P R O L O G

876 42 17
                                    

A story inspired by Jongho OST - A Day

*

*

*

Netra hitam kecoklatan itu menatap lurus kedepan dengan tajam. Kedua telapak tangannya mengepal disisi tubuh menahan amarah kepada seorang pria lain yang sedang berdiri jauh di dekat penghujung pintu. Seluruh atensi publik kini sedang tertuju ke arahnya, namun tidak ada satu orang pun yang ia hiraukan di ruangan ini selain kehadiran pria itu.

Suara kebisingan disekitar terdengar hening pula ditelinganya. Jelas pria di depan sana juga sedang menatap lekat ke arahnya, tapi sepasang bola mata dingin itu memberi isyarat dan arti yang berbeda.

"Wooyoung-ssi, kau baik-baik saja ?"

Seseorang menarik lengannya, namun ia tidak bisa memberikan respon apapun untuk menanggapi itu.

Dunianya serasa sedang berhenti pada detik itu.

Tungkainya seakan membeku pada tempatnya dan tubuh kurusnya menegang kaku. Pemuda bernama Wooyoung itu tidak sanggup menjelaskan perasaan seperti apa yang tengah menggerogotinya saat ini.

Benci ? Marah ? Kesal ? Sedih ? Frustasi ?

Entahlah.

"Maaf, maaf, saya akan segera hidangkan masakan yang baru ! Sekali lagi saya meminta maaf, Tuan !"

"Ah, tidak apa, tidak apa ! Kami akan pergi saja," sahut seorang gadis cantik di sebelah Wooyoung. Gadis itu kembali menepuk Wooyoung di pundak lalu memanggil, "Wooyoung-ssi ? Wooyoung-ssi ?"

Semua kekacauan ini tidak ada artinya.

Wooyoung seakan lupa kalau seorang pelayan baru saja menjatuhkan pesanannya beberapa detik lalu.

Wooyoung seolah tidak ingat kalau dirinya barusan ingin melayangkan protes ke pihak restoran karena kemeja mahalnya kini ternodai dengan jejak kotor saus pasta. Wooyoung seakan lupa kalau ia sedang melakukan kencan buta dengan seorang gadis yang dijodohkan oleh Ayahnya. Wooyoung seketika lupa dengan semua hal yang terjadi dalam ruangan itu.

Semua karena dia.

"Jongho-ya, ada apa ini ?"

Pria yang sedari tadi menjadi perhatian Wooyoung kini berjalan mendekat. Bahkan mendengar suara pria itu saja sudah mampu menggetarkan seluruh adrenalin Wooyoung. Suara baritone yang masih terdengar sama, namun juga asing di waktu yang bersamaan. Wooyoung tidak mengerti, tidak bisa berpikir dengan jernih. Wooyoung benci ketika ia harus kembali mengingat waktu dimana suara itu pernah memanggil namanya lembut di masa lalu.

Terdengar memuakkan.

"Hyung ... maaf, ... a–aku, aku tidak sengaja, aku kesandung dan malah membuat kekacauan ini."

Wooyoung mendengar bagaimana pria itu hanya berkata 'tidak apa' sambil memberikan tepukan pelan dipunggung pelayan tadi bak seorang kakak laki-laki yang bijaksana. Oh kalau harus Wooyoung tebak, sepertinya restoran tempat kencan butanya ini adalah milik pria itu. Sungguh suatu kebetulan menjijikkan lagi yang ingin Wooyoung tepis jauh.

Maksudnya, dari sekian banyak waktu dan tempat yang ada di dunia. Kenapa harus sekarang ? Disini.

Disaat Wooyoung harusnya sedang berbagi makan malam yang romantis dengan teman kencannya.

"Biar aku saja yang urus, kau kembali ke dapur lalu bilang pada Seonghwa-hyung agar segera buatkan hidangan yang baru." Pria itu kemudian melirik ke Wooyoung, kedua mata mereka kembali bersitatap.

Bahkan aura pria itu berbeda, seperti orang asing.

"Saya minta maaf atas ketidaknyamananny— "

PLAKK

Ya, Wooyoung menamparnya.

Jangan tanya alasannya karena Wooyoung hanya ingin melakukan itu tanpa ada alasan yang khusus.

Sesuatu dalam dirinya harus dilampiaskan.

Semua terjadi begitu saja secepat kedipan mata.

Wooyoung sadar semua orang di ruangan sedang tercengang karena ulah gilanya barusan, namun ia sama sekali tidak menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan. Terlebih saat Wooyoung melihat bahwa pria didepannya sama sekali tidak ada memberikan reaksi seperti yang ia harapkan. Ya, dirinya kecewa.

Pria itu datar, benar-benar datar tanpa emosi.

Reaksi tenang yang pria itu perlihatkan semakin menambah tingkat kekesalan Wooyoung sekarang.

Bagaimana bisa ? Bagaimana bisa pria itu bersikap tenang tanpa rasa bersalah sedikit pun padanya ?

Wooyoung berjalan mendekati pria itu, ia berdiri tepat didepannya dengan menyisakan sedikit jarak diantara mereka. Wooyoung bersumpah ia memaki pria itu lewat tatapan mata penuh kebenciannya.

"Bajingan ... "

*

*

*

Hai hai hai 🥹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Hai hai hai 🥹

Mau cek ombak dulu guys.

Kembali lagi ke cerita baru dari aku, author satangcandies, yang lagi-lagi karakternya sudah pasti Woosan. Aku harap kalian belum bosan mencintai dua anakku ini ya ..

Just a little bit spoiler about this book

Ini bakal banyak menguras emosi atau mungkin sedikit air mata, tapi tenang, pasti ada bagian uwu2 dan romantis2 nya juga dalam cerita ini dongg, so don't worry.

Kalau kalian bukan tipe penyuka book dengan plot yg slow dan mellow, kalian boleh skip buku ini. Aku tahu penyuka buka sejenis ini itu dikit baket dikalangan pecinta ff. Ditengah gempuran mafia, CEO, dan lainnya yang lebih mature, aku cuman pengen buat satu cerita yang agk beda aja. Jujur ide ini tuh, salah satu ide yg aku sayangin banget kalau sampe ga aku publish. Alur ceritanya pertama kali muncul diotak pas aku dengar lagu A Day, Ost Lovely Runner yg dinyanyiin Jongho.

Kalau kalian tahu arti lagunya kalian pasti udh ngeh dong ini jalan ceritanya bakal seperti apa ? 🤭 Yang ga mau mewek2 boleh skip, aku gpp kok, beneran dehh ❤️

Bagi yg suka, boleh bantu ramein. Jangan lupa buat comment, like dan follow sebagai bentuk dukungan kalian untuk buku ini ❤️

Thankyou.

Salam dari author,

Pororo 🤡

A Day || WoosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang