25

10.1K 708 45
                                    

Nevin menenggelamkan kepalanya pada dada sang dominan, rasanya ini seperti dulu. Dimana hanya ada Adriel dan dirinya, walau sudah hambar tetap saja terlalu munafik jika Nevin mengatakan tak mau Adriel kembali. Nevin seperti merasa tanggung kebakar, ia juga tak bisa lepas dari Adriel, setelah tadi mendapat pesan dari Zio, Nevin bertekad mempertahankan segalanya. Jika ia mati dengan duka, maka Gery yang akan menang. Akan ia rebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya, Nevin akan lawan. Gery hanyalah serangga kecil yang seharusnya sudah dari dulu Nevin singkirkan. Ia seorang Gelwin, ya walaupun sekarang hubungannya dengan sang ibu renggang, bukan berarti Nevin harus melemah, Nevin harus bangkit ia tak sendiri.

"Jika aku meminta sesuatu apa kau akan mengabulkannya?" tanya Nevin, ia mendongak melihat sang dominan.

"Tentu," sahut Adriel.

"Eum ... sekalipun permintaannya untuk menceraikan Gery setelah bayinya lahir?" Nevin kembali bertanya.

Adriel tampak menimang jawaban yang pas, memisahkan anak dari ibunya?

"Hah ... sepertinya kau sulit membuat keputusan itu ya, wajar saja ... aku memang tak berguna lain dengan Gery yang memberikan keturunan." Nevin memainkan jari-jarinya di dada Adriel. Ucapan Nevin membuat Adriel mati kutu.

Adriel menatap kedua mata yang memerah bekas air mata itu, ia sudah melukai omeganya begitu dalam.

"Jika itu harus, aku akan lakukan." Adriel mengecup kening si empu, membuat senyuman terbit diwajahnya.

Sudah cukup ia menangis, ini harus menjadi yang terakhir kalinya ia menangis. Nevin akan memperlihatkan pada Gery jika lawannya bukanlah omega lemah, Gery terlalu berani dan terlalu menyepelekannya, seolah semua manusia akan tetap baik pada anjingnya. Nevin akan menjagal anjing yang diberi makan lalu menggigitnya, terlalu pengasih jika ia diam saja kan? Benar kata Zio, ia hanya kalah dari soal keturunan tapi dalam hal lain Gery jauh dibawahnya.

Malam ini Nevin memonopoli Adriel sendirian, ia sudah cukup berbaik hati pada anjing. Nevin akan mengeluarkan taringnya, agar anjing itu enyah dari hidupnya. Adriel miliknya, akan ia perlihatkan jika apa yang menjadi miliknya akan kembali padanya.

"Aku Gelwin, baba tak pernah mengajarkanku jadi lemah. Maaf baba aku baru sadar, maaf karena kemarin harga diriku sempat terjun bebas, sekarang aku akan berdiri kembali. Lihat putramu ini baba."

________

Hari libur memang hari untuk malas-malasan bagi sebagian orang, bahkan Nevin yang biasanya bangun pagi-pagi masih nyaman bergelung dengan selimut dalam dekapan hangat Adriel. Rasanya terlalu malas jika harus bangun sekarang.

Brak

Brak

Tapi sial, Nevin melupakan anjing yang akan meminta makan dipagi hari. Ia mengeliat, kedua matanya mengerjap. Pergerakannya membuat Adriel ikut terbangun.

"Pagi." Adriel mencium pipi si manis.

"Pagi," sahut Nevin.

"Adriel!"

"Adriel!"

Nevin mendengus saat teriakan dan ketukan kasar itu semakin keras, Gery sang pelaku diluar sana jengkel karena belum juga dibuka, ayolah ini sudah hampir jam sembilan siang.

"Aku akan mandi, temui dia. Telingaku sakit mendengarnya." Nevin beranjak, baru bangun sudah dibuat dongkol dengan aksi brutal Gery. Sial memang.

Adriel menghela napas, ia membuka pintu yang langsung mendapati wajah merah Gery.

"Kenapa kau baru bangun?" sungut Gery kesal.

"Karena aku tidur larut," sahut Adriel membuat Gery semakin kesal.

"Bukankah kau berjanji akan menemaniku makan eskrim di kedai?" Gery merengut.

Adriel seakan baru ingat, ia menggaruk tengkuknya dengan senyum kaku.

"Maaf ya aku lupa ... kau tunggu aku akan bersiap," ucap Adriel.

"Kutunggu dibawah."

Setelah mengatakann itu Gery melangkah pergi, sebenarnya ia sangat kesal, bagaimana Adriel lupa? Pasti semua ini karena Nevin, dari semalaman submisif itu memonopoli Adriel sendirian, benar-benar membuatnya ingin mengacak kamar sialan itu.

Hanya menunggu lima belas menit lebih Nevin selesai, Adriel segera masuk saat Nevin keluar.

"Kau tampak buru-buru," cetus Nevin keheranan.

"Ya, aku ada janji pada Gery." Adriel menyahut dibarengi dengan menutup pintu.

Nevin menatap pintu dingin, janji dengan Gery? Sangat menyebalkan sekali. Nevin segera memakai bajunya, persetan dengan janji mereka.

Setelah selesai, Nevin segera pergi ke dapur. Ia akan masak untuk hari ini, sudah lama sekali ia tak menyentuh dapur.

Kedatangan Nevin ke dapur membuat pelayan gugup, bahkan Nevin sudah seperti orang kehilangan jati diri, bisa-bisanya ia tak mengenal para pelayan rumah. Ia terlalu sibuk dengan kesedihannya dan pekerjaan.

"Aku yang akan masak hari ini," ucap Nevin.

"Baik Tuan, kami akan siapkan apa yang akan Anda olah." Pelayan mengangguk.

"Hey ... siapa namamu?" tanya Nevin.

"Saya Diana dan dia Dasa," sahut wanita berambut pendek itu. Nevin hanya mengangguk menanggapi.

Nevin mulai meminta bahan-bahan, ia asik mengiris daging sampai tak sadar Gery datang menghampiri dengan pakaian rapihnya.

"Ah ... kau sedang masak Nev?"

Nevin melirik Gery yang menatapnya seolah mengejek.

"Apa matamu bermasalah? Apa dimatamu aku sedang merancang busana? Tentu saja masak," sahut Nevin tajam, membuat Diana yang menyimak menahan tawa.

"Ngomong-ngomong, aku dan Adriel akan ke kedai eskrim. Kau tak mau ikut?" ucap Gery.

"Aku sibuk," jawab si empu.

"Kupikir kita akan menghabiskan waktu bertiga, bukankah itu bagus? Ayolah ini hari libur, jarang sekali kita menghabiskan waktu bersama," tutur Gery. Sungguh perkataan yang terdengar enteng ditelinga Nevin.

"Tidak, sangat disayangkan jika aku harus menghabiskan waktu bersamamu."

Gery mendengus, ia tak suka dengan jawaban Nevin. Seharusnya Nevin mau ikut, ia ingin Nevin melihat bagaimana manisnya Adriel padanya, bukankah keharmonisannya akan menjadi pemandangan bagus bagi Nevin?

"Baby yang ingin, ayolah Nev ... kumohon ikutlah," ucap Gery.

"Ger, kau itu-"

"Ada apa? Kalian tampak tegang?"

Perkataan Nevin terpotong saat Adriel datang, membuatnya mendengus tak suka.

"Riel, aku mengajak Nevin ikut tapi dia tak mau, tapi aku sangat ingin dia ikut. Ini kemauan baby, lagipula kita bukan hanya pergi ke kedai eskrim kan? Kita harus menghabiskan waktu bertiga,  bukankah itu akan menyenangkan, kau tak hanya membuatku senang tapi Nevin juga." Gery merayu sang dominan.

"Aku tak mau, kalian saja," sahut Nevin konsisten akan penolakannya.

Gery merengut, ia bergelayut ditangan si alpha tetap bertahan merayu Adriel agar mau memaksa Nevin.

"Ini maunya baby," tuturnya.

Adriel mengangguk. "Sekali ini saja Nev, aku tak mau sesuatu terjadi pada bayinya, sepertinya Gery tak berbohong dia ingin kau ikut," ucapnya.

Nevin seolah tuli, ia asik menyiapkan wajan.

"Nev ... kumohon ini hanya kemauan bayi, tolong ... Kau tak mau kan terjadi sesuatu pada bayi yang tak tahu apa-apa?"

Damn!

Ucapan Adriel berhasil menghentikan aktivitas Nevin, si empu menggulir matanya menatap dua orang itu bergantian. Haruskah? Nevin merasa ini hanya akal-akalan Gery, tapi sepertinya akan menyenangkan juga jika ia menerima ajakan itu, sakit hati? Bukankah itu sudah biasa, harus berlumur darah dulu jika ingin menang.







married [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang