Normalnya ketika jatuh cinta
apa pun yang dilakukan
oleh orang yang kita suka
pasti akan membuat kita salah tingkah-Enigma-
"Lo masih suka sama gue?"
Pertanyaan bodoh macam apa yang dilemparkan Raiden? Bisa-bisanya ia menanyakan perasaan Shafda di saat genting seperti ini?
"Perlu banget gue jawab?" balas Shafda, terdengar sarkas.
Raiden melirik Shafda sekilas, lalu membalas, "Gak juga."
Suasana canggung menyelimuti keduanya, Shafda tak menyangka balasan sarkas darinya bisa berakibat kecanggungan berkepanjangan seperti ini.
Suara decitan kursi terdengar, Raiden hendak pergi dari tempatnya duduk saat ini. Sementara Shafda hanya bisa menatap punggung tegap Raiden yang kini berjalan menjauh.
Shafda menghela napas panjang. "Kenapa gue harus suka sama dia sih?"
***
Suara bel masuk berbunyi, menandakan jam istirahat ketiga telah usai. Sudah tiga puluh menit bel masuk berbunyi, tak ada tanda-tanda guru mata pelajaran terakhir itu memasuki ruang kelas.
Shafda menatap setiap sudut kelasnya yang biasanya ricuh karena jam kosong, kini hening. Masing-masing anak sibuk dengan ponsel genggamnya.
Mungkin hanya ada suara umpatan kasar dari pojok belakang kelas, siapa lagi jika bukan para cowok yang sedang ngegame. Bahasa paling kasar sudah berulang kali keluar dari mulut mereka.
Apalagi, Hilmy Galandra. Tak heran lagi jika cowok tersebut bermain game diiringi dengan umpatan di sepanjang permainan. Tsani, yang notabenenya sebagai kekasihnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ih, babi! Anjing!" Begitulah kira-kira umpatan Hilmy yang terkadang tak bisa difilter.
"Astaghfirullah, Hilmy! Tobat, Hil! Tobat!" ungkap Tsani sambil geleng-geleng kepala.
"Tuh, Hil. Dengerin ayangmu," celetuk seorang cewek yang duduk di sebelah Tsani, bermaksud menggoda, siapa lagi jika bukan Alifah Arraya.
"Bacot!" balas Hilmy, sementara Tsani hanya bisa mengelus pelan dadanya.
Sementara Shafda yang sedari tadi hanya menyimak terkekeh melihatnya, ada-ada saja memang pasangan satu ini.
Shafda melirik pada bangku sebelah, menatap Raiden yang masih berkutat dengan pensil dan bukunya. Sepertinya cowok itu sedang menggambar sesuatu.
Yang Shafda perhatikan, hanya tiga hal yang Raiden lakukan di kelas. Pertama, seperti sekarang ini, duduk sambil menggambar anime. Kedua, jika ada ponsel dia akan main game dengan para temannya. Terakhir, cowok itu akan tidur jika sudah bosan dengan kedua hal itu.
Entahlah itu benar atau tidak, yang Shafda lihat sih seperti itu ya.
"Sha, gue ada rekomendasi novel bagus buat lo, kisahnya persis kayak lo sama dia," ujar Layla, membuat Shafda yang tadinya fokus menatap Raiden kini beralih menyimak cerita Layla.
Di tengah-tengah perbincangan seru antara Layla dan Shafda, tiba-tiba seseorang meneriaki namanya, membuat Shafda seketika menoleh
"Shafda!" teriak Deva tiba-tiba. Gadis itu lalu berlari ke arah Shafda, kemudian berbisik, "Tadi 'kan gue manggil lo, terus masa Rai yang ngelirik."
Shafda bisa melihat betapa antusiasnya Deva saat bercerita tentang hal kecil itu, Shafda melirik Raiden sekilas kemudian mengulum senyum.
Sebenarnya ketika nama kita dipanggil, tapi yang merespon orang yang kita suka, itu tidak pasti dia punya perasaan yang sama, dia juga punya telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA 2 : Masa Sebelum Kelulusan
Roman pour Adolescents-Perlakuanmu masih menjadi misteri bagiku- Tentang Shafda, Raiden dan Exposive. Shafda bukan gadis yang Raiden mau. Sebuah Fakta yang terus terngiang-ngiang di pikirannya. Shafda tahu kenyataan itu, tapi mengapa hati ini tetap menetapkan bahwa Rai...