12. I know it's you

60 7 13
                                    

Mataku memang rabun
tapi aku selalu bisa menebak
bahwa manusia itu kamu

Enigma

Pasukan XII MIPA lima sudah berkumpul di parkiran, setelah memastikan bahwa semua anggota kelas telah di tempat, Steven memerintahkan untuk segera jalan ke masjid terdekat, melaksanakan shalat maghrib.

Setibanya di sana, semua orang—kecuali cewek yang sedang berhalangan berbondong masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah.

Shafda yang saat itu tengah berhalangan menunggu di pelataran masjid bersama teman cewek lainnya. Gadis itu melirik Naura, ia rasa Naura akan marah padanya karena telah mengingkari janji yang dibuatnya.

Shafda melangkah mendekati Naura. "Nau, kayaknya kita perlu bicara."

Naura mengangguk mengerti, lalu mengikuti arah jalan Shafda yang tak jauh dari sana. Sebelum bicara Shafda menarik napas panjang terlebih dahulu, lalu membuangnya pelan.

"Maaf, lo pasti marah karena gue ingkar janji. Nggak seharusnya gue tetep jalan sama Rai padahal udah janji sama lo buat nggak deket-deket dia lagi."

"Sekali lagi maaf, Nau," imbuh Shafda.

Naura melangkah maju. "Gue nggak marah, kata siapa gue marah? Justru gue jadi sadar, kalau bukan cuma pihak lo aja yang suka. Rai juga suka sama lo."

"Apa?" kata Shafda, lumayan terkejut dengan respon Naura.

"Lo nyadar nggak sih kalian sebenernya saling suka? Tapi tuh kalian kayak saling nunggu juga. Rai nunggu lo gerak, baru dia melakukan something. Lo juga gitu, Kayak gamau terlalu agresif, jadi lo gamau melakukan sesuatu kecuali ada pergerakan dari Rai."

Shafda mencermati setiap kata yang terlontar dari bibir Naura, benarkah? Apakah Naura sudah mencermati sedalam itu? Tapi jika dipikir-pikir lagi, apa yang dikatakan Naura ada benarnya.

Saling menyukai, tetapi saling menunggu juga.

"Di sini tuh kalian kayak merasa 'duh, aku klo mah maju gimana kalo gini gini gini, gimana kalo gue kepedean?' Tapi sebenernya di sini kalian punya ketertarikan yang sama," ujar Naura.

Cewek itu tak asal bicara, sejauh ini itu yang dirasakan Naura. Apalagi melihat Raiden dan Shafda yang semakin lama semakin dekat, menurutnya Raiden juga sudah mulai menunjukan bahwa ia mulai tertarik pada Shafda.

Terbukti ketika Naura meminta Shafda untuk menjauh dan Shafda menyetujui, Raiden tampak gelisah. Hal itu sudah cukup menunjukkan bahwa Raiden memang memiliki ketertarikan pada Shafda.

"Udah, Sha. Lakuin apa yang mau lo lakuin, kalau suka perjuangin, jangan diem di tempat," saran Naura.

"Tapi lo gimana?" tanya Shafda, masih memikirkan perasaan Naura.

"Nggak usah pikirin gue, rasa suka gue sama Rai tuh mungkin cuma sesaat aja. Lagian sia-sia gue deketin Rai kalau ternyata dia sukanya sama lo," tutur Naura.

Shafda hanya diam. Gadis itu masih tak mengerti dengan jalan pikiran Naura. Kenapa cewek itu bisa semudah itu menyerah begitu saja? Ditambah ia juga memberikan saran dan nasihat padanya.

"Inget saran dari gue," ujar Naura, ia memberi isyarat lewat matanya bahwa Raiden sedang berjalan menghampirinya.

Dirasa tidak dibutuhkan lagi, Naura pergi meninggalkan Shafda dan Raiden di sana, tak ingin ikut campur lagi urusan keduanya.

"Dia bilang apa sama lo? Ngancem lo lagi?" tebak Raiden dengan nada tak santai.

"Enggak, nggak ada apa-apa, udah selesai shalatnya? Kita bisa pulang?"

ENIGMA 2 : Masa Sebelum KelulusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang