan artis-artis lain," Dewa balas menatap remeh dan sungguh Disya tak suka itu.
"Oya tapi pada mabuk semua, yakin mereka bisa jagain lo, kalau lo kenapa-kenapa siapa mau nolong lo? Pasrah aja?"
Disya tak mampu menahan rahangnya kala mendengar ucapan tajam Dewa, "Kok omongan lo jahat banget si Wa, inget lo itu bukan siapa-siapa gue," bentak Disya. Dewa memejamkan matanya mencoba meredakan emosi, Disya ini keras kepala banget sih, bikin tambah kesel.
"Udah mending lo diem deh, denger suara cempreng lo bikin gue makin kesel, Kita pulang sekarang, no more bacot okay?" Disya lagi-lagi menganga tak percaya, barusan Dewa menghinanya lagi dan lagi, lalu apa ini membawanya pulang tanpa seizinnya juga. Ada apa dengan otak lelaki itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika (Haechan)
General FictionGadisya si baik, si cerdas, si berbakat dan si pemilik jalan kehidupan yang sempurna, semua orang tahu itu, selalu begitu sejak dulu. Ia mendapatkan banyak cinta dari orang banyak. Sedang Dewa anak lelaki manis yang kini terkenal sebagai si berandal...