Jangan pernah menaruh
harapan terlalu besar
pada seseorang yang belum tentu
bisa kau dapatkan.-Enigma-
Terjadi perkelahian antara Steven dan para anak buah si pelaku. Sementara Raiden masih bersitatap dengan si pelaku, mata Raiden terus menatap masker yang dikenakan si pelaku dengan fokus.
Raiden penasaran, sebenarnya siapa sosok dibalik masker hitam itu? Tangan cowok itu berusaha menarik masker yang dikenakan si pelaku. Namun, dengan gerakan gesit si pelaku mampu menahannya, sehingga terjadilah perkelahian antara keduanya.
"Lo siapa sebenernya?" tanya Raiden sembari menghalau serangan yang dilemparkan si pelaku.
Pertarungan mereka semakin sengit ketika keduanya sama-sama menunjukan kebolehannya dalam berkelahi. Si pelaku menyerang Raiden secara bertubi-tubi, sementara Raiden menghalau serangan itu agar tidak mengenai alat vitalnya.
Setelah si pelaku kelihatan merasa lelah, giliran Raiden yang menunjukan kecakapannya dalam berkelahi. Cowok itu terus memukul pipi dan rahang si pelaku hingga terhuyung ke belakang.
Raiden terus berlanjut memukul si pelaku dari segala sisi, sampai akhirnya tubuh si pelaku terjatuh ke atas lantai. Melihat kesempatan itu, Raiden naik ke tubuh si pelaku, kembali memukul wajahnya bertubi-tubi sampai dipenuhi lebam.
Mengetahui si pelaku sudah dalam keadaan lemah, Raiden membuka masker yang sedari tadi menutupi sebagian wajahnya. Bola mata Raiden membulat ketika mengenali wajah si pelaku, oh bukan hanya mengenali, namun ia benar-benar sangat kenal!
"Farel?"
***
"Selesai."
Shafda membalut luka yang diperoleh Bri karena berkelahi dengan salah satu penjaga menggunakan perban yang disediakan di sana. Setelah selesai, Shafda kembali mengemas peralatan yang ada.
Sementara Bri masih menatap wajah Shafda yang kini tengah sibuk dengan aktivitasnya. Merasa diperhatikan, Shafda melirik Bri hingga pandangan mata mereka bertemu.
"Lo nggak bosen liatin gue terus?" tanya Shafda.
Shafda tahu, ketika ia sedang mengobati Bri, mata cowok itu tak pernah lepas menatap wajahnya. Bukannya terlalu percaya diri atau bagaimana, tetapi Shafda memang benar-benar melihat dari ujung matanya.
Bri dengan cepat menggeleng. "Gue gak akan pernah bosen liat muka lo."
Shafda terkekeh. "Manis banget itu mulut."
"Serius," ujar Bri.
"Iya deh iya," balas Shafda mengalah. Keduanya terdiam cukup lama, hingga Shafda kembali berucap, "Maaf."
Kening Bri berkerut bingung. "Maaf buat apa?"
"Maaf kalo gue tadi nyakitin hati lo. Tapi beneran, gue nggak bermaksud gitu kok. Gue cuma khawatir aja sama Rai, soalnya dia ngincernya Rai," jelas Shafda yang akhirnya memberanikan diri untuk meminta maaf.
"Gue tau. Tapi pikirin diri lo sendiri sebelum lo pikirin Rai, Shaf. Gue tau lo suka sama Rai, tapi jangan mau dimanfaatkan kayak gini. Nyawa lo bisa jadi taruhannya," saran Bri, mengungkapkan kekhawatirannya pada Shafda.
"Makasih atas saran lo, Bri. Tapi maaf, Rai nggak pernah manfaatin gue."
"Terus kasus lo yang diculik demi biar bisa jebak Rai buat apa? Gimana kalo gue sama Rai gak dateng?"
Bri tak mengerti dengan jalan pikiran Shafda. Matanya tertutup dan hanya tertuju pada Rai, sampai-sampai tak peduli bahwa nyawanya mungkin saja bisa menjadi taruhannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/354994761-288-k385379.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA 2 : Masa Sebelum Kelulusan
Novela Juvenil-Perlakuanmu masih menjadi misteri bagiku- Tentang Shafda, Raiden dan Exposive. Shafda bukan gadis yang Raiden mau. Sebuah Fakta yang terus terngiang-ngiang di pikirannya. Shafda tahu kenyataan itu, tapi mengapa hati ini tetap menetapkan bahwa Rai...