Setiap orang kan mengartikan sesuatu secara berbeda-beda menurut pandangan mereka masing-masing.
-ENIGMA-
Cuaca senin siang ini begitu panas, beberapa anak cowok berbaring di atas lantai untuk meminimalisir rasa panas mereka karena cuaca hari ini.
Shafda memainkan ponsel genggamnya, sesekali melirik pada beberapa cowok yang sedang merebahkan tubuhnya di atas lantai. Termasuk Raiden.
Cowok itu dengan santai berbaring di paha kanan Steven-teman sekelasnya. Meskipun Shafda tengah memainkan ponselnya, manik matanya sesekali melirik pada Raiden, telinganya pun ikut mendengarkan percakapan random antara dua cowok itu.
"Shaf, gue penasaran deh. Lo kok bisa bikin novel itu gimana?" tanya Steven, yang kini mengeluarkan pertanyaan random pada Shafda.
Belum sempat gadis itu menjawab, Raiden tiba-tiba menyela.
"Suka-suka lah, Pen," balas Raiden.
"Ya, maksudnya kok bisa gitu loh. Lo ada tenggat waktunya gak sih? Kek semisal sehari, seminggu, sebulan," ujar Steven, mengeluarkan pertanyaannya pada Shafda, yang anehnya lagi-lagi dibalas oleh Raiden.
"Sesuai niat," sahut Raiden.
Steven berdecak kesal. Namun, tak menyerah untuk memberikan pertanyaan pada Shafda. "Itu lo terbitin novel gimana prosesnya? Juga berapa lama sih?"
Kali ini Raiden diam, tak lagi menjawab pertanyaan yang dilontarkan Steven pada Shafda. Barulah gadis itu dapat menjawab tanpa gangguan dari Raiden.
"Kurang lebih si enam sampai tujuh bulan, segitu lah, gue lupa soalnya. Nah, awalnya kan nulis naskah, terus ada penerbit yang pinang, udah deh tinggal ikutin prosedur yang ada," jelas Shafda.
Steven mengangguk mengerti, kemudian bertanya, "Bayar gak?"
"Lo mau beli? Gue list nih," ujar Shafda.
"Kagak, Rai tuh yang mau beli," ucap Steven.
"Kok gue? Yang tanya-tanya aja lo," celetuk Rai ketika namanya disebut-sebut.
Steven tertawa pas melihat raut wajah kesal Raiden, ia kembali berucap, "Rai, lo terbitin gambar-gambar lo aja."
"Susah anjir, masih sekolah juga, takutnya gak konsisten."
Shafda menyimak pembicaraan kedua curut itu, sampai Raiden kembali melontarkan pertanyaan yang membuat Shafda mematung di tempat.
"Lo yang bikin cerita, Pen. Gue yang gambar."
Sebuah kalimat yang membuat Shafda menjadi ... KENAPA TIDAK TANYA PADA SHAFDA SAJA?!
Jelas gadis itu mau jika semisal Raiden mengajaknya untuk collab. Shafda malah senang jika hobi keduanya bisa tersalurkan dan mungkin bisa menjadi sebuah buku komik.
Shafda yang membuat cerita dan Raiden yang menggambar.
Sungguh pasangan yang klop. Mungkin jika itu benar-benar terjadi, maka sampai kelulusan pun keduanya pasti akan masih saling berkomunikasi untuk bermusyawarah soal komik yang akan mereka terbitkan.
Ah ... indahnya halu-nya Shafda.
Andai saja dapat terjadi.
Shafda tahu ucapan Raiden tak ditujukan untuk dirinya, tetapi mengapa Shafda merasa bahwa kalimat itu untuknya?
Karena dari awal, ketiganya sedang membicarakan soal novel dan satu-satunya orang yang lebih berpengalaman dalam hal membuat novel adalah Shafda.
Jelas gadis itu mengira ucapan Raiden ditujukan olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENIGMA 2 : Masa Sebelum Kelulusan
Fiksi Remaja-Perlakuanmu masih menjadi misteri bagiku- Tentang Shafda, Raiden dan Exposive. Shafda bukan gadis yang Raiden mau. Sebuah Fakta yang terus terngiang-ngiang di pikirannya. Shafda tahu kenyataan itu, tapi mengapa hati ini tetap menetapkan bahwa Rai...