003

409 44 2
                                    

Dia adalah Alaric Archero, mantan kekasihku dari beberapa tahun yang lalu. Aku sejak awal tidak mempermasalahkan Alaric ingin menjadi apa, aku bahkan mengharapkan yang terbaik untuknya. Tapi kurasa hal itu tetap tidak akan bisa merubah takdir kami. Kami memang dari awal harus berpisah. Tidak memungkinkan untuk bersama. Meskipun saat ini aku bekerja di perusahaan ayah Alaric, tapi tidak menutup kemungkinan dia masih ingin dekat denganku. Padahal sejak awal aku sudah mengingatkannya berulang kali. Bahwa kami tidak bisa bersama lagi.

Aku yang meyakinkan ayah Alaric agar anaknya bisa menjadi pianis, bukannya bussiness man. Bahkan sampai saat ini, Alaric masih menganggap bahwa aku masih menyukainya. Padahal rasa suka bisa hilang ketika ada alasan tertentu.

Alaric masih berdiri disana, menatapku dengan tatapan tajam nan teduhnya itu. Dulu aku paling suka dengan tatapannya. Tapi sekarang tidak lagi. Aku paling benci dengan tatapan itu. Seolah Alaric ingin aku memberikan harapan lagi padanya. Nyatanya aku tidak akan bisa memberikan harapan itu padanya.

"Rain, aku ingin bicara sebentar denganmu," ucap Alaric.

"just say it,"

Alaric menghela napas pelan, "Rain, please listen to me," ucapnya.

"To the point, what do you want, Aric?" tanyaku mulai kesal.

"Aku tahu, jika aku membahas masalah hubungan kita, kau tidak akan mau. Jadi aku ingin memberi tahumu satu hal, jika Ibumu sakit," ucap Alaric masih menghadangku di jalan masuk kafe.

"Hanya itu?"

Alaric menatapku tak percaya, "Hanya itu? Dia ibumu, Rain! Kau tidak mau menjenguknya?" tanya Alaric.

"Lalu?"

"Dengar, aku tahu kau masih kesal dengan keluargamu. But, please... tidakkah kau mau melihat ibumu yang sedang sakit sekali saja?" lanjutnya.

Aku membersihkan meja yang tadi sempat tertunda. Membiarkan Alaric berbicara sendirian. Biarlah, dia tidak akan bisa meyakinkanku. Meskipun dia berbicara sampai besok, aku tetap tidak mau berubah pikiran. Ada alasan kenapa aku tidak mau mengikuti permintaannya.

"Rain... ini demi ibumu," ucap Alaric.

Aku kembali masuk ke dalam kafe setelah semua meja dan kursi sudah tertata rapi seperti sedia kala. Sedangkan Alaric mengikutiku sampai ke dalam. Lyn maupun Deren sampai heran, ada apa lagi diantara kami. Mungkin mereka berpikir bahwa Alaric masih mengejar-ngejarku lagi, padahal kami sudah putus sedari lama.

Aku yang hendak mengambil tasku, berniat untuk pulang juga langsung di cegah oleh Alaric. Aku menghela napas pelan, "Aric, kau tidak perlu mengingatkanku tentang hal itu, aku sudah bisa mengurus hidupku sendiri,"

"Tapi Artha akan menarikmu kembali jika kau tidak mau menemui ibumu," ucap Alaric berdiri di depan pintu keluar.

"Itu urusanku dengan Artha, kau tidak perlu ikut campur, Aric," ucapku sambil menatapnya dingin. Aku tidak suka jika dia terus saja memaksaku. Apalagi saat dia sudah membawa orang lain ke obrolan kami.

"Fine,"

Alaric akhirnya membiarkanku pergi dari kafe. Dia menatapku yang berjalan keluar dari pintu keluar. Tatapan matanya seolah dia sedang kecewa dengan keputusan yang telah aku buat.

Aku menuju ke mobilku, membukanya dan masuk ke balik kemudi. Kemudian aku membuka ponselku, hanya ada pemberitahuan pesan dari Kenzie. Itupun hanya membahas masalah berkas yang harus direvisi lagi. Aku menaruh ponselku di dasbor mobil. Lalu aku menyalakan mesin mobil. Tapi mobilku tidak mau menyala.

Aku menghembuskan napas kesal, lalu keluar dari dalam mobil. Lalu aku membuka bagian mesin mobil bagian depan. Masalahnya, aku tidak tahu menahu tentang mesin. Daripada meminta bantuan kepada Deren atau Ryan, lebih baik aku mencari cara lain. Karena aku tahu disana masih ada Alaric. Aku tidak ingin dia terlalu memaksaku untuk mengubah pikiran.

Tidak lama aku memikirkan solusi dengan mobilku yang sekarang mogok ini. Setelah itu aku mengambil ponselku dan menelepon teknisi mobil. Agak aneh memang meminta membenarkan mesin mobilku malam-malam begini. Tapi aku tidak bisa pulang tanpa mobilku.

Setelah mengobrol banyak dengan teknisi mesin mobil. Aku menghela napas pelan. Jadi aku harus meninggalkan mobilku disini? Teknisi itu tidak mau jika harus bekerja malam hari. Bengkel mobil hanya buka sampai jam sore saja. Itulah sebabnya aku merasa ragu teknisi mesin akan menerima orderanku. Meskipun aku sudah meyakinkannya dengan memberikan bonus tip, tetapi dia tetap tidak mau. Katanya ini sudah lewat jam kerjanya. Tapi benar juga, aku seperti menganggu waktu istirahat orang saja.

Lalu aku menutup panggilan telepon. Mencoba mencari cara lain. Tetapi seorang laki-laki dengan hoddie hitam menutupi kepalanya hingga aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas datang ke sebelahku. Aku hampir saja teriak kaget karena kedatangannya tiba-tiba. Laki-laki itu lebih tinggi dariku, mungkin sekitar 180-an, mengingat tinggiku hanya sampai bahunya saja.

"Anda siapa ya?" tanyaku, pasalnya orang itu hanya diam saja. Sedikit creepy tapi biarkan saja.

Laki-laki berhoddie hitam itu tidak menjawab. Dia menatap mobilku dan bagian mesin yang terbuka.

"Hei?" aku mencoba mengajaknya bicara.

Tetapi laki-laki itu langsung berpidah posisi dekat dengan mesin mobilku. Entah apa yang akan dia lakukan. Laki-laki itu mulai mengutak atik mesin mobilku. Awalnya aku ingin memukulnya karena mengutak atik tanpa izin. Tetapi tidak tega karena dia sepertinya laki-laki baik dan hendak menolongku.

Beberapa saat kemudian, laki-laki itu masuk ke dalam kemudi. Menyalakan starter mobil. Akhirnya mobilku menyala. Aku menghembuskan napas lega, tidak jadi berjalan kaki sampai rumah.

"Terima kasih berkat bantuan anda mobil saya bisa hidup kembali," ucapku formal.

Laki-laki itu mengangguk dan berbalik untuk berjalan pergi. Aku sebenarnya ingin mentraktirnya atau apapun itu. Agar bisa menghargai kerja kerasnya. Padahal kami tidak saling mengenal. Tetapi laki-laki itu dengan baik hati menolongku yang sedang ada masalah ini.

"Tunggu... apakah aku bisa membalas kebaikanmu suatu saat nanti?" tanyaku pada laki-laki itu yang berhenti berjalan.

Laki-laki itu terdiam di tempat, aku menunggu jawabannya. Tetapi tidak lama, laki-laki itu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Aku mengernyitkan dahi bingung. Sombong sekali dia ini...

Ah, sudahlah, yang penting mobilku sudah kembali seperti semula. Tapi kenapa laki-laki itu mau memperbaiki mobilku padahal aku sendiri tidak memberikan apapun padanya? Aku menggelengkan kepalaku, dan segera masuk ke dalam mobil. Melajukan mobilku menuju tempat kediamanku.

***

Haloo ada yang masih baca ga?

Maaf kalau aku belum update lagi cerita ini. Atau bisa di bilang telat ngepublishnya /emotnangisguling-guling

Aku sendiri baru sibuk sama kuliah dan kegiatan kampus maupun luar kampus, jadi mohon maaf apabila aku ngepublish cerita ini mundur jauh banget dari perkiraan.

But, tenang aja karena cerita ini tetap akan berlanjut meskipun dengan kesibukanku kali ini. So, aku harap kalian masih mau baca sequel ini meskipun akunya sibuk, tapi aku sempetin buat draf diwaktu luang juga kokk /emotnangislagi

Oke mungkin itu penjelasan terkait kenapa aku belum juga update kelanjutan ceritanya. Tunggu update-an chapter selanjutnya ya!

tertanda,

Lemon istri sah Choi Soobin selingkuhan DPR Ian.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang