"Lo jadi pulang?" Seorang lelaki masih betah menatap kesibukan metropolitan dibalik jendela yang sedikit beruap setelah hujan mengguyur hampir seharian. Pemandangan kota dari ketinggian adalah favoritnya, lelaki itu terkekeh kecil, "Ini sudah kedelapan kali lo nanya begitu." Si penanya hanya menghela napas.
"Lo langsung ambil kerjaan?" Lelaki dibalik jendela itu berbalik, menyingsingkan kaos lengan panjangnya lalu menelengkan kepalanya sejenak, mengangkat kedua bahunya.
"Awas aja langsung ambil job, lo tahu gue emang manajer lo, tapi ingat kemarin sesibuk apa gue nyiapin bachelor party buat teman-teman lo itu lalu sebelum-sebelumnya nyambil jadi asisten lo! Please lah gue mau istirahat dulu."
Si lelaki dibalik jendela itu mendekat pada sofa tak jauh dari tempatnya berdiri meraih ponselnya sembari menggulirnya, mengecek plan yang sudah ia rancang sendiri, "Wah lo ga ikhlas nih ceritanya."
"Bukan ga ikhlas, gue kerjaannya ngurus jadwal bukan EO!"
"Tenang aja, balik ke Indonesia gue bakal sibuk hal lain, tapi kalau dapat tawaran bagus ga menutup kemungkinan lo bakal sibuk lagi, prepare yourself bro, bayaran dari gue bakal layak kok, tenang aja."
***
Suasana vintage kafe sangat nyaman, ditambah hidangan depan mata seperti sudah berteriak "Makanlah aku yang lezat ini wahai manusia rakus!" belum lagi suara indah milik Dafrion memenuhi penjuru kafe. Disya benar-benar terhanyut, ini sempurna untuk bersantai, andai bukan di tempat publik pasti Disya sudah memesan pendopo dengan dipan besar untuknya rebahan santai.
"Apa? Jangan bilang udah mau rebahan lo, Dis? Pelor banget lo ah!" Disya hanya mendengus saat mendengar celetukan Dewa yang amat sangat tak ia harapkan untuk didengarkan saat ini, dia masih kesal dengan perbuatan Dewa malam itu. Dan ia bertambah kesal karena sadar setelah lama tak berinteraksi, semenjak acara perayaan stasiun TV lalu kini ia dan Dewa tiba-tiba jadi sangat sering bertemu karena akan satu proyek lagi, gara-gara reuni drama itu. Kesialan macam apa ini? Apa ia telah mengambil keputusan yang salah?
"Ck, masih soal malam itu? lo masih marah? Aelah bocil baperan amat dah." Mischa menegakkan tubuhnya spontan kala rungunya menangkap kalimat sensitif, lalu menatap penuh curiga pada sepasang anak adam di hadapannya, apa yang sudah dilewatkannya? Ia menangkup wajahnya pada kedua tangannya sedang lengannya menumpu pada permukaan meja.
"Hayo ada kejadian apa nih kalian? Gue kelewatan gosip apa nih?" Disya memilih diam tidak mungkin mengatakannya, karena Mischa juga pasti marah bila tahu kejadian semalam, walau tampak liar Mischa sangat posesif pada dirinya, persis Dewa, mereka itu adalah versi satu sama lain di masing-masing gender. Pada akhirnya Disya membuang arah pandangannya tampak tak berniat menjawabnya sedang Dewa hanya menaik turunkan alisnya, sok misterius.
"Anjirlah ga asik lo pada, ada bahan ga bagi-bagi!"
Di tengah rasa kesalnya, entah apa penyebabnya, tiba-tiba saja Mischa merasakan hawa tak nyaman di sekitarnya. Ia kembali merasa ada sepasang tatapan yang menyorotinya dan itu tak nyaman. Ia pendarkan tatapannya melihat ke sekeliling. Ia masih melihat Dewa dan Disya yang masih adu mulut, ingin ia berterus terang tentang rasa tak nyamannya yang rasanya tak sama seperti biasanya.
"Kenapa?" Ia tatap balik tatapan tanya Disya, tapi pada akhirnya Mischa hanya mengangkat kedua bahunya lalu menggeleng ia pilih untuk diam dan melupakannya.
Tenang Mischa, jangan lebay, ini bukan apa-apa, ini cuman perasaan gue ajak kan?
***
Setelah hang out dengan Disya dan Dewa Mischa langsung bertemu dengan salah satu klien yang mengajaknya bekerja sama, ia meminta bantuan Mischa untuk membantu promosi sebuah brand pakaian yang baru rilis. Namun ternyata pemotretan selesai cukup malam dan kebetulan sekali manajernya sedang cuti sakit, jadilah kini ia pulang seorang diri. Dan kini Mischa baru sadar bila tempat pemotretannya kali ini berada di tempat yang menjorok ke dalam, sepi dan penerangan minim. Ia lirik kembali ke lantai atas, orang-orang masih sibuk di atas sana, tak enak rasanya merepotkan mereka untuk menemaninya ke tempat parkir mobil yang berada beberapa meter dari tempatnya.
"Oke Mis tenang, berdoa, lo cuman harus lewatin gang ini untuk ke tempat mobil lo diparkirin," ucap gadis itu lantang mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Namun kini ia malah merasa dingin semakin menusuknya dan susasana jadi semakin menakutkan. Saat ia melintasi gang kecil penghubung studio foto dengan parkir ia kembali merasa tatapan itu, ia merasa diawasi lagi. Keringat kecil mulai muncul satu persatu di dahinya. Ia memiliki firasat buruk, tapi sangat terlambat untuk kembali ke studio. Ia harus segera sampai ke mobilnya.
Saat sampai di parkiran ia segera membuka alarm mobilnya, menggapai pintu pengemudi, namun ia merasa seseorang memukul pundaknya. Ia sempat melihat seseorang memakai masker dan pakai serba tertutup sebelum lelaki itu menyekap hidung dan mulutnya dengan sapu tangan, lalu semua gelap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika (Haechan)
Ficción GeneralGadisya si baik, si cerdas, si berbakat dan si pemilik jalan kehidupan yang sempurna, semua orang tahu itu, selalu begitu sejak dulu. Ia mendapatkan banyak cinta dari orang banyak. Sedang Dewa anak lelaki manis yang kini terkenal sebagai si berandal...