Pagi harinya aku bangun kesiangan. Ini menjadi masalah besar. Karena selain punya kafe aku adalah salah satu manajer di sebuah perusahaan besar di kota ini. Tidak terkecuali kalau bos nya adalah Tn. Thomas. Dia sangat baik sekali padaku. Namun jika mengingat hal yang dia katakan dulu membuatku sadar bahwa dia tidak murni baik padaku. Mungkin dia hanya merasa kasian kepada orang sepertiku.
Aku mulai menyiapkan segalanya untuk keperluan berangkat ke kantor. Setelah memerlukan waktu yang cukup lama, akhirnya semuanya selesai. Aku menatap diriku sendiri di kaca rias. Setidaknya penampilanku lebih baik sekarang. Waktunya berangkat bekerja.
Setelah mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, aku sampai di sebuah gedung pencakar langit. Aku memasukkan mobil ke dalam basement. Disana tempat para karyawan perusahaan menaruh kendaraan pribadinya.
Aku memakirkan mobilku di paling ujung, karena beberapa tempat sudah penuh dengan mobil karyawan lain. Lalu aku mematikan mesin mobil dan mengambil tasku lalu keluar dari dalam mobil. Aku mengunci pintu mobil dan berjalan ke arah lift.
Bahkan aku lupa sarapan di apartement. Tidak masalah. Aku bisa sarapan nanti di kantin perusahaan. Setidaknya jika ada waktu longgar. Tn. Thomas pasti akan memarahiku jika tahu aku terlambat masuk kantor.
Aku segera menuju ke ruangan kerjaku, setelah absen tentunya. Aku pikir semua akan baik-baik saja, sesaat setelah Tn. Thomas meneleponku agar segera keruangannya. Aku mengambil berkas-berkas yang dia minta dan segera menuju ke ruangannya di lantai paling atas.
Sesampainya di ruangan Tn. Thomas, aku mengetuk pintu beberapa kali dan setelah orang di dalam sana menyahuti, aku megera masuk ke dalam. Di meja itu terdapat nama Tn. Thomas sebagai kepala perusahaan ini. Dia atasanku yang selalu aku hormati.
"Selamat pagi Tuan, ini berkas yang anda minta," aku memberikan berkas-berkas itu padanya.
"Kau terlambat nona Raina?" tanya Tn. Thomas yang membuatku hanya bisa tersenyum tipis, "Aku memaafkan kesalahanmu kali ini, karena kau sudah berhasil melaksanakan tugasmu dengan baik," lanjutnya.
"Baiklah Tuan, ada lagi yang bisa saya bantu?" tanyaku sopan.
"Tidak, kembali bekerja," perintahnya.
Aku segera undur diri dari ruangannya, kembali ke ruanganku.
Tidak terasa, aku bekerja sudah tengah hari dan ini adalah waktu untuk makan siang. Aku membereskan perlengkapanku yang berantakan di meja. Aku membereskan berkas-berkas penting dan menaruhnya dalam laci meja. Lalu aku mengambil ponselku yang sejak tadi pagi belum kusentuh sedikitpun.
Disana tertera nama Kenzie yang mengirimku pesan. Tapi aku malas bertemu dengannya. Jadi aku segera menuju ke kantin perusahaan.
Tetapi setelah sampai di kantin, sepertinya dunia tidak berpihak padaku. Aku bertemu Kenzie yang sedang malan bersama teman-temannya. Kenzie menatapku dan melambaikan tangan ke arahku. Aku menghela napas dan Kenzie segera menemuiku.
"Kenapa bisa terlambat, Ra?" tanya Kenzie.
"Bukan urusanmu Mackenzie," ucapku ketus.
Kenzie tersenyum tipis, "Dengar... aku sudah menawarkanmu sejak dulu untuk pindah ke sebelah apartementku," ucap Kenzie.
"Aku tidak tertarik," ucapku.
"Tapi aku bisa memberimu tumpangan setiap pagi kalau mau," ucap Kenzie masih berpendirian teguh.
"Berhentilah menawariku omong kosong, Kenzie. Aku punya mobil pribadi," aku mengambil lauk dan nasi sebagai sarapanku hari ini. Lebih tepatnya makan siang, karena aku tidak sempat sarapan.
"Tapi bisa saja mobilmu mogok di jalan,"
"Sebenarnya apa yang kau mau dariku?" tanyaku langsung ke Kenzie.
Kenzie tertawa pelan, "Aku hanya ingin berkencan denganmu," ucapnya blak-blakan.
"Aku tidak bisa,"
Senyumnya langsung hilang, "But why?"
"Karena kau adalah kakak dari temanku," jawabku asal.
"Itu bukan jawaban, Rain. Aku memang kakak Julia. Tapi kami sudah bisa mengurus hidup masing-masing. Bahkan Julia sudah bekerja di perusahaan besar pertama di kota ini," jelas Kenzie.
"Dia tidak pernah menghubungiku lagi setelah bekerja di perusahaan itu," ucapku kesal kepada Kenzie.
Kenzie terdiam, "Benarkah?"
"Ya! Julia bahkan tidak mengabariku apapun. Dia pergi dengan menjual tokonya. Jadi aku harus mencari toko lain untuk keperluan kafeku,"
Kenzie semakin bingung dengan apa yang aku katakan, "Julia menjual tokonya? Kepada siapa?"
Aku juga ikut bingung, "Kau tidak tahu jika Julia menjual tokonya kepada seorang pria kaya?"
"Aku tidak tahu, Rain. Julia tidak memberitahuku," jawab Kenzie.
Aku menatap mata Kenzie. Melihat apakah dia berbohong atau tidak padaku. Kenzie tidak berbohong. Dia mengatakan kejujuran. Apa sebenarnya rencana Julia kali ini?
"Siapa pria yang membeli toko milik Julia?" tanya Kenzie panasaran.
"Dia pria yang bernama Oliver Ravegan. Aku tidak mengenal lebih jauh tentang dia. Saat aku berada di toko milik Julia, pria itu juga disana dan setelah dia memperkenalkan diri aku langsung pergi begitu saja," jelasku kepada Kenzie. Bahkan sekarang aku tidak tahu kenapa bisa menjelaskan segera gamblang kepada Kenzie.
"Kenapa kau pergi?" tanya Kenzie.
Aku memutar bola mata, "Karena dia menyeramkan,"
"Huh?"
"Ah, lupakan saja,"
Aku segera makan siang. Ditemani Kenzie yang asik berbicara sendiri. Sebenarnya dia mengajakku bicara, tapi aku hanya diam saja. Tidak berniat mendengarkan.
Setelah percakapanku dengan Kenzie tadi membuatku memikirkan sesuatu. Jika dengan Kenzie saja Julia tidak mengatakan apa-apa. Apalagi denganku yang hanya teman bisnis saja? Secara naluri, seharusnya Julia lebih terbuka dengan Kenzie. Kenapa Julia sampai menjual tokonya dan memilih bekerja di perusahaan besar. Bukankah Julia mengatakan jika tokonya itu adalah pemberian terakhir dari kedua orang tuanya? Tapi kenapa dia memilih menjual toko itu kepada pria kaya?
Pertanyaan terus berputar di kepalaku. Tidak mungkin jika Julia melakukan hal yang di luar batasannya. Tapi sampai sekarang Julia tidak mengabariku lagi. Apakah terjadi sesuatu padamya? Bahkan Kenzie sebagai kakak Julia juga tidak mendapatkan kabar darinya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Julia hingga menghilang begitu saja.
Beberapa waktu berlalu, hingga tibalah di sore hari.
Aku mengemasi barang-barangku. Kenzie menungguku sejak tadi. Dia benar-benar pria yang tidak mudah menyerah. Aku sudah menolaknya berkali-kali tetapi dia tetap ingin dekat denganku.
Kenzie tetap pada tujuannya, yaitu menaklukanku. Tapi aku tidak semudah itu. Kenzie harus sadar jika ingin mendapatkanku itu hanya sebuah kemustahilan semata.
Kembali ke realita, aku menatap Kenzie yang sekarang berjalan berdampingan denganku. Pria ini terus saja mencoba dekat denganku.
"Mau aku antar sampai rumah, Ra?" tanya Kenzie saat kami sudah sampai di parkiran.
"Aku bawa mobil sendiri dan aku bisa pulang sendiri," aku segera pergi dari hadapannya.
"Hati-hati, Ra!" ucap Kenzie.
Saat di mobil aku langsung mendapat pesan dari Deren. Katanya ada seorang pelanggan yang tidak mau membayar tapi malah memberikan bahan makanan untuk kafeku.
Setelah membaca pesan dari Deren, aku langsung menjalankan mobil dan membelah jalanan kota dengan kecepatan sedang. Menanti apa yang akan terjadi disana. Padahal kami tidak butuh bahan makanan. Karena aku sudah punya mitra bisnis baru setelah Julia menjual tokonya.
Setidaknya aku berharap orang ini tidak aneh seperti Kenzie atau menyebalkan seperti Alaric.
****
hei hei, jangan lupa tinggalkan jejak kalian, biar aku tau masih ada yg baca atau enggak💀
penasaran chapter selanjutnya?
sabar sabarrrtertanda,
Sky istri Choi Soobin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
Fantastik[sequel The Kingdom Of Destiny] The Kingdom Of Destiny2: Hiraeth Rainazela Rosaline adalah seorang pemilik kafe bernama Rose Cafe. Ia punya orang tua yang masih lengkap dan kakak laki-laki yang sangat dingin padanya. Sebelumnya, ia selalu bersikap s...