9 Kaca Mata

7 0 0
                                    

"Halo?"

"..."

"Iya ini udah sampai, sabar dulu atuh nyonya."

"..."

"Oke bye," Mischa menutup telepon dengan gemas, Memang dasar si Disya yang tidak bisa sedikit bersabar, sudah tahu akan semacet apa jam makan siang di jalanan, mana bisa disuruh buru-buru. Belum lagi matahari lagi terik-teriknya, panasnya terasa sampai ke mobil walau sudah menyalakan AC maksimal, sudah berapa lama tidak turun hujan. Saat hendak melangkahkan kakinya masuk ke area perbelanjaaan, Mischa berhenti, ia merasa ada sedikit kejanggalan. Gadis dengan hoodie hitam, kacamata hitam dan topi senada itu menoleh ke sekitar, basement parkiran mobil tampak sepi-sepi saja, tapi apa ya yang membuatnya tak nyaman seperti-

"Ah gue lupa ngunci mobil, huft hampir aja."

***

"Hai guys sorry kelamaan."

Kumpulan muda-mudi yang sedang sibuk dengan makanannya seketika menoleh, "Lama banget lo, liat Kak Kevan aja udah nyampe dari tadi," Mischa hanya meringis mendengar omelan Disya.

"Iya sorry ya Dis, Kak Kevan."

"Ga papa kok Cha," ujar Kevan dengan nada kalemnya, yang dibalas senyuman manis oleh Mischa, lalu Disya hanya mencibir kelakuan dua bucin yang baru saja berbaikan malam kemarin. Harusnya ia tak datang kalau Kevan juga ikut kemari, selama beberapa waktu ke depan ia akan menjadi 'kambing congek'.

"Tapi lain kali bangun pagi ya, kan udah gede, kasihan Disya dari tadi kaya ga nyaman," Mischa hanya meringis mendengar Kevan, Kevan memang terkenal lembut tapi tak ada yang tahu kan dia merupakan orang yang menjunjung tinggi kedisiplinan. Lalu gadis itu menoleh pada Disya, "Lo masih trauma ya diisuin yang ngga-ngga?" Mischa tahu sahabatnya pasti sedari tadi takut disalahpahami lagi. Sedang Disya hanya membuang pandangan tidak ingin secara gamblang mengakui kelemahannya.

"Udah makan dulu saja, ini sudah aku pesenin," Kevan menyodorkan baki di sudut meja ke arah Mischa.

"Eh gue mau curhat deh," celetuk Mischa, kali ini nadanya terdengar serius, "Gue belakangan ini ngerasa kaya diuntit seseorang gitu, tapi ga tahu siapa?"

Kevan yang sedang makan langsung memusatkan perhatiannya pada Mischa, ia bertanya lirih, "Kamu pernah punya masalah sama seseorang?" tanya Kevan dengan nada sarat kekhawatiran. Mischa menggeleng beberapa kali, ia merasa tidak pernah mencari atau memancing keributan dengan orang lain, hubungannya dengan rekan sesama artis maupun penggemar juga baik-baik saja, bahkan hardikan haters pun tak pernah diladeninya.

"Apa perlu kita laporin polisi biar diselidiki? Atau aku cariin kamu bodyguard?" Mischa meggeleng menolak tawaran Kevan, itu berlebihan sepertinya, lagi pula ia belum tahu persis apa yang dirasakannya ini, baru perasaannya saja kan? Bisa saja halu.

"Menurut gue Kak Kevan ada benernya Cha," dukung Disya yang juga ikut khawatir, firasat itu kadang adalah sebuah alarm alami untuk melindungi diri. Mischa masih menggeleng, ia masih ingin melihat ini hanya perasaannya saja atau memang ia benar-benar dikuntit.

***

"Habis ini mau ke mana?" tanya Disya, seharian ini mereka sudah menjelajahi setiap sudut mall, dari tempat makan, tempat belanja, tempat bermain, bioskop. Bahkan yang pada awalnya mereka bertemu saat makan siang kini mereka sudah merasa lapar lagi, sepertinya sudah memasuki jam makan malam.

"Makan malem, terus balik aja yuk kaki gue pegel," keluh Mischa.

"Kamu kok ga bilang dari tadi kalau pegel, lagian ngapain sih pakai highheels gitu, ga sayang diri sendiri?" Disya kembali mencibir kelakuan dua anak yang dimabuk asmara ini, kemarin saja Mischa nangis-nangis karena bertengkar lagi dengan Kevan sekarang sudah bucin lagi, labil sekali. Tapi jujur dalam lubuk hatinya terdalam Disya senang, sepertinya Mischa kali ini menemukan orang yang benar-benar cocok untuknya, Mischa yang manja dan seenaknya memang harus memiliki pacar yang lembut tapi bisa mendisiplinkan seorang Mischa Ananda. 

Arunika (Haechan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang