cemburu

207 35 2
                                    

November kemarin jadi bulan terakhir Wonbin tinggal di kosan ibunya, dan bulan ini Wonbin sudah tidak tinggal di sana lagi, dan juga tidak tinggal di rumah orang tuanya.

Perumahan 7th Street letaknya lebih dekat ke area perkantoran dibandingkan ke area kampus, jadi sekarang kosan milik keluarga Wonbin itu pun diisi oleh Mas-mas kantoran yang baru memulai karir mereka.

Karena bermaksud untuk memperpanjang masa mandirinya, Wonbin pun memutuskan untuk kembali indekos dan memilih sebuah kosan khusus putra yang ada di Perumahan Memories Indah.

Ada yang lucu, kosan Epiphany juga ada di Memories Indah. Tapi, banyak juga kok mahasiswa lain yang memilih untuk tinggal di sana, karena jaraknya memang sedekat itu ke area kampus.

Jadiii.. Wajar sih kalau mereka berdua bisa bertemu di toko swalayan yang sama.

Bahkan, di hari berikutnya pun mereka bertemu lagi di cafe yang sama, ketemunya pun pas di restroom, Epiphany yang baru selesai dengan urusannya dan Wonbin yang baru mau berurusan dengan panggilan alam.

Jelas aura canggung masih bisa dirasa, mau dilihat dari sisi manapun, mereka malah kelihatan seperti pasangan yang baru putus dan jadi secanggung itu begitu bertemu satu sama lain.

“Kak..”

“Bin..”

Cuma gitu aja, dan mereka langsung papasan ke tujuan masing-masing.

Kembali ke kursinya, Epiphany cuma bisa diam seribu bahasa, dia yang datang sendiri ke cafe dengan maksud menumpang wifi pun jadi lupa tadi mau mencari apa di laptopnya.

Selang beberapa menit, Wonbin pun keluar dari restroom, dari tempat Epiphany duduk pun dia bisa melihat Wonbin yang sekarang sedang berjalan ke ujung lain cafe, yang cukup jauh dari jangkauan pandangnya.

Karena penasaran, mata Epiphany pun mengikuti ke mana Wonbin pergi, dan rasanya cukup menyentil hati ketika tahu kalau Wonbin ke sini tidak sendiri.

Epiphany melebarkan matanya, bermaksud menyegarkan mata agar tidak terlihat seperti orang marah. Dia fokus lagi pada laptopnya, bermaksud tak acuh pada Wonbin dan teman perempuannya.

Sayang, menit berlalu pun Epiphany masih merasakan jengkel di hatinya. Niatnya untuk belajar pun jadi hilang karena rasa kesal yang ia rasa sekarang.

Dia menutup laptopnya, lalu mengambil gelas berisi iced matcha latte yang ada di atas tatakan, dengan secepat kilat menghabiskannya hingga tak bersisa.

Epiphany mau pulang, moodnya sudah terlanjur dibuat hancur di sini. Suasana pagi menjelang siang yang harusnya enak untuk dipakai belajar malah hangus seperti pantat panci.

Dia sudah memasukkan kembali laptop dan chargernya ke dalam tas, dan saat dia hendak keluar, di pintu malah muncul Seunghan yang tampak melambaikan tangan ke meja tempat Wonbin dan teman perempuannya berada.

Kepalang kesal, dia tak menghiraukan sosok Seunghan dan menerobos keluar hingga tak sengaja menyenggol Seunghan. Bukannya minta maaf, Epiphany terus saja berjalan sampai ke arah parkiran.

Dengan heran Seunghan pergi ke meja Wonbin, kemudian mengambil duduk di sebelah si perempuan. “Kamu lama banget deh?” Ucap si perempuan pada Seunghan, cukup manja untuk didengar.

“Sorry, ada urusan tadi.” Balasnya tersenyum, lalu dia menoleh ke Wonbin, fokus utuh pada kawan sekelasnya itu. “Eh, yang tadi Kak Fani bukan?”

“Yang barusan keluar?” Tanya Wonbin dan dibalas anggukan oleh Seunghan.

“Iya, kaya marah gitu. Habis berantem sama lo?”

Wonbin menggeleng. “Enggak, gue aja cuma papasan sama dia di restroom tadi.”

“Terus kenapa kaya gitu? Dia bareng sama orang?”

“Sendirian.”

“Kalian lagi bahas siapa deh?” Tanya Arabella penasaran, yang secara kompak hanya diberikan lirikan sekilas oleh Wonbin dan Seunghan.

“Kalian masih belum ngobrol lagi?” Tanya Seunghan lagi, mengabaikan Bella.

“Belum, gak tau mau ngobrol apa juga.”

“Demi?? Ngobrol apaan kek! Kalau lo diem, Kak Fani diem, gak bakalan kelar urusan kalian. Dari cerita lo pun hubungan kalian statusnya gantung, anjir!”

“Dari awal, kan emang gak ada hubungan apa-apa. Gue harus khawatir soal apa coba?”

“Perasaan dia.”

“Gue nunjukkin kalau gue ada suka ke dia pun, dia gak respon, udah jelas, kan kalau dia gak ada rasa? Kemarin pun gak sengaja ketemu aja obrolan kita gak kemana-mana, buntu gitu aja.”

Seunghan terdiam, kemudian dia melirik tajam Bella beberapa detik dan kembali menatap Wonbin. “Yakin sih kalau dia cemburu.” Ucapnya penuh keyakinan.

Wonbin, dia malah mengerutkan kening. “Siapa cemburu?”

“Kak Fani, dia cemburu ngelihat lo lagi berduaan sama cewek.”

Wonbin melirik Bella, lalu menatap Seunghan. “Masa?” Responnya tak yakin.

“Bisa aja, kan?”

“Dia, kan gak suka sama gue.”

“Tau dari mana???” Seunghan melotot.

“Sikap dia lah, dari mana lagi coba?”

“Siapa tau dia juga kaku kaya lo? Denger-denger dia juga anak beasiswa, wajar kalau dia tiba-tiba gak ngehubungin lo, bisa aja dia emang sibuk belajar buat pertahanin nilai dia? Pengertian dikit sih, Bin, minimal lo basa-basi apa kek lewat chat. Itu juga kalau lo masih suka sih.”

“Ih, serius deh, kalian lagi bahas siapaaaa???”

“Apa gue samperin ke kosannya? Dia juga tinggal di sekitar sini.”

“Eh? Serius?”

“Iya, gue dulu sering nganter jemput dia.”

“Terus kenapa lo masih di sini?”

“Ya kan gue ada urusan sama lo.”

“Oh, iya juga.” Seunghan menyengir. “Urusannya apaan?”

Mata Wonbin melirik Bella untuk yang kesekian kalinya. “Ini, Bella mau kenalan sama lo.”

Seunghan menoleh pada Bella, dan Bella pun tersenyum lebar karena kini sudah mendapat perhatian yang dia mau. Tapi cuma sekilas, karena Seunghan langsung memandang Wonbin serius.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa? Ya kalian kenalan, dia mau kenalan sama lo.” Jelas Wonbin seadanya.

“Ya tapi kenapaa??” Seunghan melotot, seperti kode kalau dia tak ingin dikenalkan dengan siapapun.

“Karena dia minta??” Wonbin mengangkat bahu.

Seunghan terdiam, matanya menatap Wonbin datar, sepertinya marah. “Bentar, kayanya gue tadi disuruh Mami beli minyak deh, gue pamit dulu ya.” Seunghan berdiri dari kursinya, lalu disusul Wonbin yang panik karena Seunghan yang tiba-tiba.

“Heh??”

“Sorry nih ya, Bella, Mami kalau marah nakutin bangeet, kenalannya kapan-kapan aja ya,” Seunghan tersenyum paksa pada Bella. “sorry ya, soriiii..” Pamit Seunghan menangkup kedua tangannya di depan muka, berjalan mundur beberapa langkah, putar balik dan berjalan secepat mungkin menuju pintu cafe.

Wonbin, yang sudah berdiri pun jadi tersenyum tak enak pada Bella. “Bel, sori ya... Gue juga ada urusan.. Gue pergi dulu ya, minumnya udah gue bayar kok, sori ya, ya?”

Dengan pola gerakan yang sama seperti Seunghan, Wonbin pun turut kabur dari cafe, meninggalkan Bella yang sekarang terpaku sedih di tempatnya.

“Kenapa sih? Ada yang salah sama make up gue ya? Perasaan udah natural kok...”

comfort human - park wonbin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang