15. Let's play the game!

45 3 9
                                    

Basic cinta paling indah adalah
jatuh cinta ke orang yang paham
kalo dia sedang kita cintai.

—Enigma—

Motor Raiden berjalan membelah jalanan besar yang dipenuhi banyak kendaraan bermotor. Di belakangnya sudah ada Shafda yang kini duduk diam di sana, setelah insiden boncengan ke rumah Fany waktu itu Shafda tak berani lagi menepuk bahu Raiden, takut cowok itu mengamuk di jalan.

Raiden melirik kaca spion yang menampilkan wajah Shafda di sana. Selama perjalanan, pikiran Raiden dipenuhi oleh penyebab mengapa foto Shafda terpasang di kamar Alterio, seperti menjadi foto utama target yang ingin ia lenyapkan.

Raiden menghela napas panjang, cowok itu harus benar-benar menjaga Shafda jikalau sewaktu-waktu Alterio menjalankan misinya.

Tiba-tiba motor Raiden berjalan pelan, kemudian akhirnya berhenti di tengah jalan. Alis Raiden berkerut, turun dari motornya, mengecek apakah ada yang salah.

"Motornya kenapa, Rai?" tanya Shafda sembari turun dari motor.

"Mogok, gue juga gak tau kenapa," balas Raiden sambil mengecek mesin motornya.

Rintikan air hujan tiba-tiba turun, keduanya berlari untuk meneduh sementara. Raiden menuntun motornya di depan kafe terdekat, lalu berjalan masuk bersama Shafda. Untung saja baju mereka tak basah kuyup sebelum masuk.

Raiden duduk di salah satu bangku di sana, posisi yang dekat dengan jendela, diikuti oleh Shafda yang duduk di depannya sambil mengeringkan baju dan rambutnya yang terkena sedikit air.

"Permisi, kak. Apa kakak butuh handuk untuk mengeringkan rambut kakak?" tanya pelayan di sana, begitu ramah pada Shafda.

"Oh, engg—"

"Boleh," ujar Raiden, memotong ucapan Shafda.

"Baik, kak. Ditunggu," balas pelayan itu, kemudian pergi meninggalkan keduanya.

Shafda menatap tajam cowok di depannya. "Rai, kenapa lo bilang gitu sih, jadinya 'kan ngerepotin mbaknya."

Raiden tak menggubris, bersandar di kursi sambil menikmati rintikan hujan di luar sana yang turun begitu derasnya. Pelayan yang tadi akhirnya datang membawa handuk kering, lalu keduanya memesan minuman hangat dan beberapa makanan ringan.

"Baik, kak. Ada lagi yang mau dipesan?" tanya pelayan itu sambil menulis pesanan mereka.

"Cukup," balas Raiden.

"Baik, kak. Ditunggu."

Setelah pelayan itu pergi lagi, suasana antara keduanya seketika menjadi hening. Hanya ada suara rintikan hujan dan suara bising orang-orang di sekitar. Shafda ikut menatap kaca di sebelahnya yang berembun serta ada butiran-butiran air hujan di sana.

Hingga pelayan itu datang dan membawa pesanan mereka kemudian pergi lagi, tak ada yang mau membuka suara. Raiden masih sibuk menatap rintikkan hujan yang terus mengalir membasahi bumi sambil menikmati kopi yang ia pesan, sementara Shafda masih sibuk dengan ponselnya.

"Gimana perasaan lo sama Alter?"

Suara Raiden membuat Shafda menoleh, cowok itu masih sibuk menikmati kopinya. Bahkan ketika bertanya, cowok itu sama sekali tidak melihatnya. Tentu hal itu membuat Shafda bingung sendiri.

"Hah?" ujar Shafda, tak mengerti pertanyaan Raiden.

Raiden meletakkan kopinya di atas meja, lalu melirik Shafda. "Alter suka sama lo."

"Enggak, itu cuma gimmick doang," balas Shafda, santai.

"Kalo dia beneran suka sama lo ... " Raiden menggantungkan ucapannya, menatap dalam kedua bola mata hitam Shafda, lalu kembali berkata, "Gimana ... ?"

ENIGMA 2 : Masa Sebelum KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang