011

499 41 0
                                    

Setelah aku memutuskan hubungan dengan Alaric, aku menyuruh Artha untuk membereskan sisanya dan berakhir aku yang keluar dari rumah itu karena ibu berakhir tahu tentang hubunganku dengan Alaric. Pengecut memang. Tapi ini semua demi kebaikan keluarga kami. Aku tahu ibu kecewa dengan keputusanku, tapi dia tetap membiarkanku keluar sambil membawa koper dan barang-barang lainnya. Sedangkan ayah yang baru pulang dari bisnisnya langsung bingung dengan tindakanku yang ingin keluar dari rumah. Bahkan ayah sempat marah karena tidak tahu apa yang terjadi. Tapi ibu tetap mengizinkanku pergi, biar ibu sendiri yang menjelaskan kepada ayah kenapa aku bisa sangat kesal.

Artha awalnya tidak menerima aku yang pergi dari rumah. Dia memang menjelaskan kepada Alaric tentang semuanya, bahkan dia bilang sampai memukul Alaric karena sudah mempermainkanku. Tapi aku menganggap tindakannya itu lebih salah. Aku memang tidak suka Alaric yang menyembunyikan realita dariku, tapi aku lebih tidak suka jika Artha memukul saudara kami. Alaric memang saudara kami, aku sudah menganggapnya begitu. Dia kakakku. Apalagi yang harus aku harapkan dari hubungan kami yang sudah kandas itu. Hanya tersisa kenangan pahit saja dan tidak akan aku ungkit lagi.

Aku membeli sebuah apartemen mewah untuk melanjutkan hidupku sendiri. Tanpa ada orang-orang yang menambah pikiranku lagi. Hidup sendiri memang tidak mudah, aku hanya mengandalkan tabunganku untuk hidupku. Aku sebenarnya tidak membenci siapapun. Aku tidak membenci ayah, ibu, Rosaline, Artha, ataupun Alaric. Tapi aku sedikit kesulitan untuk menangkap fakta yang selama ini ada di antara keluarga ini.

Aku bertemu dengan Julia yang ternyata dia adalah adik dari teman kerjaku. Hingga kami sepakat akan bekerja sama untuk berbinis jika suatu saat kami punya bisnis yang akan dikelola. Ternyata Julia lebih terlatih saat menemukan ide berbisnis. Dia mendirikan sebuah toko perlengkapan bahan makanan. Sejak itu aku mulai berpikir untuk mendirikan sebuah kafe. Namun uang untuk mendirikan sebuah bisnis tidaklah cukup. Aku harus bekerja keras untuk memenuhi targetku selama tiga tahun. Hingga aku berhasil membeli sebuah tempat yang tidak terpakai dan membuatnya menjadi sebuah kafe. Aku menamainya Rose Cafe. Hal itu untuk mengenang kembali Rosaline, ibu dari Artha. Meskipun aku tidak mengenalnya, tapi aku berterima kasih karena namanya masih bersarang indah di sudut kecil hatiku.

Aku mulai mencari pegawai yang akan bekerja di Rose Cafe. Pertama aku kenal dengan Deren yang saat itu mengundurkan dari restoran mewah. Tidak mudah memang untuk membujuk Deren menjadi koki di kafeku. Berbulan-bulan aku meyakinkannya bahwa kafeku akan sukses jika ada koki seperti dia. Aku tidak menjanjikan janji yang lebih besar daripada restoran tempat dia bekerja sebelumnya. Tapi aku menjanjikan rumah baru kepada Deren. Bukan 'rumah' dengan atap dan isi perabotan di dalamnya. Tapi kafe yang bisa dia anggap rumah sendiri dengan kehangatan orang-orang baru di dalamnya. Bekerja dengan senang hati tanpa merasa dipaksa untuk terus bekerja. Aku tahu Deren keluar dari restoran mewah itu karena dia tidak nyaman dengan bosnya karena menyuruh pegawainya bekerja lembur bahkan di hari libur sekalipun tanpa istirahat. Bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja aku tahu karena aku sering ke kafe itu yang buka 24 jam setiap hari. Jadi aku mulai memulai penelitianku bahwa Deren tidak betah karena restoran itu menerapkan bekerja tanpa batas. Seolah sang bos sengaja memaksa kerja rodi para pegawainya.

Akhirnya Deren setuju bekerja di kafeku. Namun aku masih membutuhkan pelayan dan asisten yang akan mengelola kafeku ini disaat aku bekerja di kantor. Tidak mungkin aku meninggalkan pekerjaan kantorku. Hingga Deren mengenalkanku pada Ellie, dia adalah wanita yang penuh semangat. Bahkan dia bisa menghandle beberapa pekerjaan. Dia juga seorang asisten disebuah perusahaan, tidak besar memang. Namun dia cukup telaten dalam pekerjaannya. Saat itulah aku dan Ellie mengenal satu sama lain lewat Deren.

Aku bertemu kakak beradik Ryan dan Lyn disaat mereka membutuhkan uang untuk melanjutkan kuliah. Maka aku merekrut mereka berdua, mungkin dengan bekerja di kafeku dapat meringankan pekerjaan kedua orang tuanya yang sedang dilanda krisis ekonomi untuk menyekolahkan kedua anaknya. Jadi selama ini Ryan dan Lyn bekerja diselingi kuliah di kampus. Meskipun hal itu berat bagi mereka, tapi mereka selalu bekerja tanpa mengeluh sedikitpun. Malah menganggap kafeku adalah rumah kedua bagi mereka yang membuatku terharu sekaligus merasa prihatin.

Disaat itulah aku menemukan 'keluarga' baru di kafeku sendiri. Aku merasa hidup kembali. Memang bahasanya terlalu klise, tapi setidaknya mereka tidak menghakimiku dengan apa yang akan aku lakukan kedepannya. Aku bisa terbebas dari rasa tertekan saat aku berada dirumah keluargaku sendiri. Dengan keluarga baru ini, aku mendapat banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang akan selalu aku lakukan di dalam kehidupan.

Alaric memang masih mengejarku untuk menjelaskan semuanya. Namun itu semua sudah terlambat. Hubungan kami sudah berakhir. Aku juga menceritakan hubunganku kepada anggota Rose Cafe. Mereka sudah kuanggap pendengar setiaku. Bahkan Lyn sering sekali menyimak sampai tertidur. Untungnya pekerjaan kami sudah selesai, jadi dia bisa beristirahat dengan tenang.

Memang tidak mudah melepaskan kenangan yang sudah aku lewati selama ini. Tapi dengan menemukan orang-orang baru, keluarga baru, aku mendapat berbagai pengalaman bersama mereka. Aku bisa berbagi cerita tanpa takut dihakimi, aku bisa mengambil keputusan dengan mempertimbangkan setiap aspek, dan aku juga menemukan kehangatan yang selama ini hilang. Rasanya memang berbeda saat dirumah, aku kadang merasa kosong. Tapi aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa aku sudah melakukan hal yang benar selama ini.

Aku selesai menceritakan semuanya kepada Kenzie. Dia sejak tadi menyimak ceritaku tanpa menyela. Bahkan dia menghabiskan teh yang aku buat. Setelah Alaric pergi, aku kembali ke mejaku dan Kenzie langsung membombardir pertanyaan padaku. Tentang hubunganku dan Alaric. Jadi aku menceritakan semuanya padanya, tanpa ditutupi sedikitpun. Aku tidak ingin menjadi gosip di antara rekan kerjaku. Jadi aku putuskan saja untuk menceritakan semuanya pada Kenzie. Sebenarnya agar dia juga sadar jika aku juga tidak menyukainya sejak awal. Aku hanya menganggap Kenzie itu sebagai kakak temanku yang sekarang entah dimana. Awas saja jika aku sampai bertemu dengan Julia.

Kenzie masih duduk di kursi dekat meja kerjaku. "Aku tidak menyangka kalau Alaric adalah kakakmu." ucap Kenzie sambil menatap mataku.

"Aku juga tidak menyangka." aku menyeruput tehku sendiri yang sudah mulai dingin.

Kenzie terlihat berpikir. "Tapi kenapa kau tidak mau menemui ibumu?" tanyanya.

Aku menghela napas pelan.

"Oh, baiklah jika kau tidak mau membahasnya." ucapnya ketika melihatku tidak ingin membahas ibuku lagi. Sebenarnya aku mau saja menceritakannya, tapi aku sudah lelah bercerita tanpa berhenti.

Lalu Kenzie menyerigai. "Jadi sainganku berkurang..." gumamnya lirih.

Percaya diri sekali orang ini. Mengalahkan kepercayaan diri masakan Ryan yang ternyata keasinan atau malah hambar.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang