14. gelembung air

22 16 0
                                    

Langit yang cerah, kicauan burung, udara yang sejuk, hamparan rumput hijau, pagi ini di hari Minggu Arsen dan Keyva menikmati pagi yang cerah di taman kota, mereka duduk di sebuah kursi putih. Keyva menatap origami di tangannya, ia masih terus berusaha menggenapkan burung origami itu menjadi 1000. Arsen menatap Keyva dengan senyuman hambar. 1000 burung origami hanyalah mitos yang berasal dari daerah Jepang. banyak orang membuat origami itu untuk saudara, orang tua, sahabat bahkan pasangannya. jika genap seribu burung, maka si pembuat akan berdoa meminta kesembuhan dengan menyebut nama orang yang memiliki penyakit kanker itu. Arsen tahu, Keyva melakukan ini untuk dirinya, gadis itu berusaha agar Arsen bisa sembuh.
"Mau sampai kapan buat hal yang gak berguna ini, Key?" Tanya Arsen, Keyva menoleh menatap wajah Arsen dengan raut bertanya-tanya.
Arsen menghela napas seolah paham dengan raut wajah Keyva yang kebingungan.
"ini semua mitos Key" Jelas Arsen menatap gadis itu dengan lekat. Keyva berdecak kesal, ia menatap tajam ke arah Arsen. ia sudah berusaha untuk yakin bahwa ini bukan sekedar mitos. "Gue yakin ini berhasil" Ucap Keyva yang tetap pada pendiriannya, Arsen mendengus mengangguk pasrah.
"Katanya di kampus ada anak S2 yang baru masuk Universitas kita" Ucap Arsen mencairkan suasana setelah beberapa menit mereka dilanda kesunyian.
"Ga peduli" Ketus Keyva dengan wajah cemberut. Ia masih kesal pada perkataan Arsen beberapa menit lalu. Arsen kembali mendengus dan tersenyum usil, mencubit pipi gadis itu lalu meninggalkannya ntah kemana. Keyva kembali berdecak kesal dan mengumpat pelan, mengusap pipinya dan menatap tajam Arsen yang pergi. Detik selanjutnya Keyva bingung, mau kemana Arsen?. batin Keyva heran. Beberapa menit kemudian, Keyva terkejut saat beberapa gelembung air melayang di udara ia memperhatikan gelembung itu dari arah mana berasal, ia melihat seorang pria duduk di kursi pojok sambil meniupkan gelembung air ke arah seorang gadis kecil berumur 6 tahun, mungkin.
Keyva tersenyum menatapnya.
"Ngeliatin apa?" Tanya Arsen datar. Ia tahu Keyva memperhatikan pria itu. Keyva hanya menggeleng dan menatap Arsen. Arsen menyodorkan sebuah teh botol dan coklat dairy milk. Keyva tersenyum girang meraih teh botol dan coklat kesukaannya itu. Arsen menatap getir gadis itu lalu pandangannya beralih pada pria yang sedang duduk di kursi pojok itu.
Keyva menyukainya?, pikir Arsen. Ia langsung menggeleng cepat membuang pikiran buruk itu sejauh-jauhnya.
"Kenapa?" Tanya Keyva heran melihat Arsen yang menggeleng-gelengkan kepalanya.
Arsen kembali menggeleng dengan cepat.
Keyva kembali heran, sedetik kemudian ia menatap geli Arsen, lalu memeluk erat tangan pria itu sembari tersenyum.
"Makasih" Ucap Keyva tersenyum manis.
Arsen mengkerut kan alisnya.
"Untuk?" Bingungnya
"Semuanya dan cintanya" Girang Keyva.
Arsen menatap gadis itu lalu tersenyum dan mengelus rambut coklat Keyva.
"Semua akan gue lakuin, asal cewek gue bahagia" Ucap Arsen terdengar penuh tekat. Mata Keyva terasa panas, dadanya terasa sakit.
Ia menghela nafasnya dan mengangguk, meski pikirannya masih tertuju pada penyakit Arsen,
Gue takut kehilangan Lo, Sen.
"Ayo balik" Ajak Keyva yang diangguki Arsen.

Jevran Putra, S.H
Adalah seorang pria yang berhasil meraih gelar Sarjananya di Jerman, tepatnya disebuah Victoria University. Ia ingin melanjutkan S2 nya di University of Cambridge.

Arsen menghela nafasnya kembali saat melihat Keyva dengan rambut coklat yang tergerai bebas itu duduk di sofa ruang rawatnya. Kembali membentuk kertas berwarna warni itu menjadi sebuah burung. Ia turun dari kasurnya, menghampiri Keyva dan ikut duduk disebelah nya, mengambil selembar kertas berwarna merah itu dan membentuknya menjadi burung.
Detik berikutnya ia tertawa pelan, Keyva mendongak heran, alisnya bertaut.
"Kenapa?" Tanya Keyva langsung.
"Ngga" Jawab Arsen yang masih tersenyum.
Keyva hanya mengangguk.

"Gimana Sen?, membaik?" Tanya Papa Arsen dengan tangan yang memegang paper bag berisi sekotak donat dan beberapa buah-buahan. Arsen hanya tersenyum tak menjawab. Ntah kenapa kepalanya terasa sangat sakit hingga membuat ia sedikit mual dan susah melihat sekitarnya.
Pintu terbuka, terlihat seorang Dokter, Dokter Billy. "Saya perlu berbicara bersama bapak" Ucap Dokter Billy sopan, Papa Arsen mengangguk dan berjalan mengekori Dokter Billy menuju ruangannya.

"Dengan permintaan maaf sebesar besarnya pa, kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan Arsen, namun tumornya semakin ganas (Glioblastoma Multiforme)" Jelas Dokter Billy dengan hati-hati.
Papa Arsen tersenyum hambar. Ia tahu kanker otak adalah penyakit yang rumit. Papa Arsen mengangguk berusaha tersenyum.
"Terimakasih Dok" Hanya kalimat itu yang mampu diucapkan.

Seribu burung Origami [Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang