Sorry for typo & kata yang hilang 🙏
❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️
"Mulai sekarang, setiap kali aku yang mengajar, aku ingin kalian duduk berdasarkan kelompok yang telah di tentukan." Perintah Force pada para kadet yang dijalankan tanpa banyak kata oleh mereka sehingga sekarang mereka sudah duduk berdasarkan kelompok.
Kelompok Satu : Charlie, Pavel, Zee dan War.
Kelompok Dua : Blue, Benz, Babe dan Boss.
Kelompok Tiga : Lee, Santa, Pawat, dan Nine.
Kelompok Empat : Meen, Mac, Nan Nunu dan Perth.
Kelompok satu di ketuai oleh Zee. Sementara kelompok dua, Babe yang menjadi ketuanya, di kelompok tiga ada Lee dan kelompok empat Meen ditunjuk sebagai ketuanya.
Charlie menguap, walaupun dia duduk di sebelah Pavel, dia bertingkah biasa seperti tidak terjadi apapun diantara mereka. Dia tampak tenang di saat Pavel berusaha bertingkah senormal mungkin di sebelahnya.
Pavel sering mencuri pandang pada Charlie sementara Charlie tetap fokus mendengarkan Force bicara.
"Berarti di kelompok kita ada dua orang fighter, satu orang bagian support dan satu orang spesialis pengobatan." Ucap Zee setelah mendengar penjelasan anggota teamnya mengenai keahlian mereka. Walaupun semuanya bisa fighter tapi Pavel dan War tidak begitu ahli dalam fighter. Secara jurusan mereka bukan dalam bidang militer dan fighter, tidak seperti Zee dan Charlie.
Setiap kelompok tengah mendiskusikan posisi masing-masing dalam team. Untuk mempersiapkan diri untuk latih tanding minggu depan.
Diantara empat kelompok, kelompok satulah yang paling beruntung karena semua anggota teamnya Alpha semua.
"Bagaimana jika sabtu dan minggu kita latihan tuk menghadapi latih tanding nanti?"
"Gua tidak bisa, gua ada kerja part time!" Tolak Charlie tanpa pikir panjang.
"Gua juga tidak bisa, gua ada balapan mobil malam minggu nanti."
Kini Zee melirik War, "Walaupun gua tidak ada kegiatan, memangnya kita berdua aja yang latihan bisa?" War rasa latihan berdua saja tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal apalagi untuk menang.
"Kalau begitu kapan kalian berdua punya waktu luang?"
"Senin sampai Jumat, malam pun tidak masalah." Jawab Charlie kemudian tiga orang ini menatap Pavel.
"Gua rasa itu keputusan yang tepat." Tanggap Pavel kini melirik Pavel yang tiba-tiba membalas pesan seseorang, dia bahkan tersenyum.
Pavel melirik Mac yang ada di meja belakang, ada tiga meja yang memisahkan kelompok satu dan empat.
Ternyata Charlie bertukar pesan dengan Mac, "Padahal mereka satu kelas." Monolog Pavel kesal dalam hati.
Mac tengah cerita pada Charlie mengenai Mommy mereka yang mendiamkan Daddy mereka bahkan Perth mengabaikan Daddy mereka.
"Kalau begitu ayo kita bertukar nomor supaya lebih mudah tuk saling mengabari." Cetus Zee terpaksa mereka turuti.
"Jika bukan karena kita satu kelompok, gua tidak akan sudi memberikan nomor ponsel gua Ama lu." Ucap Pavel sontak membuat Charlie tertawa.
"Terserah kau berkata apa, gua juga gak butuh nomor lu." Balas Charlie tersenyum mengejek. Dia sudah memutuskan jauh-jauh hari kalau bukan dia lagi yang akan mengejar Pavel melainkan malah sebaliknya.
Pavel smirk, "Benarkah? Bukankah kau sangat menyukaiku?" Betapa percaya dirinya dia mengenai Charlie yang sangat menyukai dia.
Fix, kali ini suara tawa Charlie jauh lebih renyah dari pada tadi. "Kau memang cantik, tapi Mac jauh lebih manis darimu. Dia bahkan sangat menggemaskan sampai ingin sekali gua peluk dia untuk selama-lamanya." Charlie sengaja membuat Pavel berpikir kalau tidak butuh lama bagi dia untuk move on dari Pavel. Dalam hatinya Charlie minta maaf pada Mac karena sudah membawa namanya dalam masalah ini.
Charlie berdecak kesal, lantas dia beranjak dari sana.
"Mau kemana lu?"
"Ke toilet!" Sahut Pavel untuk pertanyaan Zee, dia ingin merokok tuk mengusir gejolak membara di hatinya.
"Lu berantem dengan Pavel?" Tanya War dibalas gelengan kepala oleh Charlie.
"Terus kenapa dia selalu memasang wajah garang ama lu?" Tanya War lagi dibalas gendikkan bahu oleh Charlie. Sampai sekarang dia tidak mengerti kenapa Pavel tidak menyukainya.
"Apa ada hal yang sang bintang tidak mengerti?"
Babe menggeleng pelan untuk pertanyaan Force, dia berusaha mengabaikan Force yang semenjak masuk, dia selalu memperhatikan Babe. Hal itu membuat Babe berusaha bersikap normal supaya tidak ada yang curiga kalau saat ini dia sangat senang dengan perhatian Force.
Tapi beda lagi ceritanya di sini, Perth mengabaikan semua bentuk perhatian Meen. Ceritanya dia masih merajuk mengenai masalah tadi.
Meen kembali mendekati si macan yang lagi merajuk, lantas dia kembali bertanya, "Sayang mau minta apa? Akan kuberikan, jadi bisakah sayang berhenti marah?"
Perth memundurkan wajahnya. Jarak dua orang itu terlalu dekat, bahkan Perth bisa merasakan hawa nafas dari Meen. "Menjauh lah dariku jika kau tidak ingin aku semakin marah." Tanggap Perth setenang mungkin di saat dadanya berdebar-debar.
"Baik, tapi sayang harus Janji dulu. Janji gak akan marah. Janji gak akan mengabaikan aku." Dia bahkan tidak peduli dengan keberadaan Nan, Mac dan Nunu.
"Tidak tahukah kau, kalau kau itu sangat menyebalkan!" Ketus Perth kemudian dia menggeser kursi nya tuk menjauh dari Meen.
"Benarkah? Apa sayang sangat yakin kalau aku ini menyebalkan, bukannya aku ini menggemaskan?" Goda Meen setelah menggeser kursinya mendekati Perth. Sehingga posisi mereka kembali tidak memiliki jarak.
Karena jarak wajah mereka kali ini jauh lebih dekat dari tadi, sehingga secara perlahan-lahan rona merah mulai menyebar dari pipi, telinga, leher, sampai memenuhi wajah. Terlihat mengemaskan. Untuk menyembunyikan hal tersebut, dia menundukkan kepalanya seraya memfokuskan dirinya dengan buku militer yang tadi Force bagikan.
Meen mengulum senyum, "Kenapa wajah sayang memerah? Sayang demam?" Tanya dia pura-pura polos padahal dia ahlinya dalam memoloskan orang.
Setelahnya Perth memukul kepala Meen dengan buku militer tadi yang lumayan tebal. "Mati aja lu!" Maki Perth memerah wajahnya lantas dia pindah tempat duduk di sebelah Mac.
Di saat Meen meringis kesakitan, di saat itulah Mac tertawa ngakak sementara Nunu menatap sendu Meen yang mengusap kepalanya.
Jujur saja Nunu tidak suka melihat kedekatan Meen dan Perth. Ada rasa nyeri di hatinya ketika dia melihat kedekatan mereka, apalagi ketika Meen memanggil dia dengan sebutan sayang.
Lalu Nan, setelah sekian lama, akhirnya dia kembali melihat Mac tertawa lepas seperti saat ini. Ada kelegaan di hatinya melihat hal itu.
Sebenarnya Nan itu baik jika dia tidak dimanipulasi oleh Nine.
"Sakit sayang..." Rengek Meen mungkin pukulan yang mengenai keningnya tadi meninggalkan bekas biru.
"Mampus!" Satu kata dari Perth tidak kasihan melihat wajah memelas Meen.
"Sayang kok jahat banget sih, nanti jika aku begok gimana? Memangnya sayang mau punya pacar begok?" Sudah ditabok kepalanya tapi dia masih belum kera menggoda Perth.
"Situ siapa sih, enteng bener mulutnya mengaku sebagai pacar gua. Situ waras?" Tampik akhirnya mereka diam setelah di tegur oleh Force. Berisik sih.
❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Royalty
Fanfiction"Ketika aku menyadari aku mencintai dia, aku telah kehilangan dia untuk selamanya."